Kisah cinta seorang pria bernama Tama yang baru saja pindah sekolah dari Jakarta ke Bandung.
Di sekolah baru, Tama tidak sengaja jatuh cinta dengan perempuan cantik bernama Husna yang merupakan teman sekelasnya.
Husna sebenarnya sudah memiliki kekasih yaitu Frian seorang guru olahraga muda dan merupakan anak kepala yayasan di sekolah tersebut.
Sebenarnya Husna tak pernah mencintai Frian, karena sebuah perjanjian Husna harus menerima Frian sebagai kekasihnya.
Husna sempat membuka hatinya kepada Frian karena merasa tak ada pilihan lain, tapi perlahan niatnya itu memudar setelah mengenal Tama lebih dekat lagi dan hubungan mereka bertiga menjadi konflik yang sangat panjang.
Agar tidak penasaran, yuk mari ikuti kisahnya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tresna Agung Gumelar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 7
Malam pun tiba.
Sebelum tidur, Tama memegang handphonenya sambil berbaring di atas kasur.
Dia sangat gelisah sampai berulang kali melihat nomor telfon Husna, ingin sekali rasanya dia menelfon dan mendengar suara lembut Husna, tapi hatinya selalu gugup seperti ragu.
"Telpon apa jangan ya? Tapi kalau aku telpon alasannya apa, terus bingung juga mau bahas apa nanti. Hmmm." Tombol telpon sempat mau Tama pencet, tapi dia mengundurkan niatnya dan malah melempar pelan handphonenya di atas kasur.
Padahal di lain tempat , Husna masih menunggu telpon dari Tama sampai pukul sebelas malam. Dia menunggu dengan hati sangat gelisah dan penuh harap. Husna selalu bertanya-tanya dalam hatinya mengapa Tama sampai saat ini belum juga menelponnya.
"Ko dia nggak telpon-telpon aku sih? Katanya pengen ngobrol lagi tadi dia bilang. Aneh memang ini cowok. Apa karena sifat misteriusnya yang seperti ini ya yang membuat aku semakin penasaran sama dia? Hmm Tama, Tama." Husna bergumam sambil berbaring memegang handphone dan tersenyum membayangkan wajah Tama yang selalu ada dalam benaknya akhir-akhir ini.
Keesokan harinya.
Saat jam istirahat, Tama yang sedang berjalan sendirian berniat untuk pergi ke kantin tiba-tiba di tegur oleh Husna yang sengaja menunggunya di tangga sekolah menuju lantai satu.
"Ehm ehm." Batuk jaim Husna sedikit kencang membuat langkah Tama berhenti dan langsung melirik ke arah Husna.
"Kamu itu memang bener-bener ngeselin ya Tama." Tanpa di duga Husna tiba-tiba ngomel di depan Tama dengan wajah kesal.
"Ngeselin? Apa sih nggak jelas banget kamu ini. Aku ngelakuin kesalahan apalagi Husna sama kamu?" Dengan wajah kebingungan, Tama bertanya kepada Husna sambil mengernyitkan dahinya.
"Jadi cowok nggak peka banget sih. Tahu ah males aku sama kamu." Husna dengan wajah kesal melangkahkan kakinya beranjak pergi meninggalkan Tama dan sampai di sebuah lorong lumayan gelap yang di atasnya terdapat beberapa tanaman hias.
"Eh tunggu, tunggu!" Tama mengejar Husna kemudian memegang lengannya menahan agar dia tidak pergi.
"Kamu ini kenapa sih? kamu marah lagi karena dari pagi aku belum kasih senyuman sama kamu?" Dengan sepengetahuannya Tama bertanya seperti itu.
"Ih bukan, bukan itu." Husna menjawab dengan tegas sambil mencoba melepaskan pegangan tangan Tama.
"Ya terus apa?" Tanya Tama kembali sambil melepaskan tangan Husna.
"Ya aku kesel aja semalam aku sampai jam sebelas nungguin telpon dari kamu. Rasanya jadi percuma aku ngasih nomor telpon sama kamu kemarin, udah lah hapus saja nomorku buat apa juga ada di handphone mu." Ucap Husna dengan wajah kesal.
"Hah? Kamu nungguin aku nelpon sampai segitunya?" Tama semakin kebingungan mengernyitkan dahinya karena tak menyangka Husna semalaman menunggu telpon darinya.
"Iya aku nungguin." Jawab Husna sambil melihat ke arah lain membelakangi Tama.
"Hahaha. Hei sini lihat aku!" Tama tertawa terkekeh sambil membalikan tubuh Husna melihat lagi ke arahnya.
"Apa sih ah? Malah ngetawain. Hmm." Husna kini menundukkan kepalanya di depan Tama karena dia jadi sedikit malu.
"Yaudah, yaudah. Aku minta maaf ya Husna udah buat kamu menunggu semalaman, sebagai permintaan maaf, aku mau ajak kamu ngobrol lagi. Tapi nggak di telpon." Ucap Tama sambil memegang kedua pundak Husna.
"Terus dimana kalau bukan di telfon? Sekarang aku nggak punya waktu." Husna bertanya tapi masih sedikit menunduk.
"Aku sih pengennya ajak kamu main keluar. Soalnya kalau di telpon atau di sekolah obrolan kita kayanya nggak akan cukup deh, yang ada waktunya habis cuma cukup untuk kamu marah-marah sama aku seperti sekarang." Tama berkata sambil menahan tawa karena tingkah Husna yang makin lucu di hadapannya.
"Ih ngeselin ya. Kamu mau ajak aku jalan ceritanya?" Husna kini bertanya sambil memandang Tama.
"Iya, itu juga sih kalau kamu mau, tapi kalau nggak mau juga nggak papa ko." Ucap Tama sambil memandang balik Husna.
"Kapan?" Husna bertanya sedikit serius.
"Ya terserah kamu, aku sih kapan juga bisa. Yang jelas aku bakal menunggu kapan pun itu." Jawab Tama dengan senyuman manisnya.
"Hmm. Yaudah nanti aku kabarin lagi. Sana ah jangan deket-deket nanti jadi gosip lagi." Husna sedikit mendorong Tama agar menjauh karena Tama masih memegang kedua pundaknya.
"Hmm dasar. Yaudah ah aku mau ke kantin dulu. kamu mau ikut?" Ajak Tama sambil menunjuk ke arah kantin.
"Enggak ah, aku mau ke ruangan guru dulu." Jawab Husna sambil menggelengkan kepalanya.
"Yaudah. Eh sebentar sini pinjem handphone kamu deh." Tama meminta handphone Husna sambil membuka telapak tangan.
"Buat apa?" Tanya Husna sedikit kebingungan sambil mengeluarkan handphone dari dalam sakunya.
"Sini pinjem dulu!" Tama langsung mengambil handphone Husna dan melakukan sesuatu di dalam handphonenya.
Setelah beberapa saat,
"Nih! Barusan aku udah stel alarm jam delapan malam di handphone kamu, kalau alarm itu bunyi terus aku belum nelpon kamu juga, besok kamu boleh marah-marah lagi sama aku." Ucap Tama sambil memberikan handphone itu di telapak tangan Husna.
"Hmm." Husna hanya bisa tersenyum kagum dan menenangkan hatinya mendengar ucapan Tama sambil memandangnya.
"Udah ya aku tinggal dulu kalau kamu memang nggak mau ikut aku ke kantin. Dadah cewek emosian." Tama pamit sambil sedikit mengusap-usap kepala Husna. Lalu dia pergi meninggalkannya.
"Ih dasar cowok rese." Walau sedikit kesal, tapi akhirnya Husna merasa sangat senang dan nyaman dalam hatinya. Dia senyum-senyum sendiri sambil memeluk handphonenya dan memandang Tama yang sudah jauh beberapa langkah darinya.
Setelah itu, Husna pergi menuju ruangan BK. Ternyata dia menemui kekasihnya Frian yang sudah menunggunya di sana.
"Sini sayang duduk!" Frian menyuruh Husna untuk duduk karena dia masih berdiri di depan pintu.
"Em iya Kak." Husna pun duduk di depan Frian berbeda sofa dengan jarah sedikit jauh.
"Oh iya, aku mau kasih tahu kamu, kalau seminggu ini aku mau pergi menemani papa, aku sama papa ada urusan untuk kepentingan yayasan ini. Besok aku mulai berangkat. Seminggu ke depan kamu nggak aku antar jemput dulu ya, nggak papa kan?" Frian menjelaskan alasan kenapa Husna dia panggil ke ruangan ini.
"Oh gitu, yaudah nggak papa ko, lagian aku bisa naik angkutan umum Kak nanti, nanti kakak sama papa perginya hati-hati ya!" Ucap Husna sedikit memberikan perhatian.
"Iya makasih, tapi sih yang paling penting kalau kamu ada apa-apa di sini langsung kabarin aku ya! Apalagi kalau si murid baru itu sampai mengganggu kamu." Frian sepertinya sangat tidak menyukai Tama, padahal sama sekali dia belum mengenalnya.
"Apa sih Kak, dia terus perasaan yang dibahas. Aku kan sudah besar, aku bisa jaga diri kok." Husna sedikit kesal karena Tama begitu Frian benci saat ini.
"Iya, aku kan cuma takut aja sayang." Ucap Frian yang kini sambil berjalan mendekat lalu duduk di satu sofa dengan Husna yang sebenarnya sofa untuk satu orang, kemudian dia merangkul Husna.
"Kak, sana ah! Ini kan sekolahan. Nggak enak nanti kalau ada orang yang melihat." Husna yang risih mencoba melepaskan rangkulan Frian.
"Sayang, siapa sih yang berani marah sama aku? Tenang saja ya nggak usah khawatir!" Jawab Frian sambil merapatkan pintu dengan kakinya kemudian dia perlahan menghirup aroma rambut di balik kerudung Husna dengan hidungnya sampai hirupan itu menjalar ke arah leher.
"Kak ih! Sana!" Husna yang semakin risih mencoba berontak tapi dia tak bisa melakukan apapun karena rangkulan Frian sangat kuat di pundaknya.
Setelah beberapa saat.
Brakk!!
Tiba-tiba pintu ruangan terbuka spontan karena ada salah satu siswa terjatuh terdorong ke arah dalam menabrak pintu. Ada beberapa siswa juga di depannya sepertinya mereka sedang bercanda.
Tanpa di duga siswa itu adalah Reza yang sedang bercanda dengan teman yang lainnya.
"Maaf pak maaf!" Reza pun langsung bangun dari jatuhnya kemudian merunduk meminta maaf kepada Frian, Reza sangat kaget karena saat ini melihat Husna masih di rangkul oleh Frian.
Karena tenaga Frian sudah melemah, Husna pun langsung terbangun dan pergi meninggalkan tempat itu sambil melewati Reza dengan wajah seperti mau menangis.
"Kamu ini ya, becanda jangan di sini! Sana, sana pergi!" Frian yang marah langsung menyuruh Reza dan teman-temannya pergi sambil menunjuk ke arah luar.
"Iya iya pak maaf!" Reza pun langsung kabur bersama teman-temannya karena merasa ketakutan.
"Sialan, kenapa gagal terus sih tiap kali aku sedang berduaan sama Husna." Amarah Frian sambil sedikit membanting pintu ruangan.
Sementara Husna dan Reza kini sudah berada di dalam kelas. Reza dan Husna sempat saling pandang kemudian saling menunduk karena keduanya sama-sama panik dengan kejadian tadi.
"Sebenarnya Husna mau di apain ya tadi? Kalau memang dia di paksa kasihan juga aku sama dia hmmm." Gumam Reza dalam hatinya sambil sesekali melihat Husna yang wajahnya menjadi pucat.
Setelah beberapa saat, Tama pun masuk ke dalam kelas dan duduk di samping Reza.
Melihat Reza yang bengong dengan wajah yang aneh seperti ketakutan, Tama pun bertanya kepadanya.
"Kenapa Za? Woi!" Tegur Tama sambil memukul pelan punggung Reza.
"Tam, kayanya kamu harus cepet-cepet selametin Husna deh dari Frian. Aku nggak tega ngeliat dia." Ucap Reza membuat Tama sedikit khawatir sambil melirik ke arah Husna.
"Maksudnya apa sih? Cerita yang bener Za." Tama bertanya sambil mengerutkan dahinya.
"Tadi aku nggak sengaja mergokin mereka di ruang BK, Husna lagi di rangkul gitu kaya mau di apain sama si Frian. Tapi aku lihat muka Husna seperti mau nangis tadi, lihat aja tuh mukanya sekarang jadi pucat gitu kan?" Reza menjelaskan dengan suara pelan. Dan sempat melirik ke arah Husna yang memang mukanya seperti ketakutan.
"Serius Za?" Tama penasaran dengan perasaan sedikit marah.
"Iya Tam serius, aku makin nggak yakin Husna bener-bener cinta sama si Frian. Jujur ya Tam, bukan kali ini saja, aku sering melihat Husna di kasarin sama Frian, Aku juga sering lihat Husna nangis di kelas ini." Reza menjelaskan dengan perasaan kasihan kepada Husna.
"Hmm. Yaudah, yaudah kamu tenang dulu ya Za, lagian kan aku bukan siapa-siapanya Husna, aku nggak punya hak Za buat ikut campur urusan mereka." Tama yang sempat emosi kemudian emosinya di kalahkan oleh statusnya yang bukan siapa-siapa Husna.
"Tapi kamu suka kan sama dia Tam? Kamu nggak tega dan nggak mau kan melihat Husna di gituin sama Frian?" Reza bertanya dan membuat Tama sedikit berpikir.
"Ya semua butuh waktu kan Za ah, udah ya nanti aku coba, sekarang kamu tenang dulu. Yang penting perlahan aku sudah tahu tentang Husna." Tama mencoba menenangkan Reza sambil mengusap punggungnya.
"Hmm. Yaudah kalau gitu." Reza pun sedikit lega setelah memberitahu kepada Tama, karena dia yakin bahwa Tama bisa menyelamatkan Husna dari Frian.
setoran bab