Kembali lagi mommy berkarya, Semoga kalian suka ya.
Mahreen Shafana Almahyra adalah seorang ibu dari 3 anak. Setiap hari, Mahreeen harus bekerja membanting tulang, karena suaminya sangat pemalas.
Suatu hari, musibah datang ketika anak bungsu Mahreen mengalami kecelakaan hingga mengharuskannya menjalani operasi.
"Berapa biayanya, Dok?" tanya Mahreen, sebelum dia menandatangani surat persetujuan operasi.
"500 juta, Bu. Dan itu harus dibayar dengan uang muka terlebih dahulu, baru kami bisa tindak lanjuti," terang Dokter.
Mahreen kebingungan, darimana dia bisa mendapatkan uang sebanyak itu dalam waktu singkat?
Hingga akhirnya, pertolongan datang tepat waktu, di mana CEO tempat Mahreen bekerja tiba-tiba menawarkan sesuatu yang tak pernah Mahreen duga sebelumnya.
"Bercerailah dengan suamimu, lalu menikahlah denganku. Aku akan membantumu melunasi biaya operasi, Hanin," ucap Manaf, sang CEO.
Haruskah Mahreen menerima tawaran itu demi Hanin?
Atau, merelakan Hanin meninggal?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mommy JF, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 18: Pertemuan
Setelah menyelesaikan video call dengan Mahreeen, Manaf memutuskan untuk segera menjemput kedua anak Mahreeen dari asrama mereka. Dia tahu bahwa ini adalah langkah penting untuk membangun hubungan dengan mereka. Manaf merasa perlu meluangkan waktu dan mendekatkan diri, apalagi liburan mereka akan segera tiba.
Aku tidak boleh mengecewakan anak anak Mahreeen, toh mereka juga akan menjadi anakku. Semoga saja Chana sama seperti Hanin. Ya Allah, mudahkan lah usahaku ini untuk menjalin hubungan tali silaturahim dengan benar. Aku berniat menikahi ibunya dan tentunya harus bisa dekat dan akrab anak anaknya. Ridhoi aku ya Allah, batin Manaf.
Saat tiba di sekolah asrama, Manaf menunggu dengan tenang di ruang tamu sekolah. Anak-anak Mahreeen, Chana dan kakaknya Rasya, datang dengan wajah penuh tanda tanya, terlihat tidak sepenuhnya nyaman.
"Assalamualaikum, Chana, Rasya. Kalian siap untuk liburan?" sapa Manaf yang memang sama sama canggung.
Chana melirik kakaknya sebelum menjawab dengan agak canggung.
"Waalaikumsalam," Jawab bersama keduanya dan salim pasa Manaf.
Deg!
Semoga tidak alergi!!! Bisik dalam hatinya.
"Om Manaf, kami bisa pulang sendiri. Ibu selalu mengizinkan kami naik taksi atau jemputan dari sekolah. Kenapa Om repot repot datang?" tanya Chana.
Manaf tersenyum hangat, mencoba mencairkan suasana.
Alhamdulillah Ya Allah, akhirnya aku bisa normal jika berada dalam lingkup Mahreeen. Entah dia ataupun anaknya sama saja. Bisa buat aku menjadi lelaki normal. Batin Manaf.
"Ibu kalian sedang sibuk menjaga Hanin, jadi aku pikir akan lebih baik kalau aku yang menjemput. Selain itu, aku ingin mengenal kalian lebih baik. Bagaimana kalau kita habiskan waktu bersama dulu sebelum pulang? Kita bisa jalan jalan ke mal, beli baju baru, atau makan enak. Apa kalian mau?" ajak Manaf yang harus mulai santai.
Kakak Chana alias Rasya, yang lebih pendiam, akhirnya angkat bicara. "Kita nggak biasa seperti ini, Om. Tapi… kalau Om benar-benar ingin, kami ikut." setuju juga akhirnya setelah mendapatkan cubitan dari Cahan hanya ingin main ke mall.
Chana tipe pemaksa dan tidak jarang akan menangis bila tidak di turutinya, ibunya sering kali di buat pusing oleh Chana yang pemaksa dan manja ini.
Manaf merasa lega meski merasakan sedikit ketegangan. "Terima kasih sudah memberi kesempatan. Kalian akan lihat, kita bisa bersenang senang bersama." ucap Manaf senang.
Mereka bertiga kemudian menuju mal terdekat. Sepanjang perjalanan, Chana dan Rasya awalnya masih terlihat kaku, namun setelah sampai di mal dan mulai berbelanja, suasana mulai mencair.
"Chana, suka warna apa? Coba pilih baju yang kamu suka. Kalau kakak, gimana? Ada yang kalian mau dari sini?" pinta Manaf.
Chana mulai membuka diri sedikit dan menunjuk beberapa baju. "Aku suka warna biru. Kakak lebih suka yang hitam." jelas Chana.
Manaf tertawa pelan.
"Oke, mari kita cari yang paling bagus untuk kalian. Jangan malu malu, pilih saja yang kalian mau. Hari ini khusus untuk kalian." jelas Manaf.
Keceriaan mulai terpancar di wajah kedua anak itu, terutama setelah Manaf dengan sabar membantu mereka memilih pakaian. Setelah berbelanja, mereka makan di restoran favorit anak anak, dan Manaf terus berusaha menciptakan suasana nyaman.
"Om Manaf, kenapa Om baik sekali sama kami? Padahal baru kenal." tanyanya polos.
Manaf tersenyum lembut, menatap Chana dan Rasya bergantian. "Aku bukan hanya ingin dekat dengan ibu kalian, tapi juga dengan kalian. Kalian bagian dari hidupnya, jadi penting buat aku juga ada di hidup kalian." jelas Manaf yang memang harus jujur dari awal.
Rasya akhirnya tersenyum tipis.
"Kami suka kejujuran, Om. Mungkin ini akan butuh waktu, tapi aku rasa… ini nggak seburuk yang aku pikirkan." ucap Rasya.
Manaf mengangguk dengan lega.
"Terima kasih sudah mau memberi kesempatan, Kak Rasya. Aku akan selalu ada buat kalian, apapun yang kalian butuhkan." jawab Manaf.
Setelah seharian berbelanja dan makan, mereka menuju apartemen Manaf. Saat tiba di apartemen, Chana dan Rasya melihat lihat dengan kagum.
"Apartemen ini besar sekali, Om. Kami belum pernah tinggal di tempat seperti ini." tanya Chana polos lagi.
Manaf tersenyum dan menunjukkan kamar yang sudah disiapkannya untuk mereka.
"Kalian bisa pakai kamar ini selama liburan. Kalau kalian suka, aku akan sering membawa kalian ke sini. Bagaimana? Suka?" ucap Manaf tersenyum.
Chana berlari ke kamar, memeriksa setiap sudut, lalu kembali dengan senyum lebar.
"Suka sekali! Terima kasih, Om." jawab Chana senang.
Kakaknya, meskipun lebih tenang, juga tampak puas.
"Iya, tempat ini nyaman. Terima kasih, Om, sudah menyiapkan semuanya." ucap Rasya.
Manaf menatap mereka dengan penuh kebahagiaan.
"Aku senang kalian suka. Di sini kalian bisa merasa aman dan nyaman, sama seperti di rumah." ucap Manaf.
Setelah mereka semua berkumpul di ruang tamu, Manaf menyiapkan minuman hangat untuk mereka. Anak anak mulai merasa lebih santai, dan suasana pun semakin akrab.
"Bagaimana rasanya liburan ini? Sudah puas jalan jalan?" tanya Manaf.
Chana tertawa kecil.
"Senang, Om. Terima kasih sudah ajak kami. Ternyata Om Manaf baik." jawab Chana.
Kakaknya juga mengangguk.
"Aku kira akan aneh, tapi ternyata asyik juga." ucapnya sama sama polos.
Manaf tersenyum puas.
"Aku hanya ingin kalian bahagia. Aku juga ingin kalian tahu, bahwa apa pun yang terjadi, aku akan selalu ada untuk kalian dan ibu kalian. Kita bisa membangun keluarga bersama, perlahan lahan." ucap Manaf.
Chana memandang Manaf dengan serius.
"Om, apakah benar Om akan menikah dengan Ibu?" tanya Chana.
Pertanyaan itu membuat suasana sedikit berubah, namun Manaf tetap tenang.
"Iya, kami memang berencana untuk menikah. Aku ingin memastikan bahwa Ibu kalian merasa aman dan didukung. Bukan hanya sebagai pasangan, tapi juga sebagai keluarga. Apa kalian setuju?" tanya Manaf.
Manaf pikir bukankah lebih baik secepatnya dibicarakan dengan mereka. Walau masih anak anak pasti paham jika dia nyaman atau tidaknya dengan dirinya.
Rasya menatap Manaf dengan rasa penasaran.
"Kalau begitu, apakah kami juga akan tinggal bersama Om?" tanya Rasya.
Manaf mengangguk.
"Jika kalian mau, aku akan sangat senang kalau kita bisa tinggal bersama. Tapi semuanya tergantung kalian. Aku ingin kalian nyaman, dan ini semua bukan tentang memaksa, tapi membangun keluarga yang kita semua inginkan." jelas Manaf.
Chana dan Rasya saling bertukar pandang, lalu akhirnya tersenyum.
"Kami akan memikirkannya, Om. Tapi yang pasti, kami senang Om mau dekat dengan kami." jawab Rasya mewakili keduanya.
"Jika Ibu, suka pada Om. Aku tidak masalah, asal Om jangan kayak Bapak," cletuk Chana.
"Hus!! Jangan asal ngomong, Chana," ucap Rasya.
"Tidak akan, Om janji," ucap Manaf.
"Tuh, Kak. Denger," ucap Chana lagi.
...****************...
Hi semuanya, tinggalkan jejak.kalian di sini. Bantu like dan komentarnya ya.
Kasih hadiah ya yang suka novel ini. Bentar lagi masuk 20 bab. Bantu mommy ya.❤❤❤❤❤
bentar lagi up ya di tunggu
Yang suka boleh lanjut dan kasih bintang ⭐⭐⭐⭐⭐
Dan yang ga suka boleh skip aja ya.
Terima kasih para raiders ku.