Panggilan Emran, sang papa yang meminta Ghani kembali ke Indonesia sebulan yang lalu ternyata untuk membicarakan perihal pernikahan yang sudah direncanakan Emran sejak lama. Ancaman Emran membuat Ghani tak bisa berkutik.
Ghani terpaksa menyembunyikan status pernikahannya dari sang kekasih.
Bagi Khalisa bukan sebuah keberuntungan bertemu dengan Ghani kembali setelah tak pernah bertukar kabar selama tujuh belas tahun.
Bisakah Khalisa bertahan dengan pernikahan tanpa cinta ini, sedang suaminya masih mencintai perempuan lain.
***
"Kamu sendiri yang membuatmu terjebak." Ghani sudah berdiri di depannya, menyalahkan semua yang terjadi pada Khalisa. "Kalau kamu tidak menyetujui lamaran Papa tidak akan terjebak seperti ini." Sangat jelas kekesalan lelaki itu ditujukan padanya.
"Kalau kamu bisa menahan Papamu untuk tidak melamarku semua ini tidak akan terjadi Gha, kamu memanfaatkanku agar masih bisa menikmati kekayaan yang Papamu berikan."
"Benar, aku akan menyiksamu dengan menjadi istriku, Kha." Suara tawa yang menyeramkan keluar dari mulut lelaki itu. Membuat Khalisa bergidik ngeri, berlari ke ranjang menyelimuti seluruh tubuh. Ghani kemudian pergi meninggalkan kamar.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Susilawati_2393, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
19
Saat Khalisa terbangun Ghani sudah tidak ada di sampingnya. Pasti sedang membuatkannya sarapan.
Setelah rapi dengan aroma tubuh yang harum mewangi, Khalisa mencari Ghani di dapur. Cacing peliharaannya sudah kelaparan karena tertidur dalam pelukan Ghani itu membuat banyak energi yang hilang.
Tidur dalam pelukan Ghani? Itu seperti mimpi, sebuah perkembangan yang sangat bagus. Normalkah Ghani? Bisa tidur memeluk perempuan tanpa melakukan apapun. Sedang banyak kasus pemerkosaan hanya gara-gara pakaian yang begitu kentat sehingga menggoda nafsu para pria.
Tidak bernafsukah Ghani padanya? Khalisa bergidik memikirkan. Apa kurangnya dia di mata Ghani? Cantik iya, langsing iya, mulus iya, tapi kenapa masih tidak bisa membuat suaminya tergoda? Lagi-lagi bayangan perempuan itu yang muncul di kepala Khalisa. Sampai kapanpun dia akan tetap kalah dengan pacar Ghani itu.
"Hari ini ada kegiatan?" Tanya Ghani saat duduk di meja makan, tentu saja semua sarapan ini Ghani yang menyiapkan. "Aku mau mengajakmu kerumah mama nengokin si kecil."
Si kecil yang dimaksud Ghani adalah anak kembarannya Ghina. Gak pengen punya juga apa? Atau sudah punya dari perempuan lain. Argh apa-apaan sih Kha mikirnya kejauhan terus.
"Kha.. aku lagi ngomong, kenapa melamun...!!" Ghani menepuk pundak istrinya pelan.
"Yaa, apa Gha?"
"Hari ini kamu sibuk gak? Aku mau ajak ke rumah mama."
"Hanya bikin soal untuk ujian akhir untuk minggu depan, tapi bisa ditunda kok." Sahut Khalisa seolah sangat sibuk.
"Bawa aja sekalian laptopnya nanti sambil kerjain di sana." Kata Ghani, agar aktivitas istrinya hari ini tidak terganggu.
"Jangan, masa ke rumah mama aku bawa kerjaan juga." Khalisa menolak, nanti besok-besok juga masih bisa dikerjain. Itu tadikan cuma alasan, dasar nakal kamu Kha.
"Daripada kamu kebut nanti sakit lagi, yang repot siapa? Aku." Oceh Ghani, Khalisa hanya manggut-manggut sambil menyuap nasi.
Selesai makan Khalisa langsung bersiap mengganti pakaian, menyiapkan laptop dan embel-embelnya.
"Kamu harus belajar untuk rileks Kha, kurangin overthinking. Dari matamu keliatan banget lagi lelah dan banyak pikiran." Kata Ghani panjang lebar saat menyetir, matanya fokus kejalanan yang padat lalu lintas di hari weekend.
"Iya."
"Emang selalu kayak gitu ya?" Lagi-lagi Ghani memastikan kebiasaan Khalisa.
"He'eh, aku susah tidur kalau lagi mikirin sesuatu."
"Walaupun hal kecil?"
"Iya."
"Hmmm."
Kesimpulannya Ghani tidak terlalu dingin, mungkin karena sudah sering masuk mikrowave pelukannya jadi sedikit demi sedikit bisa menghangat. Setelah menempuh perjalanan tiga puluh menit kami sampai tujuan.
Mama mertua menyambut hangat memeluknya dan Ghani, Ghani tidak melepaskan tangannya dari pinggang Khalisa. Dijamin kalau lagi ada mama dan papa mertua sikap Ghani akan lebih manis dari madu kelulut, hhmmm.
Kami mendatangi papa yang santai memangku cucu kesayangannya Airil. Bocah tampan yang baru berumur enam bulan dengan mata bulat, hidung mancung rambut hitam yang tebal, badannya kenyal berisi.
Setelah menyalami papa, Ghani mengambil Airil mendudukkan dipangkuannya. Ghani mendekatkan bocah tampan itu pada Khalisa. Khalisa mencubiti pipi dan menciumnya manja. Wangi bedak bayi yang menyegarkan hidung.
Andai bisa memberikan Ghani anak seperti ini pasti akan sangat bahagia. Khalisa tepiskan pikirannya karena sadar Ghani tidak menginginkan anak dari rahimnya.
Khalisa menyembunyikan matanya yang berkaca-kaca, tapi Ghani dapat menangkapnya. Lelaki itu menarik kepalanya dan menciuminya dengan hangat, diantara kami ada Airil yang sangat menggemaskan.
Papa mama mertua memandangi kami dengan tersenyum, di mata mereka kami sangat mesra. Ini hanyalah sebuah kepalsuan yang selalu ditutupi. Ghina datang membawa minuman dan makanan ringan.
"Sini anakku kamu bikin sendiri aja Gha." Pinta Ghina pada kakak kembarannya sambil tertawa menggoda.
"Semoga kamu cepat memilikinya Sayang." Ucap mama yang duduk di samping Khalisa seolah mengerti keingingannya, hanya anggukan kecil yang keluar. Gimana bisa memilikinya, kalau dicoba Ghani aja belum. Menyedihkan sekali Kha.
"Kalian nginap di sinikan? Sebulan sudah menikah malah gak ada jengukin Papa Mama lagi."
Protes papa, mereka pikir kami sibuk bermesraan di rumah kali yaa, padahal sibuk dengan tembok masing-masing. Soalnya tiap malam ngobrolnya sama tembok doang. Eh tadi malam tidur berdua kok, hangat dalam pelukan Ghani.
"Gak bisa Pah, Kha sibuk dia harus persiapan ujian akhir."
Tangan Ghani menarik bahu istrinya mendekat, satu tangannya lagi mengelus-elus perut Khalisa lembut.
"Sandiwara yang bagus." Bisik Khalisa pelan di telinga Ghani, agar lelaki itu melepaskan tangan dari perutnya. Dia mencoba menepiskan tangan Ghani tapi suaminya itu tetap melakukannya kembali. Tubuh Khalisa jadi bergidik karena sentuhannya, seperti sedang digelitiki.
"Yaah, susah banget ngumpul sama kalian." Tambah mama dengan perasaan kecewa.
"Maklumlah Mah merekakan sibuk, apalagi Kha, inikan ujung semester. Kalau dia di sini Mama gangguin terus bisa-bisa mahasiswanya kegirangan karena gak jadi ujian." Jelas Ghina yang membuat mama mengerti.
"Tapi minggu depan nginap ya, kalau gak mau biar Papa yang nginap di rumah kalian."
"Kan di sini ada Ghina, Zaky dan Airil, kenapa jadi repot-repot ngurusin kami yang belum punya anak." Ujar Ghani tertawa gelak.
"Papa penasaran kamu ngapain aja sama Kha?" Selidik papa sambil menggoda.
Khalisa membaca pikiran curiga papa pada hubungannya. Pasti Ghani juga merasakan itu, sebab dia semakin erat merengkuhnya.
"Jadi mau ikut ngintip ke kamar juga Pah? Emang Mama kurang memuaskan." Sahut Ghani dengab kekehan diikuti Ghina dan mama. Bisanya Ghani bicara seperti itu, sedang Khalisa saja belum dicobanya belum tau bisa memuaskan suaminya atau tidak.
"Kalau boleh," Papa ikut terkekeh.
"Privasi Pah. Gak boleh dibagi-bagi." Tawa Ghani kembali pecah.
"Mama cuma pengen bukti." Tambah mama cemberut.
"Mama papa ngelantur deh bikin Kha bingung aja." Ghani menguatkan pelukannya, menatap mata istrinya yang semakin berkaca-kaca.
"Udah sana bawa Kha istirahat..!!" Titah mama.
"Kha lagi gak sehat ya?" Papa mertua menatap wajah Khalisa yang lemas dengan lingkar mata yang menghitam karena kurang tidur juga kabut yang menyelimuti mata ini.
"Iya, lagi kurang fit aja Pah. Nanti juga segar lagi kalau udah istirahat." Kata Khalisa menenangkan papa mertua yang terlihat cemas.
"Kelelahan Pah, kemaren Kha sampai sore di kampus." Tambah Ghani.
"Kamu gak usah ngajar lagi ya Kha, biar anak Mama aja yang kerja."
"Mama, jangan bahas sekarang ya, kasian Kha." Ghani mengedipkan matanya pada mama mengisyaratkan untuk diam. "Ayo Sayang kita istirahat."
Khalisa mengangguk, Ghani membawanya ke kamar dengan mesra setelah mendapat izin dari papa dan mama. Cukup pintar cara Ghani menghindari papa mamanya.