NovelToon NovelToon
Cintamu Membalut Lukaku

Cintamu Membalut Lukaku

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Nikahmuda / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Kelahiran kembali menjadi kuat / Romansa
Popularitas:1.9k
Nilai: 5
Nama Author: achamout

Sejak kehilangan ayahnya, Aqila Safira Wijaya hidup dalam penderitaan di bawah tekanan ibu dan saudara tirinya. Luka hatinya semakin dalam saat kekasihnya, Daniel Ricardo Vano, mengkhianatinya.

Hingga suatu hari, Alvano Raffael Mahendra hadir membawa harapan baru. Atas permintaan ayahnya, Dimas Rasyid Mahendra, yang ingin menepati janji sahabatnya, Hendra Wijaya, Alvano menikahi Aqila. Pernikahan ini menjadi awal dari perjalanan yang penuh cobaan—dari bayang-bayang masa lalu Aqila hingga ancaman orang ketiga.

Namun, di tengah badai, Alvano menjadi pelindung yang membalut luka Aqila dengan cinta. Akankah cinta mereka cukup kuat untuk menghadapi semua ujian?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon achamout, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 3 Diusir dari Rumah

Pagi itu, Aqila tiba di tempat kerjanya seperti biasa. Hari Jumat adalah hari yang berbeda di tempat ia bekerja. Restoran tempatnya mencari nafkah selalu tutup lebih awal setiap Jumat karena pemiliknya mengadakan pertemuan mingguan dengan seluruh staf.

"Qila, jangan lupa ya, kita tutup lebih cepat hari ini," ujar supervisornya saat melihat Aqila sedang menata meja pelanggan.

"Iya, Pak. Saya ingat," jawab Aqila sambil tersenyum.

Setelah beberapa jam bekerja, seperti yang direncanakan, restoran mulai tutup lebih awal. Aqila merasa hari ini ia punya sedikit waktu luang. Sebuah ide melintas di pikirannya. "Mungkin aku bisa menemui Daniel. Aku jarang ada waktu untuknya belakangan ini. Dia pasti senang kalau aku datang"

Dengan langkah cepat, Aqila memutuskan untuk pergi ke kampus tempat Daniel kuliah, yaitu Mahendra Luminary University. Kampus itu adalah salah satu universitas terbaik di Indonesia. terkenal dengan lingkungannya yang megah dan fasilitasnya yang luar biasa.

Saat tiba di gerbang kampus, Aqila merasa sedikit gugup. "Kampus ini besar sekali. Semoga aku bisa menemukannya tanpa mengganggu kegiatannya"

Ia mencoba menghubungi Daniel, tapi panggilannya tak diangkat. Mungkin dia sedang sibuk di kelas, pikir Aqila sambil memasukkan ponselnya kembali ke dalam tas.

Setelah beberapa menit mencari, Aqila akhirnya tiba di taman kampus yang tenang dan asri. Di sanalah ia melihat dua sosok yang sangat dikenalnya. Langkah Aqila terhenti saat matanya tertuju pada salah satu dari mereka.

"Itu Kak Areta!"

Namun, perhatian Aqila segera tertuju pada pria di sebelah Areta. Hatinya mencelos saat mengenali pria itu, Daniel.

Awalnya, Aqila mencoba berpikir positif. Mungkin mereka sedang membicarakan tugas. Kak Areta memang bilang tadi pagi kalau dia akan menyerahkan tugas Daniel. Namun, tubuhnya membeku ketika melihat Daniel merangkul pinggang Areta dengan mesra. Tak hanya itu, Daniel menatap Areta penuh kasih sayang sebelum mengecup keningnya.

Aqila merasa seluruh dunianya runtuh. Air matanya mulai menggenang tanpa ia sadari. Ia mencoba menyangkal kenyataan pahit itu, tapi pemandangan di depan matanya terlalu jelas untuk disalah artikan.

Dengan tangan gemetar, Aqila berjalan mendekati mereka. "Daniel!" serunya dengan suara bergetar.

Daniel dan Areta sama-sama menoleh ke arah suara itu. Wajah Daniel langsung berubah panik, sementara Areta terlihat santai, bahkan tersenyum kecil.

"Apa-apaan ini?" Aqila bertanya dengan suara pecah, menatap Daniel dengan mata penuh air mata. "Kenapa kamu melakukan ini? Dengan kakakku sendiri?"

Daniel tampak bingung, tidak tahu harus menjawab apa. Namun, Areta langsung melangkah maju, ekspresinya santai seperti tidak ada yang salah.

"Oh, jadi kamu akhirnya tahu juga?" katanya sambil menyilangkan tangan di depan dada.

Aqila menatap Areta dengan tatapan penuh luka. "Kak, kamu tahu dia pacarku! Kenapa… kenapa Kakak tega?"

Areta tertawa kecil, suaranya terdengar sinis. "Pacar? Dia nggak pernah anggap kamu pacar, Qila. Kamu itu cuma alat buat dia. Tugas kuliah, urusan kecil lainnya.itu aja fungsi kamu."

Aqila menoleh ke Daniel, berharap ada pembelaan darinya. "Daniel, katakan kalau ini nggak benar!"

Namun, Daniel hanya menunduk tanpa berkata apa-apa, seperti seorang pengecut yang tidak berani menghadapi kenyataan.

Areta menatap Aqila dengan dingin. "Kamu tuh nggak pantes buat dia, Qila. Daniel butuh wanita yang bisa bikin dia bahagia, bukan cewek miskin yang cuma bisa kerja jadi pelayan."

Ucapan itu menusuk hati Aqila. Tangannya terkepal kuat, tubuhnya bergetar hebat. "Kak, aku ini adikmu! Kenapa Kakak tega ngomong kayak gitu?"

Areta mendengus. "Karena aku nggak peduli! Kamu tuh cuma beban di rumah, nggak ada gunanya sama sekali. Kalau aku jadi Mama, aku udah buang kamu sejak lama."

Pernyataan itu meledakkan emosi Aqila. "KAKAK KETERLALUAN! ASAL KAKAK TAU, KALAU BUKAN KARNA AKU, MUNGKIN KAKAK JUGA NGGAK AKAN BISA KULIAH DISINI! "teriaknya, air mata mengalir deras di pipinya.

Areta mendekat dengan tatapan penuh kebencian. "BERANI BANGET KAMU NGOMONG GITU SAMA AKU!" katanya sambil menjambak rambut Aqila dengan kasar.

Aqila meringis kesakitan, tapi kali ini ia tidak diam saja. Dengan sekuat tenaga, ia melawan, mendorong Areta hingga kakaknya hampir terjatuh. "AKU NGGAK TAKUT SAMA KAKAK LAGI! KAMU JAHAT! KAMU MENGHANCURKAN HIDUPKU!"

Areta tidak menyangka Aqila akan melawan. Wajahnya memerah karena marah. "DASAR ANAK KURANG AJAR!" teriaknya sambil kembali maju, mencoba mencengkeram Aqila.

Melihat keributan itu, Daniel akhirnya bergerak untuk melerai. "SUDAH, BERHENTI KALIAN!" katanya sambil memisahkan mereka berdua.

Namun, alih-alih membela Aqila, Daniel justru menatap Areta dengan penuh kekhawatiran. "Areta, kamu nggak apa-apa?"

Aqila tertegun. "Daniel, aku yang diserang, tapi kamu malah membelanya? Kamu pacarku, bukan dia!"

Daniel menghela napas berat, ekspresinya datar. "Qila, kamu ini ribet banget. Kamu pikir aku serius sama kamu? Kamu nggak pernah selevel sama aku."

Kata-kata itu membuat Aqila merasa seperti ditampar berkali-kali. Air matanya mengalir semakin deras. Dengan suara serak, ia berkata, "Kalau begitu, hubungan kita selesai. Aku nggak mau lagi ada urusan dengan kalian berdua!"

Daniel dan Areta sama-sama terkejut mendengar pernyataan itu. "APA?" tanya Areta, tidak percaya Aqila berani mengambil keputusan itu.

Aqila menatap mereka dengan penuh kepedihan. "Kalian boleh bersama, tapi ingat ini, aku tidak akan pernah memaafkan kalian!"

Tanpa menunggu jawaban, Aqila berlari keluar dari taman kampus. Air matanya terus mengalir saat ia melewati gerbang, merasa seluruh dunianya runtuh.

Sementara itu, beberapa mahasiswa yang menyaksikan keributan itu mulai berbisik-bisik. Tatapan mereka penuh rasa tidak percaya.

"Itu kan Areta? Kakaknya sendiri?"

"Dan Daniel… dia pacarnya Aqila, kan? Kok bisa sejahat itu?"

Areta merasa risih dengan tatapan-tatapan itu, sementara Daniel hanya berdiri terpaku, menyadari bahwa situasinya telah menjadi semakin rumit. Untuk pertama kalinya, mereka merasakan malu yang begitu besar.

Langkah Aqila terhenti sesaat saat tubuhnya menabrak seseorang. tubuh aqila langsung jatuh ke lantai. sementara pria itu hanya terhuyung kebelakang tapi tidak sampai jatuh. mata yang masih basah oleh air mata, ia mendongak dan melihat seorang pria berdiri di depannya. Tinggi, tegap, dengan sorot mata tajam yang memancarkan wibawa.

"Aku minta maaf," gumam Aqila terburu-buru.

Pria itu mengulurkan tangan untuk membantunya berdiri. Namun, Aqila segera bangkit sendiri, menundukkan kepala, dan bergegas pergi tanpa menunggu reaksi. Pria itu hanya berdiri diam, memperhatikan punggungnya yang semakin menjauh.

“Dia menangis…” gumam pria itu pelan.

Ia termenung sesaat. "Tapi… dia tidak terlihat seperti mahasiswa di sini," bisiknya, memerhatikan pakaian Aqila yang sederhana.

Saat ia masih memikirkan gadis itu, suara lembut namun penuh hormat membuyarkan lamunannya.

"Selamat datang, Nak Alvano. Senang sekali melihat Anda kembali ke kampus ini," sapa seorang pria paruh baya berpakaian rapi, penjaga gerbang utama.

Alvano Raffael Mahendra tersenyum tipis dan mengangguk sopan. "Terima kasih, Pak Arif. Lama sekali rasanya tidak mampir ke sini."

Pak Arif tersenyum hangat. "Tentu saja, kampus ini selalu menunggu kehadiran Anda. Bagaimana kabarnya, Nak Alvano?"

"Baik, Pak," jawab Alvano singkat. Ia melirik ke arah gerbang, masih memikirkan gadis yang baru saja menabraknya.

Pak Arif, yang sudah bertahun-tahun bekerja di kampus itu, mengerti bagaimana reputasi Alvano. Pria muda ini adalah putra tunggal Dimas Rasyid Mahendra, pemilik Mahendra Luminary University, salah satu kampus paling terkenal di negeri ini. Tidak hanya berasal dari keluarga terpandang, Alvano juga seorang dosen muda yang dikenal cerdas dan berwibawa. Dengan gelar doktor di bidang manajemen bisnis yang diraihnya di usia muda, Alvano menjadi idola banyak mahasiswa.

Senyum, tatapan dingin tapi karismatik, dan wajah tampannya membuatnya dikejar banyak wanita. Namun, Alvano selalu menjaga batas, menunjukkan profesionalitas tanpa celah.

"Kabar yang saya dengar, Anda akan mulai mengajar lagi di semester ini?" tanya Pak Arif dengan nada sopan.

Alvano mengangguk. "Benar, saya mengambil beberapa mata kuliah untuk semester ini. Saya pikir sudah saatnya kembali aktif di sini, meskipun jadwal di perusahaan masih padat."

Pak Arif terkagum. "Memang sulit menemukan seseorang seperti Anda, Nak. Pemilik perusahaan besar sekaligus pengajar di universitas. Mahasiswa pasti sangat antusias."

Alvano tertawa kecil. "Saya hanya melakukan apa yang saya bisa, Pak Arif. Lagipula, mengajar memberikan saya perspektif baru."

Mereka melanjutkan obrolan ringan sejenak sebelum Alvano meminta izin untuk masuk ke gedung utama. Namun, pikiran Alvano masih tertuju pada sosok gadis tadi. Ada sesuatu dalam cara gadis itu menangis yang mengganggunya, seperti ada cerita besar yang tersimpan di balik air matanya.

"Siapa dia sebenarnya?" gumamnya sambil melangkah ke dalam kampus.

🌸🌸🌸🌸🌸

Aqila membuka pintu rumah dengan langkah gontai, tubuh lelah dan air matanya terus saja mengalir tanpa henti. Saat ia masuk, suara langkahnya yang berat, membuat Miranda menghampiri nya dengan wajah tak sabar.

"Kamu kenapa menangis seperti itu? "tanya Miranda dengan nada datar, tapi sorot matanya, jelas terlihat bahwa ia tak peduli. "jangan-jangan kamu bikin masalah di tempat kerja? aku nggak mau dengar kabar buruk kalau kamu dipecat! kalau kamu dipecat, kita mau makan apa, hah? "

Kata kata itu menghujam hati Aqila seperti sembilu. Miranda bahkan tidak tahu apa yang baru saja ia alami. Dan tetap saja semua yang keluar dari mulut wanita itu hanyalah amarah.

Dengan suara parau, aqila mencoba menjelaskan.

"Aku nggak bikin masalah, ma.."

"Kalau begitu jangan buang waktu mu menangis disini! Lihat itu dapur, berantakan.Cepat kerjakan tugasmu!" Potong Miranda tampa sedikitpun rasa simpati. Ia berbalik, meninggalkan Aqila yang hannya bisa mengangguk lemah sambil menahan sakit di hatinya.

Didapur, Aqila mulai mencuci piring. Tangannya gemetar, pikirannya melayang pada apa yang baru saja terjadi.Air matanya kembali jatuh, bercampur dengan air sabun yang memenuhi wastafel.

Namun, ketenangan saat itu terhenti ketika terdengar suara pintu dibanting keras. Areta baru saja pulang dari kampus. Suaranya terdengar nyaring memanggil dari ruang tamu.

"AQILA DIMANA KAMU?" Areta berteriak, suaranya penuh amarah. Aqila yang mendengar langsung gugup. Ia tau sesuatu yang buruk akan terjadi.

Areta masuk kedapur dengan langkah cepat,wajahnya memerah karena amarah yang meluap. Tampa basa basi, ia langsung menjambak rambut Aqila dengan kasar. Aqila meringis kesakitan, mencoba melepaskan diri. Tetapi Areta menariknya semakin kuat.

"KAMU TAU NGGAK? KAMU SUDAH MEMPERMALUKAN AKU DI KAMPUS TADI!" Areta berteriak tepat di wajah Aqila.

"Aku nggak bermaksud begitu kak... a.. aku cuma.. "

"DIAM KAMU! teriak Areta semakin kuat menarik rambut Aqila.

"Kak, sakit! " rintih Aqila, mencoba melawan dengan tangan kecilnya. namun, Areta jauh lebih kuat.

Keributan itu kemudian terdengar oleh Miranda yang sedang bersantai di kamarnya. Dengan langkah cepat ia masuk kedapur, dan melihat dua anaknya saling tarik menarik.

"ADA APA INI? " Duara Miranda menggema.

Areta melepas jambakan rambut Aqila. Ia menunjuk Aqila dengan penuh kebencian. "Tanya anak nggak tau diri ini Ma! dia bikin aku malu tadi di kampus! Semua orang ngomongin aku gara gara dia! "

Miranda memandang Aqila dengan tatapan tajam. "Apa maksudnya ini Aqila? Apa lagi yang kamu lakukan? "

"Ma aku nggak salah, kk Areta yang.. "

"Kamu selalu punya alasan ya? AKU SUDAH MUAK DENGAR OMONG KOSONG KAMU!" Miranda langsung mengambil sapu yang berada di sudut dapur dan menghantam punggung Aqila dengan keras.

"Akhhh... sa.. sakit Ma.. " Aqila benar-benar merasa kesakitan saat kayu sapu itu menghantam punggungnya.

"Hikss.. ampun Ma.. Ma aku nggak salah, aku cuma mau ngejelasin apa yang aku liat tadi" Ucap aqila mencoba membela diri sambil menahan rasa sakit di badannya.

"KAMU LIHAT APA? KAMU ITU SELALU SAJA CARI CARI MASALAH! " Miranda memukuli Aqila berkali kali sementara Areta berdiri disampingnya dengan senyum sinis.

"Ma aku nggak sengaja liat kk Areta dan Daniel di kampus tadi, mereka.. "

"CUKUP!! AKU NGGAK PEDULI DENGAN APA YANG KAMU LIHAT! KAMU PIKIR AKU BODOH! KAMU CUMA CARI CARI ALASAN UNTUK BIKIN MASALAH DIRUMAH INI! " Miranda memukul Aqila lebih keras, hingga gadis itu jatuh tersungkur ke lantai.

"Akhhhh.. sakit Ma! hikss.. " Aqila benar benar kesakitan. Ia rasa tulang punggungnya itu sudah retak sekarang. Bahkan Aqila merasa badannya sudah lengket. mungkin itu darah.

Areta mendekati aqila. Ia melempar piring yang ada didekatnya hingga pecah berantakan. Pecahannya sempat mengenai wajah aqila.

"akhhh sakitt.. " lirih aqila saat merasakan darah segar mengalir kening aqila. melihat itu Miranda tak peduli. "Aku nggak nyangka kamu berani ngelaporin aku ke Mama! kamu mau cari mati ya?"

"Kk.. a... aku nggak ngelaporin apa apa ke Mama, a..aku cuma.. "

"DIAM! " Areta kembali menjambak rambut Aqila hingga gadis itu berteriak kesakitan.

"Akhh..sakit kk! sakitt"

”Cukup Areta! biar mama yang urus dia!" Miranda mendorong Areta kesamping dan kembali menghantam tubuh Aqila dengan sapu. "KAMU INI ANAK NGGAK TAU DIRI! AKU UDAH SABAR SELAMA INI URUS KAMU! "

"Ma.. tolong hentikan ma! dengerin aku dulu! hikss.. sakitt" ucap Aqila memohon sambil menangis.

"DENGAR APA? KAMU ITU CUMA ANAK PEMBAWA SIAL! KALAU BUKAN KARENA KAMU, HIDUP KAMI NGGAK AKAN SUSAH SEPERTI INI! Miranda kembali menghantam tubuh Aqila dengan sapu hingga gadis itu tak sanggup berdiri lagi.

Miranda lalu berdiri dengan penuh amarah, menunjuk pintu rumah. ”KAMU KELUAR DARI RUMAH INI SEKARANG JUGA! AKU UDAH NGGAK MAU LIAT MUKA KAMU LAGI! "

"Ma.. tolong jangan usir aku. A.. aku udah nggak punya tempat tinggal lagi ma.. hikss" Aqila memohon dengan air mata yang teru mengalir.

"KELUAR! " Miranda kembali menampar wajah Aqila hingga darah segar mengalir di hidung dan bibir nya. ia menyeret Aqila dengan menarik rambutnya hingga keluar rumah.

"SEKARANG KAMU PERGI DARI SINI! DAN JANGAN PERNAH KEMBALI LAGI! " Miranda menatap penuh kebencian pada aqila.

Saat itu juga areta datang dengan membawa semua baju baju aqila yang sudah dimasukkan ke dalam tas. dia melempar kasar ke tubuh Aqila dimana terduduk tak berdaya.

"Ma.. to.. tolong jangan usir aku hikss.. ma.. maafin aku kk" ucapnya pilu.

Namun areta dan Miranda hanya mengacuhkan tangisan Aqila. Mereka menatap Aqila dengan dingin dan tajam , lalu akhirnya menutup pintu dengan keras, meninggalkan Aqila yang sudah tak berdaya diluar rumah.

*******

Mau lanjut nggak nih? terus dukung aku dengan like, vote and komennya ya... ☺

1
hesti_winarni25
semangat berkaya kak
Achamout: Terima kasih kakak😊
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!