Kecelakaan saat pulang dari rumah sakit membuatnya harus kehilangan suami dan anak yang baru saja di lahirkannya 3 hari yang lalu.
Tapi nasib baik masih berpihak padanya di tengah banyak cobaan yang di dapatkan Ayana.
Bertemu dengan seorang bayi yang juga korban kecelakaan membuatnya kembali bersemangat dalam menjalani hari-hari yang penuh perjuangan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon lijun, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
06
Di rumah yang sudah Ayana jual, keadaannya cukup kacau pagi itu. Ibu dan anak yang sudah terbiasa di layani itu bangun kesiangan dan langsung berteriak karena ingin makan.
"Ayana... Kenapa kamu belum masak?" Teriak bu Mina yang lupa kalau Ayana sudah di usirnya.
"Aku lapar, Bu. Kenapa belum ada makanan?" Gerutu Sinta yang baru keluar dari dapur dan tak mendapati apapun makanan di sana.
Penampilan Sinta lebih baik dari bu Mina yang masih acak-acakan. Sinta sudah mandi sebelum keluar kamar.
"Oh iya, kita kan sudah mengusirnya dari rumah ini," kata bu Mina yang baru teringat akan hal itu.
"Kenapa aku bisa lupa ya, Bu. Lalu sekarang bagaimana ini? Aku lapar," keluh Sinta.
"Beli makan sana di luar, Ibu mau mandi dulu." Bu Mina pergi begitu saja meninggalkan Sinta yang langsung menggerutu.
"Ck, tahu gini gak usah di usir deh tuh janda supaya ada yang ngurusin rumah dan makan seperti biasa."
Sinta pergi sembari menggerutu kesal karena sudah lapar tapi masih harus menahan demi membeli makanan jadi di warung.
"Tapi kalau dia gak di usir, bisa-bisa nanti dia godain mas Rudi lagi. Ah, sudah biarkan sajalah dia."
Sinta membeli makanan dengan cepat karena suaminya sebentar lagi akan pergi bekerja ke toko sembako. Walau malas mengerjakan pekerjaan rumah, Sinta masih mau mengurus suaminya dengan baik. Itu sebabnya Rudi tak pernah komplain dengan Sinta walau sikapnya menyebalkan.
Sinta juga sangat menghormati suaminya walau untuk beberapa hal ia tak mau menurut di nasehati. Apa lagi Sinta yang sedang hamil muda, maka semua keinginannya di penuhi oleh Rudi selama masih dalam batas normal dan wajar.
Setelah sarapan bersama, Rudi pergi bekerja menggunakan motornya. Tinggalah Sinta dan bu Mina di rumah itu bermalas-malasan.
"Apa yang harus kita lakukan dengan rumah ini, Bu? Mas Dimas sudah gak ada, aku malas tetap di sini kapau harus membersihkan rumah," ucap Sinta.
"Ya mau gimana lagi, sekarang rumah ini milik kita. Jadi ya harus di tinggali," sahut bu Mina santai.
"Aku mau pulang ke rumahku sendiri saja deh, Bu. Walau tak sebesar rumah ini tapi Mas Rudi menyiapkan orang untuk bebersih rumah, aku hanya tinggal memasak saja sedikit. Lagian jarak dari sini ke pasar jauh, kasihan Mas Rudi."
"Kalau kamu pulang ke sana, gimana sama Ibu? Kamu tega tinggalin ibu sendirian di rumah ini? Apa lagi sekarang mas mu sudah gak ada, kamu yang harus gantian kasih ibu uang untuk makan."
"Ya sudah jual saja rumah ini, nanti uangnya kita bagi dua trus Ibu tinggal sama aku. Tapi jangan minta yang aneh-aneh apa lagi minta uang berlebih," kata Sinta mengingatkan ibunya.
Karena Sinta sangat tahu bagaimana ibunya meminta uang pada Dimas sewaktu masih hidup demi menekan Ayana.
"Iya iya Ibu tahu." Pasrah bu Mina, yang penting ia tidak di tinggal sendirian. Karena hanya tinggal Sinta satu-satunya yang dia miliki.
"Ayo bantu Ibu cari surat-surat rumah ini," ucap bu Mina di angguki Sinta.
Belum lagi mereka melangkah menuju kamar yang biasa di tempati Ayana dan Dimas saat itu. Pintu di ketuk dari luar hingga menahan langkah ibu dan anak itu.
"Siapa itu yang datang? Buka pintu sana," perintah bu Mina pada anaknya.
Sinta berjalan ke arah pintu dan membuka lebar pintu dengan malas.
"Iya cari siapa?" Tanya Sinta lalu mulai mengingat siapa orang yang ada di hadapannya ini.
"Eh! Anda Tante Ita yang rentenir itu, kan?" Tebak Sinta yang sudah ingat karena pernah beberapa kali melihat saat wanita paruh baya itu menagih uang kepada tetangganya di rumahnya sendiri.
"Iya, saya Ita. Saya datang ke sini ada perlu dengan kalian," sahu bu Ita si rentenir baik hati menurut Ayana.
"Silahkan masuk kalai begitu, saya akan panggilkan Ibu."
Sinta berjalan mencari ibunya kekamar lama Ayana dan segera meminta bu Mina untuk keluar menemui bu Ita.
"Eh ada Jeng Ita, ada perlu apa ya datang ke rumah saya?" Bu Mina merasa ada sesuatu yang tidak beres akan terjadi bersamaan datangnya rentenir yang terkenal di daerah mereka itu.
"Saya datang ke sini ingin menyampaikan pada kalian, kalau dalam waktu 2 hari. Rumah ini sudah harus di kosongkan karena akan saya renovasi untuk anak laki-laki saya yang akan segera pulang dari perantauan."
Mendengar apa yang di katakan rentenir itu, pasangan ibu dan anak itu kaget bukan kepalang. Perasaan mereka belum menjual rumah itu karena tadi baru mereka rencanakan.
"Maaf, maksudnya bagaimana ya Jeng? Saya belum menjual rumah ini. Memang ada rencana ingin menjualnya, tapi masih rencana. Kenapa Jeng Ita sudah meminta kami mengosongkan rumah ini," kata bu Mina.
"Kalian memang belum menjualnya, tapi pemiliknya sudah menjualnya kepada saya dan sudah deal semuanya. Jadi saya minta paling lama 2 hari lagi rumah ini sudah kosong."
"Apa? Pemiliknya? Tapi kami pemiliknya, Tante. Kami belum menjual rumah ini," ucap Sinta.
"Yakin kalian pemiliknya? Saya bahkan sudah mengganti nama sertifikat rumah ini karena sudah membeli dengan deal. Ini salinan sertifikat yang lama, yang saya dapat dari pemiliknya saat menjual rumah ini."
Bu Ita menunjukkan salinan sertifikat rumah dan tanah itu. Sinta mengambilnya dan melihat kertas di tangannya. Alangkah kagetnya Sinta saat mendapati apa yang tertulis di dalam kertas itu.
"Ini... Bagaimana mungkin bisa nama perempuan itu? Rumah ini yang beli Mas Dimas bukan perempuan itu," ucap Sinta.
"Apa? Rumah ini atas nama Ayana? Yang benar saja kamu, Sin? Jangan-jangan surat itu palsu," sangkal bu Mina yang tidak percaya karena tak mau kehilangan rumah yang di anggapnya milik sang anak dan di beli dari hasil kerja keras anak laki-lakinya.
"Apa kalian ingin mengatakan kalau saya berbohong demi mendapatkan rumah ini? Saya gak akan mungkin mengakui milik orang lain begitu saja kalau tanpa sebab. Dan rumah ini sudah sah milik saya, jadi segera kosongkan rumah ini dalam 2 hari paling lama. Dan jangan ada perabotan yang di bawa, karena saya juga sudah membeli semuanya lengkap."
Bu Ita beranjak dari duduknya lalu meninggalkan rumah itu. 'Padahal punya anak perempuan, tapi kok jahat sama menantu. Apa gak takut anaknya mendapatkan hal yang sama seperti yang di lakukannya pada menantunya?' batin bu Ita.
"Bu, gimana ini? Kita kalah cepat dengan perempuan itu. Seharusnya tadi malam kita tungguin dia waktu kemas-kemas, jadi kita bisa ambil surat-surat rumah ini. Mana atas nama dia lagi," gerutu Sinta yang gagal mendapatkan uang dari penjualan rumah milik Ayana.
"Kurang ajar perempuan itu, Ibu akan telpon dia dan memarahinya. Dia harus membagi uang penjualan rumah ini pada kita," marah bu Mina.
Sedangkan orang yang di gerutui oleh ibu dan anak itu, saat ini sedang menunggui anaknya yang sedang di periksa.
"Bagaimana keadaan anak saya, Dok?" Tanya Ayana saat melihat Dokter keluar.
"Semuanya baik-baik saja, Bu. Anak ibu hanya sedikit dehidrasi, tapi sekarang sudah aman."
"Sudah bisa di bawa pulang kan, Dokter?"
"Boleh, Bu. Tetap perhatikan asupan anaknya agar tidak terjadi hal serupa kembali."
"Baik, terimakasih Dokter."
Setelah membayar uang pengobatan, Ayana membawa Abian pergi mencari tempat tinggal. Karena tak mungkin bagi Ayana untuk terus pergi ke pusat kota dengan membawa bayi.
"Kita akan hidup berdua di kota ini, Nak. Kita akan bangun kebahagiaan kita sendiri," ucap Ayana sembari mengecup kening Abian.
Ibu muda itu meninggalkan klinik setelah memastikan Abian aman di gendongannya. Menyusuri tempat mencari kosan sementara untuk ia tinggal. Ayana berencana membeli rumah yang sesuai uangnya agar lebih efisien dari pada terus ngekos.
Ngegantung nih thor.. 😂😊
Anyway thanks a lots 👍🏼👏