Mengisahkan hubungan percintaan antara Amira dengan pengusaha terkenal bernama Romeo
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mike Killah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Amira tinggal di rumah Mirna
Setibanya di rumah Mirna, Amira disambut dengan kehangatan oleh Mirna.
Mirna mengajak Amira masuk ke dalam, dan menunjukkan rumahnya. "Ini rumahku, Mira sayang. Maaf kalau rumahku tak gede dan hanya ada dua kamar," kata Mirna dengan suara lembut.
Amira tersenyum, "Mir, ini lebih dari cukup. Aku sangat bersyukur kerana aku ada tempat berteduh sekarang.
Amira memeluk Mirna dengan erat-erat dan berkata, "Mir, aku dah tak ada siapa-siapa lagi kecuali kamu. Aku bersyukur sebab Tuhan mempertemukan kita."
Mirna meneteskan air mata, lalu memujuk Amira. Akhirnya, mereka berdua semakin tenang.
Mirna kemudian menunjukkan kamar Amira. "Amira, kamar kamu di sebelah sana ya. Sana ada tilam. Bilik tu dah kemas sebab haritu mak cik ku dari Bogor datang dan menginap situ."
Amira menjawab, "Terima kasih ya, Mirna." Mirna, dengan nada ceria, berkata, "Apa ini tak usah berterima kasih. Aku kan bestiemu."
Mirna kemudian menambahkan dengan nada bercanda, "Eh, jangan lupa, kamar mandi di sebelah kamar kamu.
Tapi, hati-hati ya, kalau kamu mandi, jangan lupa kunci pintu. Soalnya, kucingku suka masuk ke kamar mandi dan suka main air. Kasihan kalau kamu ketemu kucingku di dalam kamar mandi, hehe."
Amira tertawa mendengar ucapan Mirna. "Kucingmu? Kenapa dia suka main air?" tanya Amira.
"Entahlah, mungkin dia suka berenang. Tapi, dia takut air panas," jawab Mirna sambil terkekeh.
"Jadi, kalau kamu mau mandi air panas, pastikan kamu kunci pintu kamar mandi. Jangan sampai kucingku masuk dan kedinginan."Ujar Mirna dengan tersenyum lebar.
Amira mengangguk sambil tertawa. "Baiklah, Mir. Aku akan berhati-hati." Dia kemudian berterima kasih sekali lagi kepada Mirna dan masuk ke kamarnya.
Mirna tersenyum, merasa lega karena Amira sudah merasa nyaman di rumahnya. Dia berharap Amira dapat melupakan masa sulit yang telah dilalui dan memulai hidup baru yang lebih baik.
........
Pada waktu malam, Mirna dan Amira makan malam bersama-sama. Suasana terasa menggembirakan dan penuh dengan kehangatan persahabatan. Sambil menikmati hidangan, Amira memberitahu Mirna keinginannya untuk mencari kerja besok.
"Mir, aku mahu cari kerja besok," kata Amira dengan semangat.
Mirna sedikit terkejut. "Amboi Amira, rehatlah dulu kamu sini. Jangan tergesa-gesa. Kan kamu baru dibebaskan dari penjara?"
Amira tersenyum, "Bestieku, tak apa-apa. Aku kuat juga."
Mirna hanya bisa bermonolog dalam hati, "Ya Tuhan, kuatkanlah sahabatku Amira."
Mirna pun kemudian berkata kepada Amira, "Amira, aku di perusahaan Bossku kerja sebagai cleaner. Aku rasa ada kosong kerja di sana sebagai cleaner kalau kamu nak."
Amira tampak gembira. "Ouh, ya ka? Aku nak lah, Mir."
Mirna mengangguk. "Jom lah, esok aku hantar kamu interview."
Amira sangat gembira dan berterima kasih kepada Mirna. Dia merasa lega karena Mirna mau membantunya mencari pekerjaan.
Sambil menikmati sisa makan malam, Amira bertanya, "Mir, bagaimana dengan perusahaan Bossmu? Apa jenis perusahaannya?"
Mirna menjawab, "Perusahaan Bossku itu perusahaan fashion, Mira. Bossku itu desainer terkenal. Dia punya banyak butik di seluruh Indonesia. Aku kerja di butiknya yang ada di sini."
Amira mengangguk. "Wah, keren ya. Semoga aku diterima kerja di sana."
Mirna tersenyum. "Semoga saja, Mira. Aku yakin kamu akan diterima. Kamu kan orangnya rajin dan pekerja keras."
Amira tersipu mendengar pujian Mirna. Dia merasa semakin semangat untuk memulai hidup baru yang lebih baik.
......
Setelah makan malam, Mirna menyuruh Amira untuk beristirahat di kamarnya.
"Tidurlah Amira. Esok bangun awal, aku hantar kamu interview kerja," kata Mirna dengan lembut.
Amira mengangguk, "Okay Mir, dan good night ya."
"Good night juga Mira," jawab Mirna sambil tersenyum.
Di kamarnya, Amira terduduk di tepi ranjang. Dia menangis terisak, mengingat semua kejadian yang telah menimpanya. Kesedihan karena kehilangan bayinya lima tahun lalu kembali menghantuinya.
"Siapalah yang telah menghabisi nyawa Alex?" bisik Amira, matanya menatap kosong ke depan.
"Aku harus menyiasat kejadian ini sendiri dan aku takkan biarkan aku jadi kambing hitam. Pelaku sebenar harus bertanggungjawab," tekad Amira dalam hati.
Dia berjanji pada dirinya sendiri untuk mencari tahu kebenaran di balik kematian Alex. Rasa penasaran dan keinginan untuk membela diri menggerogoti hatinya.
Amira kemudian memutuskan untuk tidur. Dia berencana untuk pergi ke rumah keluarganya besok untuk mengintip dari jauh. Dia ingin memastikan apakah mereka masih tinggal di sana atau tidak.
Bersambung