Terlalu sering memecat sekretaris dengan alasan kinerjanya kurang dan tidak profesional dalam bekerja, Bryan sampai 4 kali mengganti sekretaris. Entah sekretaris seperti apa yang di inginkan oleh Bryan.
Melihat putranya bersikap seperti itu, Shaka berinisiatif mengirimkan karyawan terbaiknya di perusahaan untuk di jadikan sekretaris putranya.
Siapa sangka wanita yang dikirim oleh Daddynya adalah teman satu sekolahnya.
Sambungan dari novel "Kontrak 365 Hari"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Clarissa icha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 6
Bryan membuka pintu kamar untuk kedua kalinya karna di ketuk lagi oleh ART. Pria berwajah datar itu mengerutkan kening ketika melihat Bik Nani datang dengan tangan kosong tanpa membawakan dompet miliknya. Hanya terlihat menggenggam uang kertas berwarna merah. Padahal tadi Bryan sudah menyuruh Bik Nani supaya mengambilkan dompet yang dibawa Annelise, sekaligus menitipkan uang untuk Annelise sebagai uang ganti transportasi.
"Mana dompet saya, Bik.?" Tanyanya heran.
"Itu Den, Ibu melarang saya mengambilkan dompet Den Bryan. Saya malah di suruh Ibu agar memanggilkan Den Bryan. Katanya di tunggu sekarang di ruang tamu." Lapor Bik Nani yang hanya menjalankan tugas untuk menyampaikan pesan Jihan pada Bryan.
"Ini uangnya Den." Bik Nani lantas mengembalikan uang milik Bryan dan pamit turun ke bawah.
Seketika Bryan berdecak sebal lantaran harus turun ke ruang tamu untuk menemui Annelise dan mengambil sendiri dompet miliknya.
Bryan berjalan tegap menuruni satu persatu anak tangga dengan kedua tangan yang dimasukkan ke dalam saku celana pendeknya.
Dari tempatnya Bryan berdiri, dia bisa melihat ke arah ruang tamu. Sekretarisnya itu benar-benar masuk ke dalam rumahnya, Annelise duduk bersebelahan di sofa ruang tamu bersama Jihan. Dengan jarak yang lumayan jauh, Bryan bisa melihat interaksi keduanya. Pria itu menatap malas ke arah sana lantaran melihat Mommynya terlalu welcome pada Annelise. Keduanya tampal seru mengobrol, entah apa yang sedang dibicarakan oleh mereka. Bryan sampai buru-buru turun karna penasaran.
"Bryan memang sedikit kaku, tapi semoga kamu betah bekerja dengannya."
Mendengar perkataan mommynya, Bryan langsung melotot di tempat. Dia merasa tidak separah itu memperlakukan sekretarisnya sampai sang Mommynya berharap Annelise betah menjadi sekretarisnya. Dalam dunia bisnis memang dibutuhkan pemimpin yang tegas, profesional dan membatasi diri dengan bawahan agar memiliki wibawa di mata karyawannya.
Annelise yang melihat keberadaan Bryan, memilih diam tanpa menjawab perkataan Jihan. Dia takut salah bicara dan akan berakibat fatal untuk karirnya. Terlebih saat ini Bryan tengah menatap dengan mata membulat sempurna.
Jihan yang melihat Annelise terdiam menatap lurus ke depan, segera menoleh ke belakang untuk melihat arah tatapan Annelise. Rupanya ada Bryan dan putranya itu berjalan mendekat ke arahnya.
"Mana dompet saya.?" Bryan menodong Annelise tanpa basa-basi. Dia bertanya seolah Annelise mengambil dompetnya dan dia meminta untuk di kambalikan. Padahal Annelise menemukan dompet itu dan berniat baik karna mau mengantarkannya ke rumah.
"Bryan, kemari duduk dulu." Jihan menepuk sisi kosong di sampingnya. Dia menahan diri untuk tidak menegur putranya di depan Annelise, meski sangat geram karna Bryan bersikap tidak sopan. Jihan khawatir membuat putranya malu jika dia menegurnya di depan Annelise.
"Annelise hanya ingin mengembalikan dompetku Mam, dia bisa langsung pulang setelah ini." Ujar Bryan acuh. Tanpa beranjak dari tempatnya, Bryan tetap berdiri dan enggan bergabung di sofa ruang tamu.
"Tapi Anne sudah datang jauh-jauh, biarkan dulu disini. Sebentar lagi juga waktunya makan malam. Anne, kamu tidak keberatan kan makan malam dengan kami.?" Tawar Jihan pada wanita cantik yang terlihat sopan dan lemah lembut di matanya.
Jihan sudah banyak mendengar cerita tentang Annelise dari Shaka. Lebih tepatnya, dia sengaja mengorek informasi tentang Annelise setelah mengetahui kalau calon sekretaris baru putranya masih single dan cantik.
Bryan melotot pada Annelise dan memberi isyarat gelengan kepala agar Annelise menolak tawaran Mommynya.
Annelise hanya bisa menelan ludahnya ketika melihat ancaman dari Bryan. Dia lantas menggeleng cepat dan menolak secara halus.
"Terimakasih banyak atas tawarannya Bu. Maaf kalau saya tidak sopan menolak tawaran Ibu Jihan, tapi saya harus segera kembali ke rumah." Annelise beranjak dari duduknya. Dia lantas menghampiri Bryan dan menyodorkan dompet bosnya itu.
"Silahkan di cek dulu Pak. Saya sempat membukanya sekali untuk melihat kartu Identitas. Selebihnya tidak menyentuh apapun yang ada di dalam." Ucap Annelise.
Bryan tidak berkomentar, namun dia membuka dompetnya dan benar-benar memeriksa isi didalamnya.
"Baiklah kalau malam ini kamu tidak bisa, mungkin di lain waktu. Nanti Ibu akan mengundangmu untuk makan malam bersama." Jihan berkata dengan ramah. Annelise mersa bingung ketika dihadapkan dengan situasi seperti ini. Ibu dan anak memiliki sifat yang bertolak belakang, membuat Annelise ragu apakah Bryan benar-benar anak Jihan atau bukan.
"Mam, di rumah ini bukannya ada peraturan untuk tidak membawa orang asing masuk kedalam, apalagi mengajak makan malam bersama." Seloroh Bryan. Mulut pedasnya sejak tadi tidak mau diam, membuat Annelise geram dan merasa ingin segera pergi dari sana.
"Bryan, kamu itu bicara apa. Anne bukankah sekretaris kamu, dia bukan orang asing." Jihan tampak tidak enak hati pada Annelise, bahkan meraih sebelah tangan Annelise dan meminta maaf padanya atas perkataan Bryan.
"Kamu boleh pulang," Usir Bryan. "Ini uang ganti untuk transportasi." Beberapa lembar uang seratus ribuan di sodorkan Bryan pada Annelise.
Pria itu mengerutkan kening ketika melihat Annelise menggeleng dan menolak uang darinya.
"Tidak perlu Pak. Kalau begitu saya pamit,," Annelise menjabat tangan Jihan untuk mencium punggung tangannya.
"Kamu menggunakan taksi.?" Tanya Jihan. Annelise mengangguk.
"Bryan, antarkan Anne pulang. Dia sudah berbaik hati mau mengantarkan dompet yang terjatuh atas ke tekedoran kamu, sudah seharusnya kamu mengantar Anne pulang." Jihan berkata pelan pada putranya.
"Mam, ada taksi yang bisa mengantar dia sampai ke rumah. Lagipula aku sibuk harus mengecek beberapa email." Tolaknya.
"Anne, kamu tunggu dulu disini, jangan ke mana-mana." Pesan Jihan, dia menggandeng tangan Bryan untuk di bawah menjauh dari ruang tamu.
Entah apa yang di bicarakan Jihan pada Bryan hingga pria itu bersedia mengantarkan Annelise pulang. Setelah mengambil kunci mobil di kamarnya, Bryan kembali ke ruang tamu dan mengajak Annelise keluar.
Jihan masih memantau, di tambah lagi ada Shaka dan Flora yang baru saja turun lantaran penasaran ingin melihat interaksi Bryan dengan sekertaris barunya.
Shaka menyuruh Annelise masuk ke dalam mobil tanpa membukakan pintunya. Bahkan Bryan masuk lebih dulu ke dalam mobil.
"Dad, apa dulu Daddy sekaku itu pada Mommy.?" Tanya Flora seraya menyenggol tangan Shaka.
"Daddy selalu bersikap manis pada Mommy, tanya saja." Sahut Shaka.
Jihan yang mendengar itu hanya melirik dengan tatapan mengejek. Namun dia tidak berniat menceritakan keburukkan Shaka di depan anak-anak mereka.
"Bryan, Hati-hati menyetirnya." Seru Jihan ketika Bryan mulai melajukan mobilnya. Pria itu hanya mengangguk. Perlahan mobil mewah Bryan keluar dari halaman rumah.
"Sepertinya ada yang sudah tidak sabar memilih menantu perempuan." Ledek Flora pada Mommynya. Jihan terkekeh, dia lantas menatap putrinya ketika mobil Bryan sudah menghilang dari balik gerbang yang menjulang tinggi.
"Sayang, bagaimana menurutmu.? Anne sangat cocok kan untuk putra kita.?" Tanya Jihan meminta pendapat.
Shaka merangkul istrinya sembari tersenyum teduh. "Aku ikut pilihanmu saja, kamu pasti tidak akan salah memilih." Jawaban Shaka membuat Jihan tersenyum lega dan memeluk Shaka.
Sementara itu, Flora hanya bisa menggeleng melihat Daddy dan Mommy saling memeluk. Dia memilih segera masuk ke dalam rumah.
wajar klo sll salah paham...