SEKUEL dari Novel ENGKAU MILIKKU
Biar nyambung saat baca novel ini dan nggak bingung, baca dulu season 1 nya dan part khusus Fian Aznand.
Season 1 : Engkau Milikku
Lanjutan dari tokoh Fian : Satu Cinta Untuk Dua Wanita
Gadis manis yang memiliki riwayat penyakit leukemia, dia begitu manja dan polos. Mafia adalah satu kata yang sangat gadis itu takuti, karena baginya kehidupan seorang mafia sangatlah mengerikan, dia dibesarkan dengan kelembutan dan kasih sayang dan mustahil baginya akan hidup dalam dunia penuh dengan kekerasan.
Bagaimana jadinya ketika gadis itu menjadi incaran sang mafia? Sejauh mana seorang pemimpin mafia dari organisasi terbesar mengubah sang gadis?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vebi Gusriyeni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Perpisahan Yang Diinginkan
Malam ini akan menjadi malam yang panjang untuk Zoya dan Gavin, pagutan bibir mereka belum terlepas malahan semakin mendalam ciuman yang diberikan oleh Gavin di bibir Zoya, sentuhan tangan Zoya di wajah Gavin membuat pria itu semakin terbuai, ada sensasi luar biasa dalam dirinya ketika Zoya menyentuh wajahnya.
Kepala Gavin bergerak ke kiri dan kanan agar mereka bisa mendapatkan pasokan udara, Gavin menuntun Zoya untuk duduk di atas sofa tanpa melepaskan pagutan mereka.
Kini posisi Zoya berada di bawah tubuh kokoh Gavin, tangan Zoya kembali menyentuh wajah dan leher Gavin, sedangkan tangan pria itu meraba lengan serta paha Zoya sehingga desahan Zoya semakin terdengar.
“Mmpphh... Nngghhh..”
Gavin melepaskan bibirnya dari bibir Zoya, kini sapuan lidah basah nan hangat milik Gavin berada di leher jenjang Zoya, tubuh Zoya menggelinjang hebat ketika tangan Gavin semakin meraba pahanya, jari Zoya kini sudah berada di helaian rambut Gavin dengan sedikit menekan kepala Gavin seakan menuntut sesuatu yang lebih.
Gavin membuka kancing bagian atas piyama Zoya, hingga bagian dada atas Zoya yang putih terlihat jelas oleh Gavin, dia kembali merendahkan wajahnya untuk menciumi leher hingga tulang selangka Zoya.
“Aaahh Gaaviinn,” desah gadis itu, jari Zoya kini meremas rambut pria itu, hal ini sangat membuat Zoya mabuk kepayang, matanya sedari tadi terpejam menikmati setiap sentuhan Gavin dan sapuan lidah Gavin di permukaan kulitnya.
“Tolong jangan pergi Gavin, aku tidak ingin berpisah denganmu," ujar Zoya disela gairahnya, Gavin menghentikan kegiatannya lalu menatap Zoya sambil mengusap lembut wajah kekasihnya itu.
“Ayo kita menikah, aku janji tidak akan melibatkan mu dengan setiap pekerjaanku Zee, aku akan menjagamu semampuku, aku tidak akan membiarkan siapapun menyakiti kamu.” Zoya menatap wajah Gavin yang berkata dengan sungguh-sungguh itu.
“Aku belum siap Gavin.” Gavino tersenyum mendengar jawaban Zoya, dia kembali melumat bibir cantik itu agar pembahasan mereka tidak semakin jauh.
Kini Gavin mengubah posisinya, Zoya berada di atas tubuhnya, Zoya pun dengan liar menciumi leher dan wajah Gavino, Zoya memberikan instruksi agar Gavino membuka bajunya.
Kini Gavino hanya telanjang dada, memberikan akses besar bagi Zoya untuk menghirup aroma tubuh Gavino yang begitu wangi khas pria. Seperti sudah ahli dalam melakukan permainan lidahnya, Zoya menjilati dan sesekali menggigit leher Gavin yang membuat pria itu tersenyum, tangan Gavin mengusap lembut punggung Zoya, dengan perlahan tangan itu menelusup ke dalam piyama tidur Zoya.
Setelah puas dengan leher Gavin, Zoya kini menciumi wajah Gavin, mata, hidung, pipi, serta terakhir bibir Gavin yang begitu seksi baginya.
Saat lidah Zoya kembali masuk ke dalam mulutnya, Gavin menekan tengkuk Zoya untuk memperdalam ciuman mereka.
Entah berapa menit pergulatan lidah hangat mereka, akhirnya Zoya merebahkan kepalanya di dada bidang Gavino sambil memainkan jarinya di atas dada itu, Gavino memeluk Zoya dengan lembut dan mencium kepala Zoya yang begitu harum.
Pikiran mereka berkecamuk saat ini, Zoya sangat mencintai Gavino namun karena pekerjaan Gavino membuat dirinya takut untuk menjalin hubungan bersama Gavin.
Sedangkan Gavin, memikirkan cara bagaimana membuat Zoya mau menerima dirinya tanpa harus memaksa gadis pujaannya itu.
“Bagaimana jika suatu saat nanti kita memang tidak berjodoh Zee?” Zoya dengan cepat menatap wajah Gavin.
“Kenapa kamu bicara begitu?”
“Ya kita tidak pernah tau apa yang akan terjadi ke depannya.”
“Jangan bicara seperti itu Gavin, kau membuat aku sedih.” Gavin tersenyum lalu menghapus air mata Zoya, Zoya kembali merebahkan kepalanya di dada telanjang Gavino.
“Aku kan hanya bertanya.”
“Sudah aku bilang, kalau memang takdir tidak menyatukan kita, aku tidak akan menikah dengan pria manapun, aku akan melajang seumur hidupku.”
“Kau sangat mencintaiku?”
“Sangat.”
“Aku juga bingung Zee, aku juga sangat mencintaimu namun aku tidak bisa meninggalkan pekerjaanku, dua hal berbeda yang mana aku tidak bisa memilih, keduanya penting untukku.”
“Jika aku meninggalkan pekerjaanku, maka akan banyak nyawa yang melayang, jadi ini bukan tentang cinta semata Zee.”
“Nyawa apa maksudmu?”
“Suatu saat nanti aku akan memberitahu semuanya padamu, untuk saat ini kau cukup mengetahui semua yang kau lihat saja Zee, dan yang perlu kau tahu, aku juga sangat mencintaimu.” Zoya memeluk erat tubuh Gavin, begitu pula sebaliknya.
“Apa kamu mengantuk?” tanya Gavin.
“Belum, mungkin aku tidak bisa tidur malam ini jika masih ada kamu di dalam kamarku.” Gavino terkekeh.
“Kan aku sudah bilang, aku ingin menghabiskan malam denganmu, ya sekedar bisa menciummu saja itu sudah cukup bagiku Zoya.”
“Oh ya? Kau tidak menginginkan sesuatu yang lebih?”
“Tidak, jika nanti sudah menjadi istriku, baru aku akan meminta lebih darimu bahkan aku akan membuat kamu sulit untuk berjalan dalam seminggu.” Zoya tertawa riang, tidak terbayang olehnya akan lumpuh selama seminggu karena ulah Gavino.
Zoya kembali mendaratkan bibirnya ke wajah Gavin dengan gemas lalu menggigit dagu Gavin.
Gavin kembali menahan kepala Zoya dan melumat bibir gadis itu kembali, tangan Gavin kini melepaskan seluruh kancing piyama tidur Zoya yang akhirnya terbuka semua lalu membuang piyama itu ke sembarang arah.
Gavin kembali mengubah posisi untuk mendominasi keadaan, dengan rakus dia melumat bibir Zoya dan ciumannya turun ke leher hingga perut Zoya, dia bisa melihat kalau diperut rata itu ada bekas memar akibat perbuatan Aditya kemarin, Gavin mengecupnya dan menyapukan lidah basahnya di area perut itu.
“Tubuh bagian atas Zoya kini hanya tertutup dengan bra saja, sedangkan bagian lain terekspose dengan lantang, siapapun yang melihat pasti akan tergiur dengan kulit Zoya yang begitu mulus.
Gavino benar-benar menikmati tubuh kekasihnya itu sepanjang malam, mereka sama-sama tertidur di atas sofa dengan kondisi tanpa mengenakan pakaian atas, Zoya hanya mengenakan bra saja.
...***...
Sebulan berlalu, Gaby semakin dekat dengan Damar namun Gaby tak pernah mau mengenalkan Damar pada kedua orang tua dan saudaranya. Hari ini Damar mengajak Gaby untuk pergi ke sebuah pulau yang sangat bagus, Gaby setuju karena memang dia sudah lama tidak pergi main seperti itu.
Mereka pergi hanya berdua saja menggunakan mobil Gaby, letak pulau itu lumayan jauh dan pulau tersebut juga jarang dikunjungi oleh wisatawan namun hal itu sangat menantang bagi Damar dan Gaby.
Karena lelah berkendara, Damar istirahat sejenak di depan sebuah supermarket, mereka menggeliat karena perjalanan jauh yang sudah mereka tempuh.
Karena sekarang sudah gelap, Gaby dan Damar memutuskan untuk tidur di mobil dulu baru besok melanjutkan perjalanan mereka. Supermarket yang ada di depan mereka juga sudah tutup karena memang saat ini sudah lumayan larut malam.
“By, apa masih belum ada cinta di hati lo buat gue?” tanya Damar, dia memegang tangan Gaby.
“Sebenarnya gue udah mulai cinta sama lo Dam, tapi gue ragu aja entah ini cinta atau apa.” Damar memperbaiki posisi duduknya.
“Lo serius?”
“Iya, seenggaknya gue nyaman sama lo dan terkadang gue sering kangen.”
“Jujur ya By, gue benar-benar cinta sama lo, lo udah berhasil mengubah hidup gue menjadi lebih baik dan dengan lo maafin gue, itu udah membuat gue bahagia banget.”
“Semua manusia berhak dikasih kesempatan bukan?” Gaby mengusap lembut wajah Damar.
Damar mendekatkan wajahnya ke wajah Gaby lalu menautkan bibirnya ke bibir Gaby.
Gaby dengan senang hati menyambut serta membalas ciuman Damar, ciuman mereka semakin dalam sehingga lidah mereka saling membelit satu sama lain.
Damar semakin liar menciumi Gaby, leher dan telinga Gaby tak luput dari jilatan lidahnya, Damar bahkan menghisap leher Gaby sehingga meninggalkan bekas di leher putih Gaby.
Tangan Damar menyusup ke balik baju kaos ketat yang dikenakan oleh Gaby, lalu Damar berusaha untuk membuka kaos itu hingga Gaby saat ini tak memakai atasan.
Pandangan Damar kini sudah dipenuhi dengan nafsu, dia tidak bisa menahan diri ketika melihat tubuh Gaby yang sangat indah di depan matanya.
Gaby dengan malu menutupi dadanya yang masih terbungkus oleh bra namun Damar memegang tangan Gaby agar tak menutupi pemandangan yang indah itu.
“Kita udah pernah ngelakuin juga, mau ya,” ajak Damar, Gaby dengan ragu mengangguk.
“Ke belakang yuk.”
Mereka berdua pindah ke bangku belakang, Damar melepaskan semua pakaian Gaby sehingga tubuh Gaby kini full na*ked. Damar menelan saliva nya karena takjub dengan keindahan tubuh Gaby, dengan cepat Damar pun melepaskan seluruh pakaiannya dan langsung menindih Gaby.
Damar melumat bibir Gaby penuh nafsu, kali ini dia melakukannya dengan lembut sehingga Gaby terbuai dengan sentuhan Damar. Sebelah tangan Damar meremas bongkahan ranum Gaby, pijatan dari telapak tangan itu membuat Gaby terbuai bukan main, dia semakin bergerak gelisah saat mulut Damar menghisap kuat buah dadanya.
“Aaahhh...sshhh..Ddaamm aahh.” Suara desahan Gaby membuat Damar semakin bersemangat menghisap dada ranum itu dan sebelahnya lagi dia remas dengan kuat.
Malam itu Gaby dan Damar melakukan hubungan terlarang di dalam mobil, hingga mereka berdua tidur tanpa mengenakan apa-apa hingga pagi menyapa.
Gaby dan Damar kembali melanjutkan perjalanan mereka hingga pukul 10 pagi mereka sampai di pantai yang mereka tuju.
Damar kemudian mengajak Gaby untuk ke pulau yang menjadi tujuan utama mereka, Gaby benar-benar menikmati pemandangan di pulau itu, tentunya mereka kembali bermesraan di sana.
“Balik yuk, udah sore nih,” ajak Damar pada Gaby.
“Malam aja balik, aku masih mau di sini.”
“Malam? Kamu nggak takut?”
“Enggak, santai aja kali, lagian itu bapaknya kan ikut sama kita.” Memang mereka ke pulau itu dengan kapal nelayan, jadi mereka menggunakan jasa seorang nelayan untuk sampai di pulau tersebut.
Jadilah mereka berdua sampai malam di pulau itu, saat akan kembali, Gaby dengan sengaja menggorok leher Damar hingga darah mengucur deras dari leher itu.
Damar memegangi lehernya dan menatap Gaby dengan tatapan tak percaya, seakan sorot matanya bertanya, kenapa?
“Ini sebagai tanda perpisahan dari gue buat lo Damar, perpisahan seperti ini yang gue inginkan,” kata Gaby dengan senyum devil nya pada Damar.
...***...