Rindunya adalah hal terlarang. Bagaikan sebuah bom waktu yang perlahan akan meledak di hadapannya. Dia sadar akan kesalahan ini. Namun, dia sudah terlanjur masuk ke dalam cinta yang berada di atas kebohongan dan mimpi yang semu. Hanya sebuah harapan rapuh yang sedang dia perjuangkan.
Ketika hubungan terjalin di atas permintaan keluarga, dan berakhir dengan keduanya bertemu orang lain yang perlahan menggoyahkan keyakinan hatinya.
Antara Benji dan Nirmala yang perlahan masuk ke dalam hubungan sepasang kekasih ini dan menggoyahkan komitmen atas nama cinta itu yang kini mulai meragu, benarkah yang mereka rasakan adalah cinta?
"Tidak ada hal indah yang selamanya di dunia ini. Pelangi dan senja tetap pergi tanpa menjanjikan akan kembali esok hari"
Kesalahan yang dia buat, sejak hari dia bersedia untuk bersamanya. Ini bukan tentang kisah romantis, hanya tentang hati yang terpenjara atas cinta semu.
Antara cinta dan logika yang harus dipertimbangkan. Entah mana yang akan menang?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nita.P, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Aku Mengkhawatirkanmu!
Nirmala selesai mandi dan berpakaian, hari ini dia tidak ada pekerjaan, jadi hanya akan diam saja di Rumah. Mengeringkan rambutnya dengan handuk kecil sambil duduk di sofa.
Mengambil ponselnya, melihat ada beberapa panggilan tak terjawab dari nomor yang sama. Nirmala menghembuskan nafas kasar, dia jadi bingung sendiri bagaimana menghadapi Galen.
"Ah, kopiku keburu dingin 'kan"
Nirmala menatap sayang pada cangkir kopi yang sudah dingin itu. Dia adalah perempuan penggemar kopi, hingga setiap sarapan saja selalu dengan kopi, bukan susu seperti yang dia berikan pada Laura. Meski keadaan lambungnya terkadang tidak baik-baik saja.
"Ah, aku akan nikmati hari ini dengan bersantai"
Nirmala berjalan ke arah balkon kamar, berdiri disana dengan berpegangan pada pagar pembatas. Menghirup udara dengan dalam, menghilangkan beban berat dalam dirinya saat ini. Semua hal yang menimpa dirinya cukup membuatnya tertekan.
Suara deruman mesin mobil membuat Nirmala langsung menatap ke bawah, tepat dimana halaman Rumah. Sebuah mobil mewah masuk ke dalam pekarangan Rumah. Nirmala menyipitkan matanya untuk memperjelas penglihatannya pada mobil itu.
"Loh itu 'kan mobil Tuan Galen. Aaa... Dia mau apa kesini? Nona Muda 'kan tidak ada sekarang"
Nirmala jadi panik sendiri, masalahnya Laura yang tidak ada disini. Dia berlari keluar kamar, berlari menuruni anak tangga hingga hampir terpeleset, beruntung masih berpegangan dan tidak terjatuh.
"Apa yang kau lakukan?!"
Teriakan dari suara bariton itu membuat Nirmala terkejut. Dia melihat Galen yang berjalan ke arahnya dengan wajah yang dingin. Bertemu di tengah-tengah anak tangga sekarang.
"Kau ingin jatuh dan mengalami gegar otak? Iya?"
Nirmala mengerjap kaget, suara Galen yang begitu dingin membuat dia merinding. "Tuan ada apa datang kesini? Nona Muda tidak ada di Rumah, dia sedang ada urusan keluar sebentar. Mau saya telepon agar dia kembali?"
Galen tidak menjawab ucapan Nirmala, dia malah menarik tangan gadis itu dan membawanya kembali naik ke lantai atas. Galen memojokannya di dinding dekat pintu kamarnya, ada sejenis lorong disini.
"Kenapa tidak angkat telepon dariku?!"
Pertanyaan yang penuh dengan penekanan. Tangannya yang mengukung tubuh Nirmala yang tersudut di dinding, wajah mereka bahkan begitu dekat. Nirmala sampai memejamkan matanya, karena dia takut dengan tatapan dingin pria di depannya ini.
"Jawab!"
"Em, saya sedang mandi tadi"
Galen melirik ke arah rambut Nirmala yang masih setengah basah. Kebiasaan buruk gadis ini yang tidak mengeringkan rambut dengan benar.
"Dan kenapa kau menangis tadi?"
Ya Tuhan, kenapa tatapannya mengerikan sekali?
Nirmala masih bingung dengan sikap Galen kali ini. Kenapa juga pria ini harus semarah ini? Memangnya apa yang Nirmala lakukan? Dia tidak melakukan apapun yang bisa membuat pria ini marah. Jika soal tidak menjawab telepon, itu adalah haknya, karena Galen juga bukan siapa-siapa untuknya.
"Saya tidak papa, lagian kenapa Tuan sampai datang kesini hanya karena saya tidak angkat telepon? Saya sedang mandi tadi"
Galen tidak menjawab, dia menjauhkan tubuhnya dari Nirmala. Mengusap wajah dengan kasar. Dia juga tidak bisa menahan diri lagi, sampai dia meninggalkan rapat dan memilih pergi kesini untuk menemui gadis ini.
"Kau tahu? Aku mengkhawatirkanmu"
Deg...
Nirmala hanya terdiam dengan wajah terkejut. Bagaimana pria ini bisa berkata seperti itu dengan begitu mudah. Apa maksud dari semua ini? Tenggorokannya tiba-tiba tercekat, tidak bisa mengatakan apa yang ingin dia pertanyakan pada Galen.
"Dengar!" Galen memegang kedua lengan Nirmala, menatapnya dengan lekat. "... Jangan membuatku khawatir dengan keadaanmu seperti ini. Aku bisa saja melakukan hal lebih gila daripada menemuimu kesini!"
Nirmala hanya mengerjap kaget dengan ucapan Galen barusan. Sikapnya ini sudah bukan seperti teman lagi. Nirmala harus menghentikannya. Dia menghempaskan kedua tangan Galen yang berada di lengannya.
"Cukup Tuan! Saya tidak bisa terus seperti ini. Yang Tuan lakukan adalah salah, Tuan tidak perlu memberikan perhatian lebih seperti ini pada saya yang hanya teman bercerita saja. Ingat Tuan, kalian akan segera bertunangan, jadi jangan membuat semuanya kacau. Jangan menghubungi saya lagi!"
Nirmala segera berlalu dari hadapan Galen, pergi ke kamarnya. Menutup pintu kamar dan dia bersandar di pintu itu, tubuhnya perlahan luruh ke lantai seiring dengan air mata yang ikut luruh juga di pipinya.
"Ya Tuhan, kenapa harus seperti ini?"
*
Seharian ini hanya merasakan kebahagiaan ketika Laura pergi dengan Benji ke sebuah Taman Hiburan. Lalu mereka berakhir makan siang bersama di sebuah tempat sederhana. Kedai lesehan yang menyediakan makanan dari khas beberapa daerah.
"Wah, enak banget semua makanannya"
Benji tersenyum mendengar itu, melihat Laura yang selalu antusias ketika dia mengajaknya pergi. Padahal hanya pergi ke tempat-tempat yang sederhana.
"Kamu tidak ada kerjaan hari ini?"
Laura menggeleng pelan, dia sedang meminum sisa es teh dalam gelasnya. Makannya sudah selesai, dan dia menyukai jenis makanan disini.
"Aku sedang menyiapkan untuk acara di Luar Negara saja bulan depan. Jadi hari ini bisa santai. Oh ya, kamu gak kerja?"
"Aku baru menyelesaikan pekerjaan di proyek yang baru, jadi bisa ajak kamu pergi. Setelah ini aku akan kembali ke Kantor"
"Oh ya, sampai sekarang aku belum tahu dimana kamu bekerja" ucap Laura.
"Oh itu, aku bekerja di..."
"Eskrimnya sudah siap"
Seorang pelayan memberikan eskrim pada meja mereka. Laura menatap Benji dengan mata berbinar, karena dia tidak memesan makanan penutup ini.
"Makanlah, aku tahu jika kamu selalu butuh makanan penutup" ucap Benji sambil tersenyum.
Laura tersenyum senang, tentu saja dia langsung menyantap eskrim itu. Menyodorkan satu suap ke arah Benji, ingin pria itu mencobanya juga.
"Cobalah, ini enak"
Dan Benji hanya menurut saja, menerima suapan dari Laura itu. Lumer, dingin dan manis dari eskrim itu langsung meleleh di mulutnya.
"Em, Benji ... Aku akan bertunangan dengan Galen. Ini adalah permintaan kedua orang tua kami"
Benji langsung terdiam mendengar itu, wajahnya yang bersinar cerah langsung redup seketika. Benji tidak mengerti harus melakukan apa sekarang, ketika ada rasa tidak rela wanita di depannya dimiliki pria lain yang jelas memang sudah memilikinya sejak awal.
"Haha, bagus dong. Bukannya kalian sudah lama berpacaran" Tawa yang terdengar di paksakan dan hambar.
Laura menghembuskan nafas kasar, dia menggigit bibir bawahnya, menunjukan sebuah keraguan besar dalam dirinya.
"Sebenarnya aku juga belum siap dengan ini. Tapi aku tidak bisa menolak keinginan keluarga. Aku harus bagaimana?"
Benji tersenyum, meski kali ini senyuman itu benar-benar terlihat masam dan memaksakan. Dia meraih tangan Laura dan menatapnya dengan lembut.
"Lakukan sesuai kata hatimu, mungkin ini adalah yang terbaik untuk kamu"
Bersambung
lanjut kak tetap semangat 💪💪💪