Aiden Valen, seorang CEO tampan yang ternyata vampir abadi, telah berabad-abad mencari darah suci untuk memperkuat kekuatannya. Saat terjebak kemacetan, dia mencium aroma yang telah lama ia buru "darah suci," yang merupakan milik seorang gadis muda bernama Elara Grey.
Tanpa ragu, Aiden mengejar Elara dan menawarkan pekerjaan di perusahaannya setelah melihatnya gagal dalam wawancara. Namun, semakin dekat mereka, Aiden dihadapkan pada pilihan sulit antara mengorbankan Elara demi keabadian dan melindungi dunia atau memilih melindungi gadis yang telah merebut hatinya dari dunia kelam yang mengincarnya.
Kini, takdir mereka terikat dalam sebuah cinta yang berbahaya...
Seperti apa akhir dari cerita nya? Stay tuned because the 'Bloodlines of Fate' story is far form over...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Detia Fazrin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Penawaran Racun
...»»————> Perhatian<————««...
...Tokoh, tingkah laku, tempat, organisasi profesi, dan peristiwa dalam cerita ini adalah fiktif dan dibuat hanya untuk tujuan hiburan, tanpa maksud mengundang atau mempromosikan tindakan apapun yang terjadi dalam cerita. Harap berhati-hati saat membaca....
...**✿❀ Selamat Membaca ❀✿**...
Malam itu angin berhembus dingin saat Aiden berjalan cepat melalui kegelapan menuju hutan lebat yang terletak di ujung kota. Pikirannya dipenuhi kekhawatiran akan Kevin yang terbaring lemah di rumah. Luka Kevin akibat serangan Monvok memburuk setiap jamnya, dan Aiden tahu bahwa ramuan yang ia buat hanyalah solusi sementara. Racun dalam tubuh Kevin begitu kuat dan mungkin butuh bertahun-tahun untuk benar-benar sembuh. Aiden harus menemukan penawar yang lebih ampuh, dan ia tidak punya waktu lagi.
Setelah berjam-jam berjalan, Aiden akhirnya mencapai hutan yang diincarnya. Di sinilah legenda penawar itu berada, jamur langka yang hanya muncul di bawah cahaya bulan purnama. Namun saat ia mulai mencari, Aiden tiba-tiba merasakan kehadiran yang mengancam di belakangnya.
Monvok muncul dari balik pepohonan, mata merahnya bersinar dalam kegelapan. "Aku tidak menyangka akan menemukanmu di sini, Aiden. Musuh bebuyutan ku, akhirnya kita bertemu di tempat seperti ini," katanya dengan nada sinis.
Aiden menatap Monvok dengan dingin. "Apa yang kau inginkan, Monvok?"
Monvok tersenyum, matanya berkilat penuh kemenangan. "Kau tampak terburu-buru. Apa yang kau cari? Penawar racun, bukan? Kau pasti sedang berusaha menyelamatkan seseorang."
Monvok melangkah mendekat, suaranya semakin provokatif. "Dhampir yang kau lindungi itu, atau mungkin seseorang yang lebih istimewa?"
Aiden tetap diam, mencoba mengabaikan ejekan Monvok. Namun, dalam hatinya, dia tahu bahwa Monvok bisa menebak niatnya. Tanpa berkata apa-apa, Aiden berbalik dan melanjutkan pencariannya. la tidak ingin terlibat lebih jauh dengan Monvok saat ini.
Namun Monvok tidak membiarkannya pergi begitu saja. "Kau bisa saja berbohong, Aiden, tapi aku tahu. Dhampir itu... kehadirannya sudah menggangguku cukup lama." Tiba-tiba Monvok menyerang dengan cakar tajamnya, memaksa Aiden untuk melawan.
❦┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈ Bloodlines of Fate
Mereka akhirnya saling berhadapan di bukit terbuka, bulan purnama bersinar terang, memperlihatkan kekuatan mereka masing-masing. Pertarungan pun dimulai. Monvok menyerang dengan kekuatan luar biasa, energinya begitu kuat dan mematikan. Aiden tahu betul kekuatan Monvok, termasuk racun yang terdapat pada cakar vampir tersebut. Satu goresan saja bisa membuat racun menyebar dalam tubuh vampir dan merusak mereka perlahan-lahan.
Monvok mendaratkan serangan bertubi-tubi, membuat Aiden harus berjuang keras untuk bertahan. "Kau tidak akan bisa menang melawanku, Aiden. Dhampir itu telah membunuh Seraphane, dan aku akan memastikan dia membayar harganya. Aku akan memenangkan perang Downfall, membasmi seluruh umat manusia, dan memastikan tidak ada lagi dhampir yang tersisa!" teriak Monvok dengan penuh kemarahan.
Mendengar hal itu, amarah Aiden pun memuncak. Dengan sekuat tenaga, ia mengerahkan seluruh kekuatannya dan mendorong Monvok hingga terjatuh. Namun Monvok bangkit kembali, tidak menyerah begitu saja. Mereka kembali bertarung, saling menyerang dengan sihir vampir yang membuat udara di sekitar mereka terasa bergetar.
Energi dari serangan mereka menerangi bukit, bentrokan antara dua vampir tua yang sangat kuat.
Namun, perlahan matahari mulai terbit di ufuk timur, sinarnya yang muncul sedikit demi sedikit membuat mereka mundur. Mereka tahu bahwa sinar matahari dapat melemahkan kekuatan mereka. Aiden pun berlari meninggalkan hutan dengan luka yang cukup parah. Cakarnya yang tajam berhasil mengenai beberapa bagian tubuhnya, dan dia terpaksa mengabaikan pencariannya malam ini.
❦┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈ Bloodlines of Fate
Saat tiba di rumah, Aiden langsung menuju kamar Kevin. Tubuh Kevin tampak lebih pucat dari biasanya, napasnya lemah. Rasa bersalah muncul di hati Aiden. Meski dirinya juga terluka, ia tak mau menunjukkan kelemahannya. Dengan hati-hati, ia mengoleskan ramuan yang telah dibuatnya pada luka Kevin, berharap racun itu bisa sedikit mereda meski hanya sementara.
"Kevin, maafkan aku. Aku belum menemukan penawar racun itu..." gumam Aiden dengan nada penuh penyesalan. dia duduk sejenak di sisi tempat tidur, menatap wajah Kevin yang terbaring tanpa sadar. Rasa khawatir dan tanggung jawab sebagai pemimpin membuat hatinya terasa berat.
Pagi itu, meski tubuhnya masih terasa sakit, Aiden harus pergi ke kantor. Sebagai pemimpin perusahaan, dia tidak bisa meninggalkan tugasnya begitu saja. Sebelum pergi, ia memeriksa keadaan Kevin untuk terakhir kali dan memastikan bahwa ramuan yang ia buat masih bekerja.
Ketika Aiden tiba di kantor, ia mendapati suasana sedikit berbeda dari biasanya. Beberapa karyawan berbisik-bisik, seolah membicarakan sesuatu di antara mereka. Aiden tahu apa yang sedang mereka bicarakan, namun ia tetap tenang. Salah seorang karyawan berani bertanya.
"Pak Aiden, kami perhatikan Pak Kevin tidak ada hari ini. Apakah... mungkin Pak Kevin sudah digantikan oleh Elara?"
Aiden menahan senyuman kecil. la tidak ingin membiarkan rumor itu menyebar. Dengan suara tenang, ia berkata, "Kevin sedang cuti. pak Kevin hanya butuh waktu untuk beristirahat."
Para karyawan terkejut mendengar penjelasan langsung dari Aiden. Biasanya, Aiden bukan tipe pemimpin yang banyak bicara, namun kali ini ia memberikan penjelasan untuk meredam spekulasi mereka.
Setelah menjelaskan singkat tentang keberadaan Kevin, Aiden masuk ke ruangannya dan menutup pintu rapat-rapat. Dia berdiri diam sejenak, membiarkan sunyi menguasai pikirannya.
Bayangan pertarungan sengitnya dengan Monvok semalam masih terasa nyata, begitu juga ancaman yang membayangi keselamatan Kevin. Aiden menghela napas panjang, mencoba mengumpulkan sisa-sisa ketenangannya sebelum hari kerja dimulai.
"Tuk Tuk Tuk,"
Suara ketukan pelan membuyarkan lamunannya. Pintu terbuka, memperlihatkan Elara yang melangkah masuk dengan senyum manis. Wanita itu tampak ceria seperti biasa, membawa suasana segar ke dalam ruangan yang penuh tekanan.
"Selamat pagi, Pak Aiden," sapa Elara, suaranya hangat dan lembut.
Aiden menoleh dan membalas senyumnya, meski hanya sejenak. “Selamat pagi, Elara.”
Elara melangkah mendekat dengan ekspresi penuh perhatian. "Bagaimana kabar Kevin, Pak? Saya tahu dia terluka parah karena perampokan itu."
Aiden tersenyum kecil, namun tak dapat menyembunyikan kegelisahan di matanya. "Dia sedang dalam perawatan di rumah. Keadaannya… masih kurang baik."
Ekspresi prihatin melintas di wajah Elara. Dia tahu betapa dekatnya Kevin dan Aiden, dan mendengar bahwa Kevin dalam kondisi serius membuatnya khawatir. “Semoga Kevin cepat pulih, Pak,” ujarnya lembut.
Aiden mengangguk pelan, lalu mengalihkan pandangannya ke luar jendela. Namun, Elara tak bisa menahan diri untuk tidak mengamati Aiden lebih dekat. Dia menyadari sesuatu yang tidak biasa dimana Aiden tampak lebih pucat dari biasanya, dan matanya sedikit lelah. Ada saat-saat ketika dia tampak seperti menahan rasa sakit yang cukup intens.
Elara memberanikan diri untuk bertanya, "Maaf, Pak, apa Anda juga sedang sakit?”
Aiden menggelengkan kepala perlahan, berusaha tampak meyakinkan meski rasa sakit itu seakan menggerogoti kekuatannya dari dalam. “Tidak perlu khawatir, Elara. Saya baik-baik saja.”
Namun, Elara tak begitu saja percaya. Nalurinya mengatakan ada yang tak beres dengan kondisi Aiden. Tanpa berpikir panjang, dia melangkah lebih dekat dan meletakkan tangan di dahi Aiden untuk memeriksa suhunya.
"Elara, apa yang kau lakukan?" Aiden mundur sedikit, mencoba menghindar. Tapi pergerakannya yang tiba-tiba justru membuat keseimbangan Elara goyah, dan dalam hitungan detik, Elara terjatuh ke arah Aiden.
❦┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈ Bloodlines of Fate
Hola, rekomendasi novel nih!
✨ Temukan cerita yang penuh emosi, konflik, dan kekuatan cinta! ✨
Bersiaplah untuk terbawa dalam 'Bloodlines of Fate' dan temukan romansa penuh misteri antara vampir Aiden dan Elara. Atau, jika kamu suka kisah cinta yang penuh tantangan, 'She’s My Wife' menghadirkan kisah Aruna dan Nero yang melawan perbedaan strata sosial demi cinta.
Ingin kisah refleksi remaja yang menyentuh? 'Introspeksi' menceritakan perjalanan Aldo dan Farin dalam menghadapi kedewasaan dan refleksi diri. Dan untuk kamu yang mencari cerita penuh ketegaran, 'Hati yang Terluka, Jiwa yang Kuat' menyajikan perjuangan Lula dan putrinya, Puja, dalam menghadapi kerasnya kehidupan.
📚 Siapkan hatimu, temukan pelajaran hidup, cinta, dan keberanian. Pilih novel yang paling cocok denganmu dan nikmati petualangannya!