(Warning !! Mohon jangan baca loncat-loncat soalnya berpengaruh sama retensi)
Livia Dwicakra menelan pil pahit dalam kehidupannya. Anak yang di kandungnya tidak di akui oleh suaminya dengan mudahnya suaminya menceraikannya dan menikah dengan kekasihnya.
"Ini anak mu Kennet."
"Wanita murahan beraninya kau berbohong pada ku." Kennte mencengkram kedua pipi Livia dengan kasar. Kennet melemparkan sebuah kertas yang menyatakan Kennet pria mandul. "Aku akan menceraikan mu dan menikahi Kalisa."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon sayonk, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 7
Tepat di hari minggu, pagi-pagi sekali Livia di sibukkan membersihkan rumah, membuat sarapan dan pergi ke toko roti, dan kini ia harus mengantarkan kue ulang tahun itu.
"Sayang Mama harus ke toko roti." Livia menatap ke lima anaknya. Dia menghela nafas melihat Charles yang mengajarkan Caesar dengan menggulingkan tubuhnya, tak hanya itu, bocah menggemaskan itu melihat sebuah vidio, dimana kakinya berada di atas. "Hentikan Charles."
"Ist Mam, aku ini sudah terbiasa." Ucap Charles. "O iya Mam aku ikut."
"Siapa lagi yang mau ikut?" tanya Livia.
"Aku Mam." Khanza menyahut. Ia malas berada di rumah lebih baik ia ikut bersama dengan ibunya.
Killian yang bermain game sambil tidur di atas sofa, dia bangkit. "Mama aku tidak ikut, aku mau di sini saja."
"Caesar, Damian dan Killian di sini saja Mam." Ucap Damian.
Khanza dan Charles mengekori ibunya dan masuk ke dalam mobil. Khanza dan Charles tertawa lepas. Keduanya saling menggelitiki. Khanza membuka jendela mobilnya. Dari arah depan terlihat mobil hitam yang melaju arah berlawanan.
Kennet menatap anak perempuan yang berpapasan dengannya. "Cantik."
Kalisa menoleh, ia merasa Kennet mengatakan sesuatu. "Kenapa Sayang?"
"Tidak apa-apa." Jawab Kennet. Ia yakin anak perempuan itu pasti cantik setelah dewasa.
Sementara itu, Alan menyerahkan kue ulang tahun itu pada Livia. Charles dan Khanza memeluk Alan. Hanya Alan yang mereka punya, sahabat ibunya.
"Om Alan." Sapa Khanza dengan antusias.
Alan mencium Khanza. "Nanti malam mau makan di luar?"
"Iya Om, aku mau kabari kakak-kakak ku." Sahut Khanza. Dia sangat senang bisa makan di luar lagi.
Livia tersenyum, ia sangat berterima kasih pada Alan. Dengan hadirnya sosok Alan, kelima anaknya tidak lagi menanyakan keberadaan ayah. "Ya sudah, ayo cepat. Kita jangan sampai terlambat Sayang."
"Livia hati-hati di jalan."
Livia mengangguk, Charles dan Khanza masuk ke dalam mobil. Selang beberapa saat, mereka sampai di sebuah rumah megah berlantai dua. Di halaman depan di hias dengan balon love berwarna warni. Bahkan ada juga dua badut yang menghibur.
"Permisi saya mau menemui nyonya rumah ini." Sapanya pada seorang penjaga gerbang. Rasanya tidak sopan jika ia langsung masuk.
"Baik, mari saya antarkan Nyonya."
"Sayang jangan kemana-mana, Mama mau antar kue ini dulu."
Khanza dan Charles mengangguk, keduanya melihat ibunya mengekori satpam itu masuk ke dalam. Sedangkan dari arah samping seorang pria menggendong anak perempuan.
Khanza merasa sesak di hatinya. Ada sebuah keinginan. "Seandainya saja kita memiliki Papa. Kita pasti di gendong seperti itu."
Charles menatap kosong. "Entahlah, mungkin Papa kita sudah meninggal. Kalau tidak meninggal mana mungkin dia tidak mencari kita. Kita harus menjaga Mama, kasihan Mama. Dia membesarkan kita dengan berjuang sendiri."
Khanza mengangguk, ia ingin bergabung. "Kak, ayo kita kesana. Sepertinya seru."
Charles tak sanggup menolaknya. Dia membawa Khanza dan menghampiri anak yang berkerumuan itu. Khanza terlihat senang karena bisa melihat gelembung yang di tiup di temani badut.
Khanza merasa haus, ia pun menuju ke sebuah meja panjang yang terlihat beberapa kue dan beberapa jus. Ia mengambilnya dan meminumnya. Saat hendak melangkah tanpa sengaja dia menabrak seseorang dan jus itu tumpah di celananya.
Khanza menganga, dia perlahan mengangkat wajahnya. Sosok pria tinggi yang menatap tajam ke arahnya. "Ma-maaf Om." Dia melihat seorang pria tampan dan membuatnya terlihat senang. Baru kali ini ia melihat pria tampan selain teman ibunya.
"Khanza." Teriak Charles. Dia menghampiri Khanza dan menggenggam tangan adiknya. "Om maafkan, adik ku. Dia tidak sengaja."
Kennet terlihat ingin menyemburkan laharnya di dalam tubuhnya. "Apa kau tidak bisa berhati-hati?" Siapa sangka yang ia kagumi anak di jalan itu malah di pertemukan seperti ini. Ia kesal namun ia menahan amarahnya.
"Lain kali berhati-hatilah." Kennet hendak melangkah namun Khanza menendang kaki Kennet.
Khanza meras kesal, ia sudah minta maaf, kakaknya juga sudah minta maaf. Tapi pria itu marah padanya dan kakaknya.
"Hey Om, aku tidak sengaja."
Kennet membalikkan tubuhnya. Ia tarik ucapannya yang ia katakan cantik untuk bocah ingusan di hadapannya. "Kau."
"Tuan." Bernad berbisik.
"Kennet, jangan marah. Mereka masih anak-anak. Sebaiknya kau mengganti pakaian mu. Sebentar lagi acara akan di mulai. Kue ulang tahunnya sudah datang." Ucap Dimitri. Kemudian dia beralih pada kedua anak itu. "Dimana ibu dan ayah kalian?"
"Aku tidak memiliki ayah dan aku hanya memiliki ibu." Sahut Khanza. Dia menatap pria itu dengan tatapan geram. "Pria sombong seperti dia, tidak pantas bersama dengan ibu ku."
Charles menggerakkan tangan Khanza. "Adik kita kembali ke mobil saja sambil menunggu Mama."
"Aku berharap dia tidak memiliki anak." Khanza merasa geram dan saking geramnya ingin sekali ia mengumpeti pria itu.
Erland menggaruk kepalanya yang tak gatal. Baru kali ini ada anak kecil yang tidak menangis berhadapan dengan Kennet. Biasanya setiap anak kecil yang berpapasan dengan Kennet. Dia pasti menangis dan lari. Namun kali ini ada anak yang pemberani bahkan mengumpeti sahabatnya itu.
"Maafkan Om yang tadi."
Khanza menatap pria di samping. Sungguh perbedaan yang jauh. "Om itu mungkin gila."
Erland tak bisa manahan tawanya. Akhirnya ia tertawa lepas karena hanya anak kecil. Ia yakin jika Kennet mendengarkan sudah pasti pria itu akan mengeluarkan jurus apinya. Ia merasa melihat ayah harimau dan anak harimau.
Sedangkan Kennet, dia menahan langkahnya. Ia menoleh ke kiri dan melihat sosok perempuan yang berjalan membelakanginya. Ia merasa familiar dengan tubuh wanita itu. Ia menghiraukannya dan kemudian melangkah ke lantai atas.
Ceklek
"Sayang kau kenapa?" tanya Kalisa. Dia melihat wajah Kennet yang terlihat kesal.
"Ada anak kecil yang menabrak ku. Inilah alasan ku, aku tidak suka pesta yang ada anak kecilnya."
"Apa anak siapa? Kau sudah memarahinya? Marahi saja, kedua orang tuanya tak bisa menjaga anaknya." Kalisa ikut geram. "Aku akan menyiapkan pakaian mu."
Kennet melangkah ke arah jendela. Dia melihat anak-anak yang begitu bahagia dan seorang wanita yang melangkah ke arah mobilnya. Wanita itu terlihat menyapa dua anak kecil.
"Oh jadi dia anak wanita itu. Seharusnya aku memarahi ibunya tadi." Ia mengerutkan keningnya. Wanita itu masuk ke dalam mobilnya namun Anita menghampirinya seperti memanggilnya.
Deg
Deg
Kennet mematung, kedua netranya melebar. Nafasnya terasa panas, tubuhnya terasa sesak, aliran darahnya seakan menyumbat. "Dia ..."
Dia memalingkan wajahnya kemudian mengusapnya. Bagaimana mungkin ia melihat Livia lagi? Ia melihat kembali ke arah jendela dan mobil itu perlahan berjalan menuju ke gerbang.