Tidak ada gadis yang mau menikah dengan lelaki beristri, apalagi dalam keterpaksaan ibu tiri.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fitri Arip, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 19 Di percepat hari pernikahan.
Hari pernikahan sudah di gelar, Sarla nampak gelisa," Kenapa begitu cepat, bukannya satu minggu lagi?" tanya Sarla kepada sang mama, berdiri melihat riasan anak tirinya.
Perias begitu teliti, dimana Dera mengarahkan agar tampilan Sarla menarik.
"Sudahlah Sarla, lebih cepat lebih baik. Kamu ini gimana sih!" jawab sang mama mengatur anak tirinya itu.
"Aduuh, ini bedak ketebelan," ucap Dera.
Perias nampak terganggu akan perkataan Dera, yang dari tadi terus mengatur.
"Mama, wajahku kan tertutup ini. Kenapa juga harus di rias segala," timpal Sarla, seperti kucing dan anjing ketika berdebat suatu obrolan.
"Sudahlah Sarla, kamu diam saja. Yang terpenting sekarang kamu itu tampil cantik, nanti ketika cadarmu di buka, Daniel pasti akan pangling." ucap Dera begitu lembut ketika wanita tua itu banyak maunya.
"Siapa juga yang mau memperlihatkan wajahku pada lelaki beristri itu," cetus Sarla, membuat sang mama membulatkan kedua matanya.
"Loh, kok kamu gitu sih Sarla, suami sahmu itu berhak menikmati wajah cantikmu ini, masa ia kamu di gauli, wajah kamu di tutup kaya buronan saja." balas Dera tertawa pelan, sembari tangan menutup mulut.
"Biarin aja, rugi aku dinikahi cuman .... "
Dera menutup mulut anaknya, ia tak mau jika orang lain tahu, akan pernikahan kontraknya.
"Kamu ini gimana sih, ini hari bahagiamu loh malah begitu, " balas sang mama tiri, mencubit pelan bibir Sarla.
"Aw."
Sang perias hanya diam, berpura pura mengabaikan obrolan keduanya.
Sarla mengerutkan bibir, menatap ke arah sang mama yang ketawa ketiwi kaya kunti membuat ia ingin sekali mematahkan semua gigi mama tirinya agar tak tersisa.
"Selesai."
Dera membuka mulutnya, terkejut dengan riasan sang anak tiri, begitu membuat kedua matanya tak bisa berkedip.
Sarla begitu cantik, wajah yang tak pernah terlihat, benar benar membuat orang melihatnya pasti terpesona.
"Luar biasa."
Sarla yang tak biasa dandan, berusaha mencari tisu basah untuk menghapus riasanya.
Saat ketemu, Dera menahan tangan Sarla dan berkata." jangan Sarla, kamu ini gila ya."
"Lepaskan ma, aku tidak mau di dandan seperti ini. Menyebalkan sekali rasanya. "
Dera berusaha membujuk anaknya, " Sebentar lagi calon pengatin laki laki akan datang, ayolah jangan bertingkah bodoh kamu ini."
"Siapa yang bertingkah bodoh, aku tidak bertingkah bodoh sama sekali," pekik Sarla, sampai dimana sang papa datang.
"Sarla, cepat berhenti," tegas Gunawan. Membuat Sarla melepaskan tisu basah pada tanganya, teburu buru ia memasangkan cadar putih pada wajahnya.
Dera tersenyum kecil, ia bernapas lega, karena Gunawan datang. Sehingga bisa menghentikan aksi gila anak tirinya itu.
Lani dan Lilia datang, melihat penampilan sang kakak dengan balutan baju pengantin membuat mereka berdua terpana. "Kak Sarla cantik sekali."
"Sarla, papah berharap penikahan ini berjalan baik. Papah tidak mau Daniel kecewa." printah sang papah, memperlihatkan ketegasannya.
Di balik cadar putih yang dipakai Sarla, ia menyunggingkan bibir bawahnya. Tak suka dengan perkataan sang papah.
"Ya sudah, mama urus dulu Sarla. Jangan biarkan dia bikin gara gara yang malah nantinya mempermalukan keluarga kita," printah Gunawan pada istrinya.
"Iya, pah."
Gunawan keluar dari kamar Sarla, ia sibuk menyambut kedatangan keluarga besarnya. Karena acara akan di mulai.
Acara pernikahan akan di gelar di gedung, dengan dekorasi mewah yang sengaja di pilih Gunawan.
Lilia menghampiri sang kakak, " Kakak cantik sekali." Puji Lilia.
Tangan lembut sang kakak mengusap pelan kepala adiknya," kamu juga cantik, Lilia."
Mencubit pipi anak berumur sembilan tahun itu, Sarla kini menatap ke arah Lani, ia terlihat tak berani masuk ke dalam kamar, setelah Dera keluar bersama sang perias make-up.
"Lani, sini sayang."
Lani hanya diam, ia terlihat muram. Lilia mencoba menahan tangan sang kakak, agar tidak menghampiri anak itu.
"Kakak, diam di sini. Biarkan saja dia seperti itu," ucap Lilia, tak suka melihat Sarla perhatian terhadap adik tirinya.
"Sayang, Lilia. Kamu nggak boleh begitu, bagaimana pun Lani bagian dari keluarga kita," nasehat terlontar dari mulut Sarla, Lilia mendengar ucapan sang kakak malah mendengus kesal.
Melipatkan kedua tangan, ketika langkah kaki Sarla mendekat ke arah Lani.
"Ih, ngapain sih anak cacat itu pake acara ada di depan pintu, dasar cari carmuk ( Cari muka). " Gerutu Lilia, begitu membenci adiknya.
"Lani, kenapa kamu malah berdiam diri di sini sendirian, apa yang kamu tunggu?" tanya Sarla, mendekat dan memegang kepala Lani.
Kedua mata berkaca kaca, sentuhan lembut dan kasih sayang yang selalu di inginkan Lani saat itu.
"Lani ingin melihat Kak Sarla memakai gaun pengantin. Kak Sarla begitu cantik." Puji Lani. Sarla mencubit kedua pipi Lani, memperlakukan kedua adik adiknya tak jauh berbeda.
"Kamu bisa saja kalau memuji kakak."
Lani tersenyum tipis, merasakan rasa kebahagian, ketika perlakuan Sarla membuat dirinya nyaman.
"Ya sudah, kita berangkat sekarang. Kayanya mobil sudah ada deh di depan."
Lani menganggukkan kepala, dan berkata. " Kakak duluan aja, nanti Lani nyusul sama mama."
Gunawan terus memanggil Sarla, untuk segera cepat cepat naik ke dalam mobil. Karena pengantin pria sudah mulai sampai di gedung.
"Ya sudah kakak duluan ya. Nanti kamu sama Lilia," ucap Sarla, selalu bersikap baik pada adik tirinya itu. Ia tak pernah menyimpan kebencian sedikit pun.
Walau sebenarnya ia tahu, penyebab kematian ibunya ada hubungannya dengan Lani dan juga Dera, ia berusaha tak membahas hal itu.
Jika terlalu memikirkan penyebab kematian ibunya, pastinya kebencian akan terus muncul pada hati Sarla, ia mungkin tidak akan seramah seperti sekarang pada Lani atau mama tirinya.
Sarla kini sudah pergi keluar rumah, tinggal di mana Lilia menyusul. Saat dimana Lani menjalankan kursi rodanya, Lilia dengan sengajanya menarik rambut sang adik.
"Aw."
"Aduhhh, sakit ya. Emang enak, rasain lu."
Lani terlihat begitu lemah saat berhadapan dengan Lilia, ia selalu menjadi anak cengeng.
"Lilia." Lani menghentikan langkah kaki Lilia dengan memanggil sebutan nama.
Membalikkan badan, menatap ke arah Lani." Wah, si cacat ini sudah berani memanggil nama ya."
"Kak."
Lilia mendekat dan mencekram leher adik tirinya." Heh, coba kamu katakan lagi."
"Kak, maaf." Lani menitihkan air mata, terlihat ia begitu ketakutan.
Melepaskan tangan, berusaha untuk tidak peduli akan tangisan yang kini dilayangkan Lani.
"Dasar anak cengeng. Heh, aku tegaskan sama kamu. Jangan berani merebut kasih sayang Kak Sarla dari aku ya, kamu ini hanya anak pembawa sial yang tak pantas mendapatkan kasih sayang dari kak Sarla. Ingat itu."
Telunjuk tangan mengarah pada Lani, dimana Dera melihat pemandangan itu, " Lilia, kamu."
Memukul Lilia, hingga anak berumur sembilan tahun itu tersungkur jatuh ke atas lantai.