Misteri Rumah Kosong.
Kisah seorang ibu dan putrinya yang mendapat teror makhluk halus saat pindah ke rumah nenek di desa. Sukma menyadari bahwa teror yang menimpa dia dan sang putri selama ini bukanlah kebetulan semata, ada rahasia besar yang terpendam di baliknya. Rahasia yang berhubungan dengan kejadian di masa lalu. Bagaimana usaha Sukma melindungi putrinya dari makhluk yang menyimpan dendam bertahun-tahun lamanya itu? Simak kisahnya disini.
Kisah ini adalah spin off dari kisah sebelumnya yang berjudul, "Keturunan Terakhir."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ERiyy Alma, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
MRK 31
Entah kenapa malam itu atmosfer rumah terasa berbeda, hujan di luar sana turun begitu deras, tapi Nadira merasa kegerahan. Sejak satu jam yang lalu ia hanya berguling-guling di atas tilam, matanya enggan terpejam.
Kipas angin terus berputar menghadap dinding, sebab jika arah angin tepat mengenai tubuhnya ia merasa kedinginan dan pusing. Nadira memilih duduk, ia begitu kesal menyadari malam semakin larut dan ia masih terjaga.
Nadira meraih gelas berisi air putih yang biasa ia letakkan di atas nakas, menenggak isinya hingga habis tak tersisa. Namun, kerongkongannya masih terasa sangat kering, sepertinya ia membutuhkan lebih banyak air.
Gadis itu berjalan malas menuju dapur, sempat melirik pintu kamar ibu dan juga neneknya yang tertutup rapat, hanya kamar pak leknya yang terbuka, sebab malam ini bujangan itu kembali menginap di rumah Narso, sahabatnya.
Sayup-sayup ia mendengar suara gemericik air dari dalam kamar mandi, seperti seseorang sedang mandi disana. Siapa mandi malam-malam? gumamnya dalam hati. Namun, Nadira enggan sekedar bertanya siapa orang dalam kamar mandi itu.
Ia bergegas mengisi gelasnya yang kosong, lantas kembali ke kamar. Sebelum itu ia sempatkan mengecek kamar ibu dan neneknya, dan pintu keduanya terkunci dari dalam. Yang artinya ibu dan neneknya itu berada di dalam sana.
“Kalau ibu dan nenek ada di kamar, lantas siapa di kamar mandi?” gumamnya lirih, bulu kuduk mulai meremang, Nadira segera mengetuk pintu kamar ibu dan neneknya kuat-kuat. “Ibu, nenek… bangun, buka pintunya.”
Ibunya yang pertama keluar, disusul neneknya yang muncul perlahan dari balik pintu. “Ada apa Nadira?” tanya sang ibu.
“Ibu, ada orang di kamar mandi.”
“Hmm, siapa maksudmu?” tanya Sukma lagi, nenek Ratih mengikuti menantunya yang bergegas pergi ke dapur untuk melihat kebenaran ucapan Nadira.
“Mana Dira tahu Bu, Dira cuma dengar suara air seperti orang sedang mandi, sedangkan kalian ada disini, pak lek juga tidak di rumah.” Nadira bersembunyi di balik punggung ibunya, mereka bertiga bersama-sama melihat siapakah di balik pintu kamar mandi yang tertutup itu.
Suara air memang tak lagi terdengar, tapi Nadira terus memaksa ibu dan neneknya membuka pintu untuk memastikan siapa di dalam sana.
Krieeet….
Pintu didorong perlahan oleh Sukma, pemandangan di dalam sana sungguh mengejutkan. Lantai kamar mandi masih kering, air juga sangat tenang, tak ada siapapun yang sedang mandi seperti kata Nadira. Sukma menghela nafas panjang, lantas menatap putrinya yang masih tercengang.
“Lihat, nggak ada siapapun yang mandi. Kamu ngelindur kali.” Sukma menyentil kening putrinya, sebab gadis itu sudah mengganggu istirahat sang nenek.
“Aw, Ibu… tapi, sumpah tadi Nadira dengar suara gemericik air dari sini.”
“Kamu salah dengar mungkin Nduk, ya sudah, abaikan saja. Lebih baik kita istirahat lagi,” ajak nenek Ratih mengikuti langkah menantunya kembali ke kamar. Sedangkan Nadira masih menatap heran pada kamar mandi di depannya, benar-benar tak ada sedikitpun tanda jika kamar mandi baru saja dipakai.
“Hiii, serem,” gumamnya sambil berlalu. Nadira masuk ke kamar dan mengunci pintu, kembali merebahkan diri di atas ranjang, tak lupa menutup kelambu pada ranjangnya. Ya, ranjang di rumah nenek Ratih adalah ranjang kuno. Tapi itu cukup bagus menurut Nadira, ia merasa seperti seorang putri yang tidur di ranjang kerajaan, meski muncul bunyi-bunyi khas setiap kali ia bergerak di atas ranjang itu.
“Apa iya aku salah dengar?” gumam Nadira lagi, “ah masa bodoh, tidur saja.”
Gadis itu memaksakan diri menutup mata, berharap kali ini ia bisa segera terlelap. Dan benar saja, rasa kantuk perlahan menyerangnya. Namun, Nadira merasa aneh, ia jelas tertidur tapi indera pendengarannya dapat jelas menangkap suara-suara di sekitar.
Gadis itu merasa ada yang menggelitik pinggangnya, tapi ia tak bisa bergerak untuk menghindar. Matanya sedikit terbuka, dan ia tak melihat siapapun di ruangan itu selain dirinya sendiri.
Tangan tak kasat mata yang menggelitik pinggangnya tak kunjung berhenti, Nadira mulai kebingungan. Usahanya bergerak tak kunjung berhasil, dan saat itulah ia mendengar suara anak kecil tepat di sampingnya. Suara itu seolah menertawakannya.
Nadira ingin menangis, ia membaca segala doa yang pernah dipelajari selama mengaji di pesantren, tapi tangan tak kasat mata itu semakin intens menggelitiknya. Suara-suara tawa itu juga terdengar jelas di samping telinga.
Gadis itu terus berusaha menggerakkan tubuhnya, dan atas izin Allah ia berhasil bergerak. Duduk dengan nafas tersengal, pandangan menyisir sekitar, keadaan masih sama sepi dan gelap. Hanya lampu tidur di atas nakas juga suara kipas angin yang berputar menghadap dinding.
Nadira berlari keluar kamar, kembali menggedor pintu kamar ibunya. Sang ibu membuka pintu dengan emosinya yang memuncak, tapi melihat putrinya menangis, wanita itu mengurungkan niatnya untuk marah.
“Ada apa Nadira?” tanyanya.
“Mau tidur sama Ibu,” ucap Nadira lirih. Sukma lantas membawa putrinya masuk ke dalam kamar, pada akhirnya malam ini Nadira tertidur dalam pelukan sang ibu.
Keesokan harinya, Nadira menceritakan segalanya pada keluarga. Saat itu Wijaya baru saja tiba, lelaki itu mendengarkan cerita keponakannya dengan begitu serius. Tapi Sukma justru menertawakan sang putri yang dianggapnya hanya sedang bermimpi.
“Rumah ini sudah terpasang pagar gaib dari kyai, nggak mungkinlah ada setan. Ibu yakin kamu itu hanya bermimpi buruk Nadira,” ucap wanita yang tengah sibuk mencuci piring itu.
“Astaga Ibu, ya sudah kalau ibu nggak percaya. Yang jelas kejadian semalam itu nyata, Nadira sudah tidur tapi belum yang terlalu terlelap gitu loh, orang Nadira dengar jelas suara anak kecil menertawakan Nadira setelah menggelitik pinggang ini.”
“Kurang kerjaan apa setannya main gelitik-gelitik,” sahut Sukma lagi.
“Sukma… jangan seperti itu,” tegur nenek Ratih, “kamu itu ketindihan Nduk, itu biasa terjadi kalau kamu nggak baca doa sebelum tidur. Jadi ada jin yang mengganggu kamu.”
“Loh, bukannya rumah kita sudah dipasang pagar gaib ya Bude, harusnya makhluk-makhluk seperti itu tidak bisa masuk lagi,” kata Wijaya yang kemudian dibenarkan oleh Sukma.
“Memang benar, tapi sebelum dipagar pun di rumah ini sudah pasti ada jinnya, dimanapun itu pasti ada, karena kita tinggal bersebelahan dengan mereka. Yang jelas jin yang mengganggu Nadira semalam tidak berbahaya, dia hanya jin kecil yang usil.”
“Makanya kamu ini, jangan lupa baca doa sebelum tidur.” Sukma duduk di samping putrinya, menyerahkan segelas susu pada gadis itu. Nadira menerimanya dan tak lupa mengucapkan terima kasih, meski bibirnya terus saja cemberut.
“Perlu bilang ke kyai Usman nggak Bude?”
“Iya Bu, sudah tiga bulan lebih kehidupan kita damai-damai saja, dan ini tiba-tiba ada kejadian aneh seperti ini lagi, Sukma jadi khawatir.” Sukma menatap ibu mertuanya yang tengah sibuk mengisi piring kosong dengan nasi.
“Nggak perlu lah, pokoknya kalian semua biasakan wudhu sebelum tidur, kemudian baca doa. Nadira semalam sudah wudhu belum?”
“Nadira kan lagi halangan Nek,” ucap gadis itu.
“Ya sudah, baca doa saja. Insya Allah mereka nggak akan ganggu lagi,” ucap nenek Ratih. Nadira mengangguk mengerti, mereka lantas sarapan bersama.
.
Tbc
Haloha yeorobun, masih betah baca nggak? Masih penasaran lanjutannya? baca terus ya, like dan komen sebanyak-banyaknya.
Btw, ada yang pernah ngalamin ketindihan? Share ceritanya yuk! 😁