Apocalypse (Bertahan Di Hari Terakhir Umat Manusia)
Matahari mulai merunduk di balik gedung-gedung tinggi kota yang sibuk. Di antara tumpukan sampah dan mayat-mayat yang tergeletak di tempat pembuangan, seorang lelaki terbangun. Rasa dingin menggelitik kulitnya, dan saat ia berusaha mengingat bagaimana ia bisa berada di sini, rasa sakit menyerang sekujur tubuhnya. "Ini di mana?!" batinnya bertanya-tanya, berjuang untuk berdiri di tengah puing-puing yang berserakan.
Setiap langkah yang diambilnya terasa berat. Dia berjalan tertatih-tatih, terjebak dalam pikiran dan rasa sakitnya. Tak ada tujuan jelas, hanya naluri bertahan hidup yang membawanya melangkah lebih jauh. Tempat pembuangan itu seolah tidak ada habisnya, dipenuhi sampah dan mayat-mayat yang menggunung. Dia merasakan hawa tak menyenangkan menyelimuti tubuhnya; kehadiran mayat-mayat itu seperti menatapnya dengan kerinduan.
Setelah berjalan sekitar satu kilometer, pandangannya tertuju pada pintu pagar di ujung jalan. Rasa harapan tiba-tiba muncul dalam hatinya, dan sebuah senyuman kecil terbit di wajahnya yang pucat. Namun, harapan itu terhenti ketika ia sampai di depan pintu yang terkunci dengan gembok besar. Seolah menghalangi segala sesuatu yang ingin keluar dari tempat mengerikan ini.
Namun, lelaki itu tidak patah semangat. Dengan cepat ia mengorek saku celananya dan mengeluarkan sebuah kawat. Dalam sekejap, kawat itu ia bentuk menjadi alat sederhana untuk membuka kunci. Tak ada waktu untuk berlama-lama, dia mulai bekerja. Gerakan tangannya cepat dan terampil. Dengan satu klik, gembok itu terbuka, dan dia melangkah keluar.
Namun, ketika dia berhasil keluar, sesuatu yang mengerikan terjadi. Dari dalam tumpukan mayat, dengan cara yang tidak bisa dijelaskan, beberapa mayat mulai bergerak. Wajah-wajah pucat yang terbaring mendadak membuka mata dan bangkit dari kematian. Dengan ketidakpercayaan yang menyelubungi dirinya, dia menyaksikan para mayat itu berlari ke arah pintu yang baru saja ia buka, seolah mereka merindukan kebebasan dari tempat yang lebih kelam.
Pindah ke bagian lain kota, suasana ramai dan penuh sesak dengan manusia yang berjalan kaki dan berkendara. Di antara kerumunan, seorang lelaki muda mengenakan jaket Levi's silver melaju di atas motor klasik tahun 90-an. Senyum cerah menghiasi wajahnya, seolah semua ini hanya bagian dari rutinitas sehari-hari. Namun, yang dia bawa di jok belakangnya adalah sebuah tas kotak hitam, berisi makanan yang dipesan dari pemilik rumah elite.
Dia berhenti di depan gerbang rumah megah, dijaga oleh seorang lelaki berpostur tegap dengan jas hitam dan kacamata hitam. "Wah, rumah ini mewah sekali! Apa yakin ada orang kaya yang memesan makanan murahan seperti ini?!" batinnya bergumam heran, membayangkan pemilik rumah yang lebih memilih restoran bintang lima.
Lelaki berjas hitam itu mendekatinya. "Hei nak, apakah ini pesanan dari tuan rumah Stink?!" tanyanya, suaranya tegas namun tidak menyebalkan.
"Benar, Pak. Di sini tertulis atas nama Stink dengan alamat ini," jawab kurir itu, menunjukkan kertas pesanan.
Lelaki berjas hitam itu segera mengambil makanan dari kurir dan membayarnya. "Ini pembayarannya. Silakan kau ambil kembaliannya, nak!" Ucapnya, sambil memberikan sejumlah uang yang tidak sedikit.
Kurir itu terkejut. "Hei, Pak... Maaf, apa ini tidak kebanyakan?!" tanyanya, sedikit ragu.
"Ini adalah tips dari pemilik rumah. Ambillah," jawab lelaki berjas hitam itu.
Kejadian tiba-tiba mengubah suasana saat suara sirene polisi dan ambulans mulai terdengar dari kejauhan. Dalam ketidakpastian, kurir tersebut berpamitan dan menyalakan motornya. Namun, saat ia bersiap untuk pergi, sebuah bus pariwisata melaju kencang ke arahnya. Kurir itu tidak sempat menghindar; ia terserempet dan terpental sejauh dua puluh meter, menghantam dinding apotek di sekitarnya dan jatuh tak sadarkan diri.
Melihat itu, lelaki penjaga gerbang segera berlari menuju ke tempat kurir terjatuh. Namun, di saat yang sama, penumpang dari bus tersebut mulai keluar dengan wajah pucat dan tubuh penuh darah. Mereka berlari ke arah keramaian, menyerang orang-orang yang masih normal dengan gigitan penuh nafsu. Kejadian itu terjadi begitu cepat, dan lelaki penjaga gerbang terhenti sejenak, mengamati kekacauan yang berkembang di depan matanya.
Sementara itu, lelaki kurir yang terjatuh masih terbaring tak berdaya. Penjaga gerbang, dengan naluri pelindung yang kuat, berlari menuju apotek dan melompati pintu. Di dalam, suasana sepi dan suram. Dia melihat kurir tergeletak di tengah ruangan, wajahnya pucat dan tidak bergerak.
Dengan cepat, dia berlari menghampiri dan menepuk-nepuk pipinya. "Hei! Bangunlah! Kau tidak apa-apa?!" tanyanya, kegelisahan mengisi suaranya.
Lelaki kurir itu akhirnya membuka matanya, terkejut melihat kekacauan di luar kaca apotek. "Ada apa ini sebenarnya?!" tanyanya bingung, mengamati orang-orang berlarian dengan ketakutan.
"Tak ada waktu untuk menjelaskan! Kita harus pergi dari sini!" jawab penjaga gerbang, menarik lelaki kurir itu untuk berdiri.
Namun, saat lelaki kurir mencoba berdiri, rasa sakit menjalar di pahanya. Ia melihat ada pecahan kaca menusuk dagingnya, dan rasa sakit yang mengerikan membuatnya berteriak. "Arrrrgghhh...!!!!"
Lelaki penjaga gerbang segera melepas jasnya dan merobek sedikit bagian kemeja putihnya. Dengan sigap, dia mencabut pecahan kaca itu, meskipun lelaki kurir itu kembali berteriak kesakitan. "Tahan! Ini akan terasa perih!" katanya sambil bersiap menuangkan alkohol ke lukanya.
Sementara itu, dari arah pintu apotek, seorang makhluk liar berlari menuju mereka. "Hei, di belakangmu! Dia berlari ke sini!" teriak lelaki kurir, matanya melebar melihat bahaya yang mendekat.
Dengan sigap, penjaga gerbang berlari menendang makhluk itu, namun makhluk tersebut dengan cepat bangkit dan mencoba menyerang. Dengan keahlian bertarungnya, lelaki penjaga gerbang berhasil memukul makhluk itu hingga jatuh kembali, namun keadaannya semakin genting.
"Hampir saja aku tergigit makhluk ini!" ucapnya, menghela napas berat. Di luar, keramaian semakin mengerikan, suara jeritan dan teriakan memenuhi udara.
Lelaki kurir itu, dengan nyawa yang tersisa, melihat keadaan di luar yang sudah tak terkendali. "Apa yang sebenarnya terjadi di sini?!" tanyanya bingung, tak bisa memahami apa yang sedang berlangsung.
Penjaga gerbang mulai mencari barang-barang yang bisa digunakan. Dia mengumpulkan perban, obat pereda nyeri, dan perlengkapan lainnya dari apotek. "Apakah kau bisa berdiri, nak?!" tanyanya, berusaha membantu lelaki kurir itu.
"Ya, aku bisa mencobanya!" jawabnya, berusaha bangkit meski nyeri terus menghantuinya. Mereka berdua bergegas ke ruangan staf yang lebih aman, menghindari makhluk-makhluk liar yang berlarian di luar.
Begitu sampai di dalam ruangan staf, penjaga gerbang segera menggeser meja dan kursi untuk menghalangi pintu masuk. Mereka bekerja cepat, menyusun perabotan dengan rapi sehingga tidak ada celah untuk makhluk-makhluk itu masuk. "Dengan ini, mereka tak akan mudah masuk!" ucapnya, memastikan keamanan sementara.
Setelah semua persiapan selesai, lelaki kurir itu duduk di atas lantai, berusaha menahan rasa sakit yang terus menyiksa pahanya. Penjaga gerbang memeriksa lukanya dengan seksama, melihat luka sobekan yang dalam dan pendarahan yang tak kunjung berhenti. "Kita harus mengobati ini agar tidak infeksi," katanya, sambil menyiapkan alkohol untuk membersihkan luka.
Setelah melakukan perawatan sebaik mungkin, lelaki kurir itu berterima kasih kepada penjaga gerbang. "Terima kasih, aku berhutang budi padamu. Siapakah namamu?" tanyanya.
"Namaku Darius Ironclad," jawabnya, suaranya mantap. "Dan kau?"
"Namaku Samuel," jawab lelaki kurir itu, merasakan ikatan yang terbentuk di antara mereka. Mereka berdua bertukar cerita singkat, tetapi latar belakang Samuel yang kelam masih menjadi misteri.
Sementara malam semakin gelap, mereka berdua akhirnya aman di dalam ruangan staf. Meja dan kursi yang menghalangi pintu masuk memberi mereka perlindungan sementara. Dalam ketegangan dan rasa sakit, mereka tahu bahwa malam ini adalah awal dari sesuatu yang mengerikan. Suara rintihan dan gemeretak dari makhluk-makhluk itu terdengar jelas dari balik pintu yang tertutup rapat. Di luar sana, dunia telah berubah menjadi mimpi buruk yang mereka belum pahami sepenuhnya.
Samuel mengatur napasnya yang berat, masih berusaha memproses semua yang telah terjadi. Di sebelahnya, Darius duduk bersandar pada dinding, tetap waspada dengan telinganya yang tajam mengamati setiap suara yang datang. Mereka berdua tidak tahu apa yang akan menanti esok hari, namun setidaknya untuk malam ini, di dalam ruang staf yang pengap dan sempit itu, mereka bisa merasa sedikit aman.
Di depan pintu, meja dan kursi yang mereka tumpuk menghalangi makhluk-makhluk itu, memberikan jaminan bahwa untuk malam ini, tidak ada satupun dari mereka yang akan masuk. Dan di tengah kesunyian itu, tanpa kata-kata lagi, kedua lelaki tersebut hanya duduk bersama, terjebak dalam kegelapan yang kini meliputi dunia mereka.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 31 Episodes
Comments
Mia
Excelente
2024-11-08
1