NovelToon NovelToon
Ingin Di Cintai Oleh Dua Hati

Ingin Di Cintai Oleh Dua Hati

Status: tamat
Genre:Tamat / Romansa
Popularitas:1.5k
Nilai: 5
Nama Author: All Yovaldi

Di jantung kota Yogyakarta, yang dikenal dengan seni dan budayanya yang kaya, tinggal seorang wanita muda bernama Amara. Dia adalah guru seni di sebuah sekolah menengah, dan setiap harinya, Amara mengabdikan dirinya untuk menginspirasi siswa-siswanya melalui lukisan dan karya seni lainnya. Meski memiliki karir yang memuaskan, hati Amara justru terjebak dalam dilema yang rumit: dia dicintai oleh dua pria yang sangat berbeda.

Rian, sahabat masa kecil Amara, adalah sosok yang selalu ada untuknya. Dia adalah pemuda yang sederhana, tetapi penuh perhatian. Dengan gitar di tangannya, Rian sering menghabiskan malam di kafe-kafe kecil, memainkan lagu-lagu yang menggetarkan hati. Amara tahu bahwa Rian mencintainya tanpa syarat, dan kehadirannya memberikan rasa nyaman yang sulit dia temukan di tempat lain.

Di sisi lain, Darren adalah seorang seniman baru yang pindah dari Jakarta ke Yogyakarta. Dengan tatapan yang tajam dan senyuman yang memikat, Darren membawa semangat baru dalam hidup Amara.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon All Yovaldi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 6 _ Rasa Yang Semakin Jelas

☀️☀️☀️☀️☀️☀️☀️☀️

Pagi di perkemahan terasa lebih cerah dari biasanya. Matahari mulai muncul dari balik bukit, menyapa setiap orang dengan sinar lembutnya. Amara duduk di depan tenda sambil memeluk lutut. Dia memikirkan perjalanan perasaannya sejauh ini. Rasanya makin berat ketika Rian dan Darren sama-sama menunjukkan perhatian. Tapi anehnya, dia tidak merasa terbebani—justru nyaman dengan kehadiran mereka.

“Eh, Mara! Mau kopi nggak?” Rian muncul dengan dua gelas kopi panas di tangannya.

Amara tersenyum, menerima salah satu gelas. “Makasih, Rian. Kamu perhatian banget.”

Rian hanya mengangkat bahu dan tersenyum. “Yah, namanya juga teman baik.”

Obrolan ringan di pagi itu membuat suasana hati Amara sedikit lebih tenang. Tapi sebelum sempat menyesap kopi, Darren tiba-tiba muncul dari belakang, membawa roti bakar.

“Mau sarapan? Gue bikin sendiri, lho. Nggak jamin enak, tapi at least nggak gosong,” ucap Darren sambil mengedipkan mata.

Amara tertawa kecil. “Kalian kenapa sih kayak berlomba buat manjain gue?”

Rian dan Darren saling pandang dengan senyum penuh makna, tapi tidak ada yang menjawab. Mereka malah duduk di samping Amara, menikmati kopi dan sarapan bersama. Sejenak, semua terasa sederhana dan menyenangkan. Tidak ada tekanan untuk memilih, tidak ada pertanyaan tentang masa depan. Hanya ada tawa dan kebersamaan.

“Jadi, rencana hari ini gimana?” tanya Amara sambil mengunyah roti.

“Kita pulang siang ini. Camping-nya kan udah selesai,” jawab Rian.

Amara merasa sedikit kecewa mendengarnya. Dia ingin momen seperti ini bertahan lebih lama. Tanpa sadar, dia melihat ke arah Darren, yang juga tampak berpikir.

“Eh, tapi gue sama Darren sempet kepikiran buat extend sehari lagi. Gimana? Lo ikut nggak, Mara?” tanya Rian tiba-tiba.

Darren mengangguk. “Bener tuh. Kalau nggak buru-buru balik, bisa kan kita explore tempat ini lebih jauh?”

Amara menggigit bibir, mempertimbangkan tawaran itu. “Seru sih, tapi gue nggak bawa baju ganti lagi.”

“Ah, gampang. Baju kan bisa dicuci. Lo tinggal sama kita aja sehari lagi,” Darren menimpali, seolah masalah sudah selesai.

Amara tertawa. “Kalian emang susah banget dilewatin, ya.”

 

Siang itu, sebagian besar teman mereka sudah pulang. Perkemahan mulai sepi, hanya tersisa beberapa tenda. Amara, Rian, dan Darren memutuskan untuk menjelajah hutan kecil di sekitar bukit. Langkah-langkah mereka diiringi canda dan cerita, seakan-akan dunia hanya milik mereka bertiga.

Saat melewati jalan setapak, Amara berjalan di tengah, dengan Rian di sebelah kiri dan Darren di kanan. Mereka terus berbincang tentang berbagai hal—tentang masa kecil, mimpi-mimpi, dan bahkan rencana masa depan.

“Gue tuh sebenernya pengen banget buka bisnis kafe kecil,” kata Rian tiba-tiba.

“Serius? Keren! Kafe kayak gimana?” Amara antusias.

“Yang cozy, buat nongkrong santai. Gue udah punya nama buat kafenya, ‘Ruang Tengah.’” Rian tersenyum membayangkannya.

“Wah, gue pasti bakal jadi pelanggan pertama,” ujar Amara sambil menepuk bahu Rian.

Darren tertawa. “Kalo gue nggak terlalu mikir bisnis. Gue lebih suka traveling. Pengen keliling Indonesia dulu, baru deh coba jalan-jalan ke luar negeri.”

“Cita-cita yang asik juga,” balas Amara.

“Ya, siapa tau suatu hari nanti kita bisa traveling bareng. Kayaknya bakal seru,” ucap Darren dengan nada ringan, tapi matanya menyiratkan sesuatu yang lebih dalam.

Amara merasakan jantungnya berdebar. Bukan hanya karena kata-kata Darren, tapi juga perasaan bahwa dua orang ini benar-benar ingin berada di sisinya.

 

Sore hari, mereka kembali ke perkemahan. Amara merasa lelah, tapi hatinya hangat. Dia tahu bahwa dia tidak bisa terus menggantungkan perasaan seperti ini. Cepat atau lambat, dia harus membuat keputusan. Tapi untuk saat ini, dia ingin menikmati setiap momen.

Mereka bertiga duduk di depan tenda, menatap matahari terbenam. Langit berwarna jingga, memberikan suasana yang syahdu. Amara bersandar pada tangan Rian di satu sisi, sementara Darren berada di sisi lainnya. Dia merasa damai, seolah tidak ada yang salah dengan situasi ini.

“Gue seneng banget bisa ada di sini sama kalian,” kata Amara pelan.

“Kita juga, Mara,” balas Rian dan Darren hampir bersamaan.

Mereka semua tertawa, merasa konyol. Tapi di balik tawa itu, ada perasaan yang tak terucapkan.

“Gue harap kita bisa terus kayak gini,” ucap Darren.

“Gue juga,” sambung Rian.

Amara hanya bisa tersenyum. Untuk sekarang, dia hanya ingin menikmati setiap detik bersama mereka, tanpa memikirkan apa yang akan terjadi besok.

 

Malam itu, sebelum tidur, Amara merenung di dalam tenda. Banyak pikiran berkecamuk di kepalanya. Apakah mungkin mencintai dua orang sekaligus? Apakah salah jika dia tidak bisa langsung memilih?

Dia menghela napas panjang. Mungkin jawabannya belum dia temukan sekarang, dan itu tidak apa-apa. Yang penting, dia tahu bahwa cinta tidak selalu tentang memilih dengan cepat. Terkadang, cinta adalah tentang perjalanan dan belajar memahami perasaan sendiri.

Dengan pikiran itu, Amara memejamkan mata. Dia merasa lebih tenang, siap menghadapi apa pun yang akan datang. Bagaimanapun, dia yakin satu hal: bersama Rian dan Darren, hidup akan selalu penuh warna.

 

Sekian episode 6 nyaa😃 kita lanjut Episode berikutnya...

#Jangan ya dek ya

Selamat Membaca!!!!

1
F.T Zira
pengen maraton baca... tapi gak bisa😭.. kerjaanku numpukkk..lanjut nanti lagi
F.T Zira
kok di bab ini berasa pendek yak😅😅😅
F.T Zira: oohh pantes kalo gitu
All Yovaldi: 900an kata
total 5 replies
F.T Zira
sampe sini dulu, tar lanjut lagi
F.T Zira
🌹 untuk karyamu thor😊
F.T Zira
ini sih namanya nyiksa😑
F.T Zira
caramu jawab itu justru meragukan😮‍💨
F.T Zira
permainan truth or dare nya gak di jabarin?? kan kepo🤭🤭
All Yovaldi: hehe 😆 iya kak, Btw makasih sudah mampir kak
F.T Zira: padahal kesempatan..🤭
total 3 replies
Anonymous
Iih Najis Tu cewek
All Yovaldi: hehe😅
total 1 replies
M R Dorayo
Yah ditunggu update nya ya kak, 🥹🥲 Gemes Gue sama tu Cewek pengen rasanya Gue Gantung dia dijemuran
M R Dorayo
ngak ketingalan tag "Jangan ya dek ya" 😂😂😂
M R Dorayo
jangan ya dek ya🤣🤣🤣😂
F.T Zira
hatimu rumit, amara🤧
F.T Zira: 🤣🤣🤣🤣🤣
All Yovaldi: iyaa 😅😅
total 2 replies
M R Dorayo
iih ngak suka deh Sikap Cewek begitu
F.T Zira
kuberikan semangatku untukmu kak...
semangat berkarya../Determined//Determined//Determined/
F.T Zira: sudah jadi pengemar ya😏
M R Dorayo: iya kak aku suka banget aku sama karya nya kak All ini!!
total 2 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!