Setelah lima tahun memendam rasa cinta pada pria yang berstatus sebagai mantan kekasih kakaknya akhirnya membuat Amara memberanikan diri untuk mengungkapkan rasa cintanya pada sosok pria dingin bernama Aga.
Jawaban berupa penolakan yang keluar dari mulut Aga yang hanya menganggapnya sebagai seorang adik tak membuat Amara gentar untuk mengejar cinta Aga. Amara yakin jika suatu saat nanti ia bisa menggantikan sosok Naina di hati Aga.
Hingga beberapa waktu berlalu, Amara yang sudah lelah mengejar cinta Aga pun akhirnya memilih berhenti dan melupakan cintanya pada Aga.
Namun hal tak terduga terjadi, sikap Amara yang tak lagi mengejar dirinya membuat Aga mulai resah terlebih saat mendengar kabar jika Amara menjalin hubungan dengan pria lain.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SHy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tidak ada kemajuan
"Kasih tahu gak ya..." Daniel menggoda istrinya. Naina yang mendengarnya pun memutas kedua bola matanya malas.
"Aku sedang tidak ingin bercanda. Sekarang katakan kalian sedang membicarakan apa?" Naina menatap suaminya curiga.
"Kami hanya membahas keinginan Zeline yang ingin memiliki adik lagi." Jawab Daniel seraya tersenyum.
Naina tentu saja tak percaya begitu saja. "Jangan berbohong, Sayang. Jika kau hanya membahas tentang keinginan Zel yang ingin adik lagi kalian tidak mungkin berbisik seperti tadi." Tekan Naina.
"Tapi Zel dan papah memang berbisik tentang adik bayi mamah." Si kecil Zeline akhirnya ikut bersuara.
Naina menghela napas dalam. Bingung harus percaya atau tidak dengan perkataan anak dan suaminya.
"Sudahlah sayang. Jangan kepo seperti itu karena itu tidak baik." Tutur Daniel lembut sambil memberikan usapan di pipi istrinya. "Sebaiknya sekarang kita ke kamar saja karena sudah waktunya Zel untuk tidur." Ajak Daniel sebelum Naina menjawab perkataannya.
"Iya, mamah dan papah pergi saja. Zel kan mau tidur." Usir Zeline halus. Ia tidak ingin jika Naina terlalu lama berada di dalam kamarnya maka akan membuat rahasianya dan Daniel terbongkar.
"Baikalah. Sekarang ayo masuk ke dalam kamar dan jangan keluar lagi." Ajak Naina pada Zeline.
Si kecil Zeline mengangguk lalu melangkahkan kaki masuk ke dalam kamarnya.
"Untung saja papah tidak bocor itu." Ucap Zeline kecil dalam hati setelah berbaring di atas ranjang.
*
Hari-hari terus berlalu, Amara masih setia dengan tekadnya untuk mengejar cinta Aga. Berbagai upaya ia lakukan untuk menarik perhatian Aga. Dari mulai memberikan perhatian hingga berpenampillan menarik agar Aga dapat melihatnya sebagai seorang wanita.
"Kenapa rasanya sulit sekali untuk mendapatkan cinta kak Aga." Keluh Amara sambil menjatuhkan wajahnya di atas meja kerjanya. Setelah begitu banyak upaya yang ia lakukan namun tak kunjung berhasil juga.
"Apa selamanya Kak Aga akan menganggapku seorang adik hingga tidak bisa melihatku sebagai seorang wanita?" Gumam Amara.
Pulang dari bekerja, Amara banyak termenung di dalam kamarnya. Ia terus memikirkan hubungannya dan Aga yang tidak ada kemajuan sama sekali.
"Apa karena aku berstatus sebagai adik Kak Naina sehingga Kak Aga sulit untuk menerima cintaku?" Amara jadi berpikir yang tidak-tidak untuk yang kesekian kalinya.
Suara ketukan pintu dari luar kamarnya membuyarkan lamunan Amara tentang Aga. Amara segera meminta seseorang yang mengetuk pintuk untuk masuk karena pintu kamarnya tidak terkunci.
"Kak Naina." Amara tersenyum pada Naina yang menginap di rumah kedua orang tua mereka malam itu.
"Mara, kau belum tidur." Naina mendekat seraya tersenyum.
Amara menggeleng. "Sini duduk kak." Amara menepuk sisi ranjang yang kosong.
Naina mengangguk mengiyakannya lalu duduk di sebelah Amara.
"Ada apa, kenapa kakak lihat kau sering menyendiri akhir-akhir ini."
Amara terdiam beberapa saat. Ditatapnya wajah Naina yang tengah tersenyum lembut kepadanya. Jika dibandingkan dirinya, Naina memang jauh berbeda. Kakaknya itu lebih suka tampil apa adanya sedangkan dirinya lebih suka tampil ada apanya.
"Mara tidak apa-apa kak. Hanya ingin istirahat saja di dalam kamar. Akhir-akhir ini begitu banyak perkerjaan yang menguras pikiran di kantor."
"Benarkah begitu?" Naina masih tetap tersenyum namun menyiratkan arti.
"Iya, kak." Jawab Amara ikut tersenyum.
"Banyak pekerjaan di kantor atau karena banyak memikirkan Kak Aga?" Tanya Naina kemudian yang berhasil membuat Amara terkejut mendengarnya.
***