Setelah bertahun-tahun berpisah, hidup Alice yang dulu penuh harapan kini terjebak dalam rutinitas tanpa warna. Kenangan akan cinta pertamanya, Alvaro, selalu menghantui, meski dia sudah mencoba melupakannya. Namun, takdir punya rencana lain.
Dalam sebuah pertemuan tak terduga di sebuah kota asing, Alice dan Alvaro kembali dipertemukan. Bukan kebetulan semata, pertemuan itu menguak rahasia yang dulu memisahkan mereka. Di tengah semua keraguan dan penyesalan, mereka dihadapkan pada pilihan: melangkah maju bersama atau kembali berpisah, kali ini untuk selamanya.
Apakah takdir yang mempertemukan mereka akan memberi kesempatan kedua? Atau masa lalu yang menyakitkan akan menghancurkan segalanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alika zulfiana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Momen konyol
“kita beli apa nih?” tanya Raisa, dengan semangat menggebu.
“mie aja, yok!” sahut Alice, matanya berbinar.
“let's go!” teriak mereka serentak, energik saat berhadapan dengan makanan.
“masih lama, Halima?” Nisa bertanya, melihat Halima yang tampak kebingungan, belum memegang satu pun pesanan mie.
mereka selalu berbagi tugas: ada yang bertugas membeli air, makanan berat, atau jajanan ringan.
“emm, masih lama kayaknya. antriannya belum berkurang dari tadi,” keluh Halima, sambil melirik antrean yang tak kunjung berkurang.
“duh, gimana? sepuluh menit lagi udah bel,” Reni melirik jam tangannya, wajahnya cemas.
“yaudah, kita bantuin aja bibi-nya biar cepat selesai. beliau kan cuma punya dua tangan, wajar kalau lama sedangkan yang ngantri banyak,” usul Alice.
“yaudah, tunggu apa lagi?” Nisa sudah tak sabar.
“bi, kami bantu ya! tinggal tuangin air panasnya aja,” seru Reni dengan semangat.
“makasih ya, Ren, Alice, Nisa, Raisa, Halima!” ucap Bi Ganesha, tersenyum lebar.
°°°
“alhamdulillah, akhirnya kita makan, ges!” tawa mereka pecah, teringat betapa tergesa-gesa mereka membuat mie. Namun, tawa mereka seketika sirna saat bel kelas berbunyi, menandakan waktu istirahat sudah berakhir.
“akh, baru dua suap aku makan!” rengek Nisa, wajahnya mencerminkan kesal. Ini selalu terjadi saat waktu istirahat.
“yaudah, ayo kita ke kelas!” desak Raisa, berusaha memotivasi.
semua murid berlarian menuju kelas masing-masing, tak terkecuali mereka. Namun langkah Alice terhenti saat melihat Alvaro tabrakan dengan seorang bapak yang sedang membersihkan lapangan.
“bug!”
“aww…” rintih Alvaro saat terjatuh, makanan tumpah ruah, hanya menyisakan sisa air minum yang menempel di tangan.
“maaf, nak. bapak ngga lihat tadi,” ucap Pak Yanto, tampak cemas.
“nggak papa, Pak,” jawab Alvaro, mencoba membersihkan bekas makanan yang berserakan.
“udah, biar bapak aja yang bersihin. kamu sudah mau masuk kelas, lagian juga itu karena bapak, biar bapak yang bersihkan,” pinta Pak Yanto, mengingatkan Alvaro.
Alvaro menatap sekelilingnya yang mulai sepi, siswa-siswa lain sudah memasuki kelas.
“yaudah, kalau gitu makasih banyak ya, Pak. oh ya, ini ambil buat beli air minum. anggap tanda terima kasih saya karena bapak sudah bantuin saya,” kata Alvaro, sambil mengeluarkan uang seratusan dari saku celananya.
Alice tersenyum melihat Alvaro yang selalu mau berbagi, hatinya hangat melihat sikap baik temannya.
°°°
“All, hey Alliiicee!” teriak Alvaro, suaranya penuh semangat.
“h-hah? Kenapa? Kenapa?” Alice terkejut, tersadar dari lamunannya.
“elo yang kenapa? Sedari tadi bengong natap gue. lo terpesona ya dengan pesona gue?” goda Alvaro sambil melipat tangannya, senyum nakal menghiasi wajahnya.
“e-enggak! Ngadi-ngadi lo, All! Lo tadi mau gue bantuin apa?” tanya Alice, berusaha terdengar santai meski hatinya bergetar.
“emm, bantuin gue nyuci rambut,” jawab Alvaro, menggerakkan tangannya seakan itu hal biasa.
“ahh, beneran lo mau nyuci rambut?!” Alice merasa tidak percaya.
“yauda, kalau lo ngga mau, gue sendiri aja,” ucap Alvaro, beranjak dari tempat tidurnya, pura-pura kecewa.
“iya, iya, gue temenin! Sini, pegangan di tangan gue,” seru Alice cepat, tidak mau Alvaro pergi sendirian.
Alvaro tersenyum puas, “kamu tahu, Al, mencuci rambut bareng itu bisa jadi seru, loh.”
“seru? Kayak gimana?” Alice menantang, penasaran.
“ya, kita bisa jadi tim pembersih yang handal! Siapa tahu bisa jadi kegiatan ekstrakulikuler!” jawab Alvaro, tertawa lepas.
Alice menggelengkan kepala, “kegiatan ekstrakulikuler? Lo konyol banget, Alvaro.”
“kan harus kreatif!” Alvaro menjawab sambil menggoda, semangatnya menular.
Dengan langkah ringan, mereka menuju kamar mandi, saling bercanda dan tertawa, menikmati momen kebersamaan yang penuh keceriaan.
g pa" belajar dari yg udah berpengalaman biar bisa lebih baik lg, sayang lho kalo ceritanya udah bagus tp ada pengganggu nya di setiap part nya jd g konsen bacanya karna yg di perhatiin readers nya typo nya tanda petik koma titik tanda tanya selain alur cerita nya
bu, aku minjem ini, ya," dan masih bnyk kalimat yg tanda titik baca komanya g sesuai thor