Samuel adalah seorang mantan atlet bela diri profesional, selain itu ia juga bekerja paruh waktu sebagai kurir makanan, namun semuanya berubah saat kiamat zombie yang belum di ketahui muncul dari mana asalnya membawa bencana bagi kota kota di dunia.
Akankah Samuel bertahan dari kiamat itu dan menemukan petunjuk asal usul dari mana datangnya zombie zombie tersebut?!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Baby samuel, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Langkah berbahaya menuju cave city
Samuel dan Tim 7 baru saja kembali ke tempat perlindungan dengan pria yang mereka selamatkan. Pria itu masih terguncang, meskipun tampak lega telah sampai di tempat yang aman. Anggota Tim 7 duduk mengelilinginya di ruangan utama, memberinya waktu untuk tenang. Wajah pria itu masih menyimpan rasa takut, seolah ia baru saja melarikan diri dari kematian.
Samuel menatap pria itu, menyelipkan nada halus dalam suaranya. “Bisa jelaskan apa yang sebenarnya terjadi di stasiun bawah tanah itu? Bagaimana kau bisa sampai di sana?”
Pria itu menghela napas, gemetar, dan mengangguk. “Aku… aku pikir itu tempat yang aman. Aku berlindung di sana setelah tempat tinggalku hancur oleh zombie. Awalnya aman, hanya beberapa zombie biasa… tapi aku salah besar. Ada sesuatu yang… mengerikan di sana.”
Mata Darius menyipit, penuh perhatian. “Sesuatu yang mengerikan? Maksudmu?”
“Makhluk itu… bukan seperti zombie biasa,” lanjut pria itu, suaranya tercekat. “Ia terlihat seperti tanaman, tapi punya gerakan dan kemampuan berburu. Aku menyaksikannya… melahap zombie-zombie. Seolah-olah setiap kali makhluk itu memakan satu zombie, ia menjadi semakin besar, semakin kuat. Ia… seperti monster tumbuhan yang hidup.”
Para anggota tim saling bertukar pandangan, beberapa terlihat tak percaya. Lucas menelan ludah, mencoba menguasai ketakutan yang perlahan merayap dalam hatinya.
Samuel, yang terlihat jauh lebih tenang, mengajukan pertanyaan selanjutnya. “Makhluk itu bisa berkembang biak? Apa yang kau lihat sebenarnya?”
Pria itu menggigil mengingat kejadian itu. “Ia melahap zombie, lalu tubuhnya mulai memproduksi zombie mutasi. Mereka lebih kuat, lebih cepat, dan… lebih agresif. Gerombolan mereka berkeliaran di bawah tanah, menjaga wilayah makhluk itu.”
Ekspresi kejut terlihat di wajah Tim 7. Mereka seolah tak bisa percaya dengan apa yang mereka dengar.
“Makhluk itu bisa menciptakan zombie mutasi?” tanya Jack dengan suara bergetar.
Pria itu mengangguk pelan, lalu menunduk, seolah mengingat pengalaman mengerikan tersebut. “Iya. Dia bukan hanya bertahan hidup, tapi… berkembang biak. Ia menguasai seluruh area bawah tanah, membangun sarangnya dengan mayat-mayat yang dimakannya.”
Samuel menghela nafas, mencoba menyerap informasi ini. “Di mana lokasi pastinya?”
“Di platform utama stasiun bawah tanah di Cave City,” jawab pria itu, napasnya memburu. “Jika kalian berencana ke sana, berhati-hatilah. Makhluk itu cerdas… sepertinya ia tahu bagaimana menjebak dan mengendalikan zombie lainnya untuk melindungi dirinya.”
Samuel mengangguk dalam, menatap pria itu dengan rasa terima kasih. “Terima kasih untuk informasinya. Kita akan berhati-hati.”
Setelah pria itu pergi untuk mendapatkan perawatan medis, Samuel memimpin Tim 7 ke area depan gerbang perlindungan. Mereka berkumpul di tenda utama yang digunakan oleh setiap tim Guardian untuk berdiskusi.
Di dalam tenda, Samuel membuka percakapan, “Jadi, dari informasi yang kita dapatkan, kita berhadapan dengan sesuatu yang jauh lebih berbahaya daripada zombie mutasi biasa. Ini bukan hanya soal bertarung melawan makhluk kuat, tapi makhluk yang cerdas dan dapat berkembang biak.”
Jack menggelengkan kepalanya, menatap teman-temannya dengan rasa waspada. “Hebat, seperti kita masuk ke film horor. Sekarang kita punya ‘bos besar’ yang harus dihancurkan.”
Lucas menimpali dengan ekspresi tegang, “Kalau benar makhluk itu bisa mengendalikan zombie mutasi, berarti sumber wabah baru ada di bawah tanah. Kalau kita bisa menghancurkan dia, mungkin jumlah zombie mutasi akan berkurang.”
Darius mengangguk, wajahnya menunjukkan tekad yang serius. “Jadi, kita harus masuk dan menghancurkannya. Tapi sebelum itu, kita perlu persiapan serius. Ini bukan misi biasa.”
Samuel mengangguk setuju. “Aku setuju. Kita harus siap dengan strategi dan persenjataan yang tepat. Kita tidak boleh meremehkan kekuatan makhluk ini.”
Diskusi berlangsung cukup lama, masing-masing anggota memberikan pendapat dan merancang strategi kasar. Setelah mereka memiliki gambaran tentang apa yang perlu dilakukan, Samuel mengusulkan agar informasi ini segera dilaporkan kepada penjaga gerbang.
Sesampainya di pos penjaga gerbang, mereka menemui seorang penjaga berperawakan besar dengan janggut lebat yang tampak serius mendengarkan laporan mereka. Setelah penjelasan singkat dari Samuel, wajah penjaga itu berubah tegang.
“Jadi, makhluk itu menciptakan zombie mutasi…” gumam penjaga gerbang. Setelah terdiam beberapa saat, ia menatap Samuel dan Tim 7 dengan ekspresi tegas. “Ini adalah tugas kalian sebagai Guardian. Pergilah, dan tumpas makhluk itu. Aku akan memberi waktu tiga hari untuk persiapan. Pastikan kalian siap dalam waktu itu.”
Jack mengangkat tangannya, wajahnya menunjukkan ekspresi setengah tak percaya. “Maaf, Tuan, tiga hari? Maksud Anda tiga hari atau tiga bulan?”
Lucas menimpali dengan nada bercanda untuk mencairkan suasana, “Atau mungkin tiga abad. Kita bisa melatih diri seperti di film action.”
Penjaga gerbang hanya memutar matanya, sedikit tersenyum. Samuel tertawa kecil, lalu berkata dengan serius kepada penjaga, “Tuan, makhluk ini lebih berbahaya dari apa yang kita bayangkan. Tiga hari tidak akan cukup untuk menyiapkan peralatan, obat-obatan, dan strategi yang diperlukan. Kami butuh setidaknya satu minggu.”
Penjaga gerbang menghela napas, menatap Samuel dengan tatapan tegas. Setelah beberapa saat, ia berkata, “Baiklah. Satu minggu. Tapi jangan sia-siakan waktu ini. Pastikan kalian siap, karena jika kalian gagal, kita semua yang akan menanggung akibatnya.”
Samuel mengangguk mantap, menyadari beban tanggung jawab yang ada di pundaknya.
Setelah meninggalkan pos penjaga gerbang, Samuel segera mengumpulkan timnya dan memberi arahan. “Dengar, kita punya waktu satu minggu, tapi itu tidak berarti kita bisa santai. Kita harus benar-benar siap.”
Ia memandang Darius. “Darius, kau dan Jack bertanggung jawab untuk mencari senjata tambahan. Pisau, pelindung, apa pun yang bisa memperkuat pertahanan kita.”
Darius mengangguk dengan penuh semangat. “Siap, kapten. Aku akan cari yang terbaik.”
Samuel melanjutkan, menatap Lucas dan Daniel. “Lucas, Daniel, fokus pada obat-obatan dan bahan medis. Kita butuh perban, obat anti-infeksi, dan lain-lain. Kita tidak tahu seberapa besar kerusakan yang bisa ditimbulkan makhluk itu.”
Lucas mengacungkan jempol. “Obat-obatan, beres.”
Terakhir, Samuel beralih ke Rock dan Bob. “Rock, Bob, periksa peralatan pelindung kita. Jika ada yang kurang, laporkan segera.”
Bob menepuk dada dengan bangga. “Kami akan pastikan semuanya aman, Kapten.”
Setelah semua anggota mendapatkan tugasnya, mereka berpencar untuk segera memulai persiapan. Samuel dan Darius berjalan beriringan menuju tempat tinggal mereka di pos perlindungan. Sepanjang perjalanan, keduanya berbicara serius.
Di dalam ruangannya, Darius mulai merapikan palu gada berduri yang akan ia gunakan. Ia menatap Samuel dengan wajah penuh keyakinan. “Kita bisa melakukannya, Sam. Aku yakin kita mampu mengalahkan makhluk ini, asal kita bekerja sama.”
Samuel tersenyum kecil, meskipun ada kekhawatiran di balik matanya. “Keyakinanmu itu bagus, Darius. Tapi kita tidak bisa meremehkan kekuatan makhluk ini. Situasi ini berbeda. Kita harus siap untuk apa pun yang akan terjadi.”
Darius menatap Samuel dengan pandangan tegas. “Kau tidak takut, kan?”
Samuel hanya mengangkat bahu sambil menatap langit-langit ruangan. “Takut? Kita sudah terbiasa menghadapi zombie, Darius. Tapi ada perbedaan besar antara berani dan ceroboh.”
Darius memandang Samuel, menyadari bahwa di balik sikap tenangnya, Samuel sedang memikirkan sesuatu yang lebih besar. Samuel lalu berhenti sejenak, menatap temannya itu dengan mata yang serius. “Aku berpikir untuk memeriksa lokasi itu lebih awal. Kita tidak bisa berangkat tanpa mengetahui apa yang benar-benar kita hadapi.”
Darius langsung berseru, “Sendirian? Kau gila, Sam! Itu terlalu berbahaya.”
Samuel menepuk pundak Darius, tersenyum kecil. “Tenang saja, Darius. Aku tidak akan langsung masuk ke dalam sarangnya. Aku hanya ingin melihat dari jauh, mengecek rutenya, dan… mencoba kekuatan baru yang kupunya.”
Darius terlihat cemas, tapi ia tahu keras kepala Samuel sulit diubah. “Samuel, jangan gegabah. Ini terlalu berbahaya. Kau bisa terbunuh.”
Samuel menepuk bahu Darius lagi dengan
Melanjutkan kata-katanya, mencoba menenangkan Darius. “Aku sudah tahu risikonya, Darius. Tapi kita tidak punya banyak waktu, dan aku juga tidak bisa diam saja menunggu tanpa informasi yang akurat. Lagi pula, bukankah kita sudah terlatih untuk mengambil risiko?”
Darius terdiam, menatap Samuel dengan campuran khawatir dan rasa hormat. Walaupun sering kali bertengkar, ia mengakui bahwa Samuel punya naluri dan kemampuan untuk menghadapi situasi berbahaya. Namun, kali ini rasa khawatirnya terasa lebih berat dari biasanya.
“Aku hanya berharap kau tidak terlalu gegabah, Sam. Kita berhadapan dengan makhluk yang berbeda dari yang pernah kita hadapi sebelumnya. Ini bukan hanya tentang keberanian, tapi juga kecerdasan,” ujar Darius dengan nada yang lebih serius dari biasanya.
Samuel tersenyum tipis, mencoba meredakan ketegangan. “Kau tahu aku tidak akan melakukan hal bodoh, Darius. Aku akan berhati-hati. Selain itu, aku juga ingin menguji kekuatan baru yang kupunya. Siapa tahu, mungkin ini akan memberi kita keunggulan dalam pertempuran nanti.”
Darius hanya bisa menghela nafas panjang, menyadari bahwa Samuel telah mantap dengan keputusannya. Dengan nada sedikit putus asa, ia berkata, “Baiklah, kalau kau memang harus pergi, lakukan dengan hati-hati. Tapi, ingat, kau punya tim yang mengandalkanmu. Kami semua menunggumu kembali dengan selamat.”
Samuel menepuk bahu Darius dengan senyum yang penuh keyakinan. “Terima kasih, Darius. Aku akan kembali, jangan khawatir.”
Setelah percakapan itu Samuel dan Darius pun beristirahat pada malam itu, kini Samuel percaya diri dengan tubuhnya yang bisa beradaptasi dengan kondisi ekstrem sekalipun, namun di luaran sana ia tak tahu apa yang akan di hadapinya suatu saat nanti.