Alden adalah seorang anak yang sering diintimidasi oleh teman-teman nakalnya di sekolah dan diabaikan oleh keluarganya.
Dia dibuang oleh keluarganya ke sebuah kota yang terkenal sebagai sarang kejahatan.
Kota tersebut sangat kacau dan di luar jangkauan hukum. Di sana, Alden berusaha mencari makna hidup, menemukan keluarga baru, dan menghadapi berbagai geng kriminal dengan bantuan sebuah sistem yang membuatnya semakin kuat.
#story by suciptayasha#
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SuciptaYasha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
29 Dendam di masa lalu
Beberapa tahun lalu. Di tengah hiruk-pikuk kota yang terkoyak oleh perang antar geng kriminal, seorang bocah bernama Elvario berjalan tertatih melalui jalanan yang berserakan puing.
Kota itu, yang dulunya memang sudah berantakan, kini semakin hancur karena perang perebutan kekuasaan yang dilakukan oleh para gengster.
Banyak anak yang kehilangan tempat tinggal dan orang tuanya, termasuk Elvario. Ia sudah berhari-hari tak menemukan makanan ataupun air untuk di minum. Ia merasakan perutnya melilit perih.
Jalanan yang dulu dikenalnya kini adalah labirin gelap yang penuh bahaya, dan seolah tak ada secercah harapan tersisa.
Saat kesadarannya mulai memudar dan tubuh kecilnya hampir lunglai di sudut gang sempit, dua pasang tangan tiba-tiba meraih, menolongnya kembali berdiri.
Luca dan Luis, dua saudara laki-laki yang juga terlempar ke kerasnya kehidupan jalanan, memandangnya dengan tatapan penuh empati.
Mereka mendengar cerita serupa dari banyak anak yang terlantar di kota itu, tetapi ada sesuatu dalam diri Elvario yang menggerakkan hati mereka.
Luis, yang lebih tua dan bijaksana dari usianya, berbicara dengan lembut, "Kami tahu tempat di mana kita bisa mendapatkan makanan."
Luca menambahkan dengan percaya diri, "Tapi kita harus bekerja keras untuk itu."
Elvario menerima uluran tangan kedua saudara itu, melangkahkan kaki kecil mereka menelusuri kekacauan di kota itu. Tujuan mereka adalah panti asuhan yang terletak di pinggiran kota, jauh dari tempat peperangan.
Di sana, banyak anak yang bernasib sama dengan mereka berkumpul menjadi satu. Keberadaan panti asuhan itu memberikan mereka tempat berlindung dari ganasnya kehidupan jalanan.
Meski bangunannya tidak mewah, namun rasa kebersamaan dan saling menjaga menghangatkan suasana yang ada.
Hari demi hari, Elvario, Luca, dan Luis mulai beradaptasi dengan kehidupan di panti asuhan tersebut. Mereka bertiga kerap membantu pengurus panti, Suster Mira, mengurus adik-adik yang lebih kecil atau menanam sayuran di halaman belakang untuk menambah persediaan makanan.
Meskipun masih muda, Mira sudah menjadi layaknya ibu bagi anak anak panti, ia bekerja tanpa lelah untuk memenuhi kebutuhan anak anak yang tinggal disana.
Elvario, yang dahulu pendiam karena trauma kehilangan orang tua, perlahan mulai membuka diri terutama kepada Suster Mira yang sudah ia anggap sebagai kakak perempuannya.
Dia menemukan kenyamanan dalam berbagi cerita dengan anak-anak lain yang mengalami nasib serupa.
Cerita demi cerita menjadi terapi bagi mereka yang masih muda untuk saling menguatkan dan melupakan sementara luka-luka di masa lalu.
Namun kedamaian kecil itu tidak berlangsung lama. Elvario berlutut tak berdaya ketika melihat pemandangan panti yang terbakar oleh kobaran api, teriakan putus asa dari anak anak yang terjebak api dapat terdengar bersamaan dengan bau daging yang hangus.
Di halaman panti, terlihat beberapa gengster yang sedang menyeret ibu Mira dengan kasar. Mereka merobek pakaian suster itu, melecehkannya beramai ramai kemudian membunuhnya dengan sadis.
Kejadian itu tidak luput dari pandangan Elvario, ia merasa sedih, namun juga marah disaat yang bersamaan. Jantungnya berdetak kencang, memompa darah lebih kuat ke seluruh tubuhnya. Matanya memerah penuh akan dendam yang membara.
Bagaikan kerasukan setan, Elvario membunuh seluruh gengster yang menyerang panti. Ia tidak berhenti hingga darah musuhnya mewarnai seluruh halaman panti.
Hujan lebat turun memadamkan api yang menyelimuti panti dengan ganas, namun sudah terlambat, tidak ada apapun yang tersisa dari tempat itu.
Elvario berdiri sambil menatap langit berawan. Pikirannya kosong, seluruh orang yang dia anggap seperti keluarga kini telah direnggut untuk kedua kalinya.
Ia ingin menyerah untuk hidup, namun kenyataan pahit memaksanya untuk tetap hidup demi membalaskan dendamnya.
Beberapa hari sebelum tragedi itu, Luis dan Luca merasa terdesak. Tekanan dari geng yang terus memburu mereka semakin meningkat.
Mereka berdua berada dalam dilema; di satu sisi, mereka ingin melindungi anak-anak panti, termasuk Elvario, tetapi di sisi lain mereka ketakutan akan bahaya dari geng yang mengejar mereka.
Ternyata, bos geng menawarkan kesepakatan kepada mereka: kebebasan dari ancaman dan jaminan hidup aman asalkan mereka memberikan informasi penting tentang lokasi panti tersebut.
Luis dan Luca, yang merasa kepepet, sepakat dengan janji itu. Akibat kelemahan dan pengkhianatan mereka berujung pada tragedi yang mengerikan.
Setelah memberi informasi kepada geng tersebut, nurani mereka tersiksa. Mereka berusaha membatalkan rencana itu, namun semuanya sudah terlambat.
Hati mereka dipenuhi rasa bersalah ketika panti asuhan, rumah yang mereka cintai, dihancurkan.
Luca dan Luis kembali ke panti, berusaha mencari Elvario di tengah-tengah reruntuhan dan puing-puing.
Mereka menemukannya di satu sudut jalan, berlumuran darah dan kehancuran, nampak mati namun hidup.
Tanpa berkata-kata, Elvario menatap saudara-saudara sejalan itu dengan tatapan penuh arti, mengetahui peran mereka dalam kehancuran yang menimpa hidupnya.
...
"Aku akan membunuhmu sekarang juga pengkhianat!"
Teriakan Elvario bergema dengan keras di tengah ruangan kontrol, membuat Luca tertegun sejenak dan tidak sempat menghalau tinju yang mendarat tepat di wajahnya.
Luca terhuyung, namun Elvario belum berhenti, ia terus melancarkan serangan dan tendangan cepat tapi terstruktur ke tubuh Luca. Eksekutif ke-4, Luca menerima banyak luka, namun tekadnya masih kuat untuk membuatnya bangkit.
Ia menatap Elvario yang tampak dipenuhi dendam dan kemarahan akan tragedi yang menimpanya di masa lalu.
"Luca, aku akan membuatmu merasakan apa yang dirasakan anak anak panti, terutama suster Mira atas ulah kalian berdua."
Luca hanya terdiam, mengingat kejadian di masa lalu. Dia tahu jika perbuatannya sangat kejam, namun dia tidak menunjukan penyesalan sedikitpun, yang membuat Elvario semakin marah.
Elvario melanjutkan rentetan pukulannya dengan semangat yang tidak berkurang sedikit pun, kemarahan yang telah membara selama bertahun-tahun kini menemukan sasaran.
Lebam di tubuh Luca menjadi saksi dendam yang terpendam dalam hati Elvario.
Di sudut lain ruangan, Luis menyaksikan kejadian itu dengan air mata bergulir di pipinya. Dia merasa terjebak antara dua saudara yang baginya sudah seperti keluarga sendiri.
Luis tahu jika mereka harus membayar atas pengkhianatan yang telah menghancurkan panti, tetapi dia tidak bisa membiarkan Elvario kehilangan dirinya dalam lingkaran balas dendam.
“Berhenti, Elvario!” teriak Luis, berusaha menghentikan keributan yang semakin meningkat. Namun, Alden dengan cepat menarik kerahnya dan melemparnya ke luar ruangan.
Kini, ia dan Luis berada di lorong bunker yang di setiap sisinya terbuat dari besi aluminum. Alden ingin menyingkirkan Luis yang ingin mengambil alis kembali suasana.
"Cuh!" Luis membuang ludah yang dipenuhi dengan darah, ia menatap Alden dengan mata berkaca kaca. "Kau adalah tipe orang yang paling kubenci, memanfaat masa lalunya untuk mengendalikan Elvario."
Alden tersenyum tipis, "Aku tidak tahu seperti apa kalian di masa lalu, tapi aku hanya membantu temanku Elvario untuk membalaskan dendamnya."
"Kau, dasar iblis!"
Luis dengan penuh kemarahan kembali menyerang Alden, tetapi Alden dengan refleks yang terlatih menangkis serangan Luis dan membalas dengan pukulan telak ke perutnya.
Luis terhuyung ke belakang, merasakan nyeri yang menjalar di seluruh tubuhnya. Alden melangkah mendekat, suaranya datar namun mengandung ancaman yang nyata.
"Ini bukan tentang masa lalu kalian, Luis. Bagi Elvario, ini adalah penebusan, sesuatu yang kau takkan mengerti."
Dengan skill tendangan memutar, Alden kemudian menendang tepat di leher Luis, membuat mata pria itu terbalik dan akhirnya pingsan.
(saran aja)