Wanita, seorang insan yang diciptakan dari tulang rusuk adamnya. Bisakah seorang wanita hidup tanpa pemilik rusuknya? Bisakah seorang wanita memilih untuk berdiri sendiri tanpa melengkapi pemilik rusuknya? Ini adalah cerita yang mengisahkan tentang seorang wanita yang memperjuangkan kariernya dan kehidupan cintanya. Ashfa Zaina Azmi, yang biasa dipanggil Azmi meniti kariernya dari seorang tukang fotokopi hingga ia bisa berdiri sejajar dengan laki-laki yang dikaguminya. Bagaimana perjalanannya untuk sampai ke titik itu? Dan bagaimana kehidupan cintanya? Note: Halo semuanya.. ini adalah karya keenam author. Setiap cerita yang author tulis berasal dari banyaknya cerita yang author kemas menjadi satu novel. Jika ada kesamaan nama, setting dan latar belakang, semuanya murni kebetulan. Semoga pembaca semuanya menyukainya.. Terimakasih atas dukungannya..
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Meymei, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
7. Hari Minggu
Pagi itu, setelah sholat subuh Azmi kembali tertidur. Sekitar pukul 7 pagi barulah ia bangun karena sang adik membangunkannya.
“Katanya ada janji?”
“Nanti habis dzuhur. Kamu tumben dirumah?”
“Nurul pergi kerumah Neneknya.”
“Ibu dan Ayah?”
“Ada di toko.”
Azmi meregangkan tangannya. Setelah melipat selimut, ia turun dari ranjang seraya mengikat rambutnya. Egi, sang adik menyuruhnya untuk membersihkan muka lalu makan sarapan. Ia sudah membuat sarapan untuk mereka.
“Nasinya mana?”
“Di atas kompor, aku mencoba membuat nasi liwet. Jangan dalam-dalam mengambilnya, paling bawah gosong.”
“Kenapa tidak pakai ricecooker seperti biasanya?”
“Pengen yang di liwet. Mbak kapan mau belajar masak?”
“Tak tahu, aku tidak percaya diri.”
“Kalau tidak dicoba, kapan bisanya?”
Azmi hanya diam. Ia mulai menikmati sarapannya. Egi meninggalkan sang kakak untuk menonton drama Korea kesukaannya. Setelah selesai mencuci piring, Azmi bergabung dengan Egi menonton.
“Gi!” Teriak sang ibu dari luar.
“Iya, Bu.” Jawab keduanya bersamaan.
“Jaga toko sebentar, kami mau belanja. Stok sudah menipis.”
“Siap!”
“Azmi jam berapa janjiannya?”
“Bakda dzuhur.”
“Tolong temani Egi dulu, ya?” Azmi mengangguk.
Setelah kedua orang tuanya pergi, Azmi berangkat mandi sedangkan Egi mengenakan hijabnya dan berjalan menuju warung. Sejak sang ayah pensiun, beliau membuka warung pom mini dan kebutuhan harian. Walau tidak bisa dibandingkan dengan toko sembako, dagangan yang dipajang tetap laku dan bisa memutar modal. Selain itu, beliau juga bertanggung jawab atas penyewaan tenda milik paguyuban.
Selesai mandi, Azmi bersiap-siap dan ke warung menemani Egi. Beberapa pembeli bensin, ia yang melayani sementara Egi bagian memberikan uang kembalian. Saat masjid sudah mulai qiraah, mereka menutup toko dan masuk ke dalam rumah. Tepat sebelum adzan, kedua orang tuanya sudah kembali.
“Azmi pamit, Bu, Pak.”
“Hati-hati dijalan. Jangan terlalu sore pulangnya!”
“Iya, Pak.”
Azmi mengendarai motornya menuju Kafe Love tempat janjian mereka. Disana sudah ada Raika dan Selfi, yang sudah memesankan minum untuk mereka. Tak lama kemudian, Rama, Aidil, Siska dan Tasya datang bergabung.
“Kalian yang sudah bekerja sombong sekali!” Keluh Aidil.
“Kamu juga daftar kerja, beres kan?” Sergah Raika.
“Keluarga PNS sepertiku mana bisa sebebas kalian?”
“Bisa saja, tinggal kamu katakan kepada orang tuamu kalau kamu tidak mau menjadi PNS!”
“Kalau bisa semudah itu, aku sudah ikut dengan kalian mendaftar di perusahaan.”
”Sabar! Memang nasib orang beda-beda.” Kata Rama menengahi.
Di tengah keasyikan mereka mengobrol, hanya Azmi yang diam. Ia hanya ikut tertawa dan tersenyum setiap kali teman-temannya bergurau. Saat pesanan mereka datang, obrolan mereka berhenti sejenak untuk menikmati makanan. Selesai makan mereka melanjutkan obrolan mereka.
“Azmi adalah pemecah rekor diantara kita!” Seru Raika.
“Apa ini maksudnya? Kalau masalah pacaran, bukankah kamu yang memecahkan rekor memiliki mantan terbanyak? Azmi, satu saja tidak punya!” Sindir Tasya.
“Dasar kau! Ini bukan masalah mantan! Kalian tidak tahu sekarang ini Azmi menjadi asisten admin!” Kata Raika dengan bangga.
“Benarkah?” Semua orang menatap kearah Azmi yang sednag menikmati minumannya.
“Kenapa kalian melihatku seperti itu?”
“Benarkah yang dikatakan Raika?” Tanya mereka serempak, Azmi menjawabnya dengan anggukan.
“Hebat!”
“Mujur sekali!”
“Top memang Azmi!”
Teman-temannya saling memuji Azmi yang bisa naik jabatan hanya dengan beberapa bulan bekerja. Mereka mengelu-elukan Azmi tanpa tahu bagaimana proses yang Azmi lalui.
“Sudah, jangan membahas pekerjaan terus! Bukankah Selfi akan menikah?”
“Iya, Sel! Kapan undangannya?”
“Tenang saja! Masih bulan depan, ditanggal cantik.” Jawab Selfi dengan percaya diri.
“Nanti kalau semua yang aku pesan sudah sampai, aku akan mengabari kalian! Pokoknya kalian yang bekerja harus izin dihari itu untuk menjadi bridemaids, oke?” Imbuh Selfi, tetapi justru membuat semua orang terdiam.
“Kalian tega ya?” Selfi berpura-pura sedih.
“Bu-bukan begitu, Sel! Aku tidak tahu apakah bisa mengajukan izin, karena kami kekurangan manpower.” Jawab Azmi kelabakan.
“Aku juga, Sel!” Jawab Raika.
Sedangkan yang lain hanya diam. Mereka tidak tahu harus menjawab apa karena ditanggal itu bukan hari libur seperti sekarang. Mereka belum tentu bisa meminta izin karena mereka masih karyawan baru.
“Sudahlah! Kalian ini tidak setia kawan!”
“Jangan begitu, Sel. Kami tidak janji, tapi kami akan mengusahakannya.” Kata Tasya menenangkan.
Semuanya mengangguki perkataan Tasya, sehingga Selfi bisa bernafas lega. Ia sudah menyiapkan semuanya agar teman-temannya bisa berpartisipasi dalam acara bahagianya. Azmi dan Raika yang ada disamping Selfi, segera memeluknya.
Suasana meja yang awalnya tegang menjadi kembali riang. Setelah makan-makan, mereka melanjutkan acara perkumpulan ke tempat karaoke. Satu-satunya tempat yang bisa mereka gunakan untuk melepaskan stres. Mereka menghabiskan waktu sampai sebelum asar, Azmi pamit untuk pulang.
“Kenapa? Kamu kan sudah bukan anak sekolah lagi?” Keluh Raika.
“Memangnya kalau aku sudah bekerja harus pulang lebih malam begitu? Besok kita harus bekerja, kalian jangan pulang terlalu malam!”
“Kamu tidak seru!”
Azmi menyalami semua temannya dan pulang lebih dulu. Ia memang sudah dewasa, tetapi adab yang diajarkan orang tuanya tetap ia pegang teguh.
Nahas, sepeda motor Azmi mengalami ban bocor di jalan. Azmi mendorong motornya karena bengkel masih jauh. Walaupun banyak orang di sepanjang jalan, tak ada yang membantunya. Tak sanggup mendorong motor, Azmi duduk di pinggir jalan untuk menghubungi sang ayah agar bisa menjemputnya. Tetapi ada seseorang yang menghentikan motornya di depan motor Azmi.
“Ayah, motor Azmi bannya bocor. Bisa minta tolong jemput?”
“Azmi ada di depan Koramil, Yah.”
“Baik, Yah.”
Laki-laki yang berhenti tadi, menunggu Azmi sampai selesai menelepon.
“Azmi.” Panggil laki-laki tersebut.
“Mas Priyo. Ada apa?”
“Kamu bisa menggunakan motorku, aku akan membawa motormu. Didekat SMP ada bengkel.”
“Tidak perlu, Mas. Ayah akan menjemputku.”
“Baiklah. Aku akan menemanimu. Tak baik wanita sepertimu sendirian di jalan seperti ini.” Azmi hanya mengangguk.
Priyo menemani Azmi dengan duduk diatas motornya, sementara Azmi duduk di trotoar berlindung dari cahaya matahari. Sore yang masih panas membuat wajah Azmi memerah, Priyo melihatnya dari ujung matanya.
Tak lama kemudian, Ayah Azmi datang membawa seseorang bersamanya. Ayah Azmi meminta Azmi untuk naik ke motor, sementara orang yang dibawa beliau yang tidak lain adalah anak buah dari paguyuban, membawa motor Azmi.
“Anda siapa?” Tanya Ayah Azmi yang sadar dengan keberadaan Priyo.
“Saya teman kerjanya, Priyo. Saya hanya menemani Azmi menunggu.”
“Terima kasih.” Priyo mengangguk.
Ayah Azmi pamit dan membawa Azmi dengan motor beliau, meninggalkan Priyo dan anak buahnya yang bertanggung jawab membawa motor Azmi. Priyo akhirnya membantu anak buah Ayah Azmi dengan menggandeng motor agar tidak mendorong.