Berry Aguelira adalah seorang wanita pembunuh bayaran yang sudah berumur 35 tahun.
Berry ingin pensiun dari pekerjaan gelap nya karena dia ingin menikmati sisa hidup nya untuk kegiatan normal. Seperti mencari kekasih dan menikah lalu hidup bahagia bersama anak-anak nya nanti.
Namun siapa sangka, keinginan sederhana nya itu harus hancur ketika musuh-musuh nya datang dan membunuh nya karena balas dendam.
Berry pun mati di tangan mereka tapi bukan nya mati dengan tenang. Wanita itu malah bertransmigrasi ke tubuh seorang anak SMA. Yang ternyata adalah seorang figuran dalam sebuah novel.
Berry pikir ini adalah kesempatan nya untuk menikmati hidup yang ia mau tapi sekali lagi ternyata dia salah. Tubuh figuran yang ia tempati ternyata memiliki banyak sekali masalah yang tidak dapat Berry bayangkan.
Apa yang harus dilakukan oleh seorang mantan pembunuh bayaran ditubuh seorang gadis SMA? Mampukah Berry menjalani hidup dengan baik atau malah menyerah??
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hilnaarifa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 13
Seharusnya dia tidak melakukan ini. Sedari tadi Alice terus berpikir, mengapa dia perlu repot-repot melakukan hal ini!
Dia menatap sinis pada Darrel yang sedang duduk sambil memakan mie cup yang ia beli, itu untuk diri nya tadi tapi pemuda sialan ini mengambilnya dan memakannya dengan kepala besar.
Begini cerita nya, setelah berpisah dari sang ayah. Alice pergi berjalan-jalan mengitari kota yah dia masih penasaran dengan banyak hal yang ada di dalam dunia novel.
Jika di perhatikan, semuanya terlihat normal dan sangat mirip dengan dunia asli nya. Hanya tambahan beberapa fitur yang dia tidak tahu itu bisa ada.
Hingga hari menjelang sore dan sore pun menjelang malam. Alice mendapatkan informasi dari pembantu nya jika sang ibu
masih berada di rumah, jujur saja dia malas bertemu dengan wanita itu. Toh mereka juga tidak bisa berkomunikasi dengan normal.
Jadi, dia memilih untuk tidak pulang sampai ibu nya tidur. Agak aneh memang tapi mau bagaimana lagi.
Alice sudah banyak mendatangi tempat-tempat kebetulan dia melewati toserba yang berada di dekat sekolah nya.
Ini sudah pukul sembilan malam, orang-orang juga mulai jarang terlihat. Karena itu, Alice merasa heran saat mendengar suara aneh di dalam gang gelap yang pernah di datangi oleh gadis-gadis yang pernah menyiram nya di toilet kemarin.
Orang bosan mana yang mau menghabiskan waktu di tempat gelap seperti itu?
Dengan penasaran tinggi, Alice pun berjalan memasuki gang. Dari jauh, dia melihat sekumpulan pemuda sedang... apa itu, menginjak?
Iya, mereka seperti sedang menginjak sesuatu di bawah mereka dengan ganas. Alice berjalan lebih dekat lagi tidak banyak penerangan disini karena itu dia tidak bisa melihat apapun.
Saat sudah beberapa meter lebih dekat dari sekumpulan pemuda ganas itu, Alice melotot ketika mendapati seseorang yang ternyata menjadi bahan penginjakan ganas yang di lakukan oleh para pemuda itu.
"Habisi dia, cepat!"Sebuah suara menyuruh para pemuda itu yang membuat tindakan mereka menjadi lebih brutal.
Alice tidak bisa melihat orang mati di depannya sebenarnya tidak masalah hanya saja, dia sudah menjadikan diri nya saksi disini.
Alice mengambil talinya dari dalam tas dengan segera dia berlari mendekati mereka dan melompat ke salah satu pemuda disana.
Dia melilitkan tali itu di leher pemuda tersebut dan menariknya dengan kuat hingga dia terjatuh.
Alice segera melepaskan tali itu, dia menendang pemuda di sampingnya dan melayang kan pukulan keras di wajah nya.
"Siapa lo?!"Teriak pemuda yang menginstruksikan para pemuda tadi. Alice tidak menjawab, dia malah berlari dan melompat untuk melilit kan kembali tali itu
di leher si pemuda berisik.
Tanpa banyak basa-basi, dia membanting pemuda itu ke tanah dengan cepat. Tersisa tiga orang lagi, Alice segera melayangkan tendangan dan pukulan bebas nya pada mereka hingga terpental kesana kemari bahkan menabrak dinding gang.
Beberapa dari mereka memuntahkan darah dari mulutnya, Alice tidak perduli itu.
Melihat semuanya telah tumbang, Alice mengambil kerah baju orang yang di injak-injak tadi dan menyeret nya pergi dari sana segera.
Alice membawanya masuk ke dalam
toserba, pilihan buruk sebenarnya namun dia malas berjalan jauh lebih dari ini.
Hei yang ia geret ini manusia dan seorang laki-laki. Dia tidak ringan, oke.
Alice meletakkan nya di salah satu kursi yang tersedia disana, dia pun ikut duduk. Merasa sedikit risih karena kasir toserba itu menatapnya dengan penuh rasa curiga, dia tidak sedang membunuh orang, tolong.
Jadi jangan menatap nya seperti itu. Alice menatap pemuda yang ia tolong tadi namun seketika tubuh nya membeku saat mendapati orang yang ia kenal.
"Sshh."
Orang itu meringis kesakitan karena luka di wajahnya dan bibir nya. Belum lagi, tubuhnya yang pasti telah babak belur.
"Darrel?"Panggil Alice pelan. Pemuda itu segera melihat ke arah Alice, dia juga sama terkejutnya dengan gadis itu ternyata orang yang menolongnya seorang gadis dan ia kenal dengan gadis itu.
"Lo tahu nama gue?"Ucap pemuda itu dengan bodoh. Alice menatapnya dengan datar, gadis itu memutar mata nya malas.
Dia menghela nafas pelan yah satu lagi hal bodoh di luar nalar yang ia lakukan. Kenapa dia harus terlibat dengan pemuda ini?
Begitulah cerita yang terjadi mengapa Darrel bisa duduk santai sambil memakan mie cup yang di buat Alice tadi.
"Kenapa kau bisa di injak-injak seperti tadi?"Tanya Alice penasaran. Dia baru saja selesai membuat mie baru untuk nya, ini sudah pukul sepuluh malam lewat. Dan dia belum pulang karena pemuda sialan ini.
Oh tadi ia sempat bercerita pada kasir toserba itu, apa yang terjadi pada Darrel. Setelah mendengar penjelasan darinya sang kasir tidak lagi melayangkan tatapan penuh kecurigaan lagi pada nya. Dia bisa makan dengan tenang sekarang.
"Sluurpp... ah..."
Darrel meminum kuah yang tersisa dengan puas. Dia tidak pernah tahu, ada makanan seenak ini.
Orang tuanya tidak pernah mengizinkan nya untuk memakan mie instan apapun bentuk nya.
Bisa di bilang, ini pertama kalinya dia memakan mie. Dan rasa nya sungguh enak, hm... dia tidak menyesal telah di hajar habis-habisan hanya jika dia bisa menikmati makanan seperti ini lagi.
Dia mengalihkan pandangannya pada Alice, gadis itu sedang memakan mie nya dengan penuh kenikmatan, dia jadi ingin lagi namun Alice dengan kejam menolak untuk berbagi lagi.
Gadis itu menjauhkan mie nya dari Darrel sambil melayangkan tatapan bertanya.
Pemuda itu menghela nafas panjang, "Itu geng musuh. Kami berencana melakukan balapan liar dan mereka meminta hanya boleh ketua dari kelompok saja yang datang. Geng kamu pun melakukan nya hanya gue yang datang ke pertandingan namun siapa sangka. Ternyata itu cuman jebakan dan selebihnya bisa Lo lihat sendiri seperti apa tadi"Ucap Darrel bercerita.
Dia menatap Alice kembali yang mana dia mendapatkan tatapan jijik dari gadis itu. Apa lagi yang salah darinya, hah? Kenapa gadis ini suka sekali memasang wajah-wajah aneh seperti itu pada nya.
"Bodoh. Kalian bodoh sekali"Gerutu Alice kesal. Orang tolol mana yang akan setuju dengan ajakan seperti itu? Oh iya, itu Darrel dan teman-teman nya.
Tapi, heii! Mereka musuh, sudah pasti tidak ada kata adil dalam peperangan. Semua akan di lakukan untuk menang, bahkan dengan berbuat curang.
Hahh... memang anak-anak labil.
Darrel terdiam mendengar penghinaan Alice, gadis ini tidak salah. Dia memang bodoh terlalu tidak waspada dan sepele dengan musuh.
"Terimakasih. Jika bukan karena Lo, gue mungkin udah habis sama mereka"Ucap Darrel sambil membuang muka.
Alice hanya menaikkan alisnya, dia mengangkat bahu acuh. "Tidak sengaja melihat mu, niatnya aku ingin pergi saja tadi. Tapi, aku tidak mau menjadi saksi pembunuhan"Balas Alice santai.
Darrel melirik datar, gadis ini memang tidak punya hati. Tapi tunggu dulu, "Kenapa gadis seperti mu bisa berkeliaran di malam hari??"Tanya dengan heran. Apa perempuan ini tidak takut di culik?
Alice berpura-pura sibuk dengan makanannya yang sebenarnya sudah habis. Mana mau dia menjawab pertanyaan itu.
Melihat Alice tidak niat untuk menjawab pertanyaan nya, Darrel kembali diam. Mereka menikmati keindahan cahaya jalanan sampai tengah malam. Kasir toserba sudah menguap dari tadi, dia sungguh mengantuk namun pekerjaannya mengharuskan dirinya untuk tetap terjaga.
"Kau tidak ingin pulang?"Tanya Alice pada Darrel yang sudah terlihat sangat mengantuk.
Pemuda itu mengintip dengan matanya yang sudah tertutup, "Motor gue ketinggalan di gang tadi, nggak tahu hilang atau tidak"Jawabnya tidak nyambung.
Alice menggeleng kan kepala nya heran, "Aku mau pulang. Jika, kau masih mau disini itu terserah mu"Balas gadis itu acuh.
Dia berdiri dari kursi nya melihat itu Darrel segera membuka mata nya dan ikut berdiri meski dia sangat mengantuk.
Alice berjalan keluar dari toserba di ikuti oleh Darrel yang mengekori nya seperti anak ayam, Alice menghentikan taksi yang lewat tepat di depan nya.
Dia membuka pintu taksi dan segera menarik Darrel lalu mendorong nya masuk. Pemuda itu terkejut sebelum dia sempat berbicara, Alice sudah menutup pintu taksi.
Tok tok
"Jalan pak"Suruh Alice pada si supir taksi, supir itu mengangguk dan segera mengendarai taksi nya pergi meninggalkan Alice.
Darrel hanya bisa menatap gadis itu dari balik kaca mobil, Darrel merasa gadis itu terlalu... jauh?
Alice seperti membangun tembok yang tinggi di sekitar nya sejak, dia melihat gadis itu di perpustakaan. Gadis itu penuh dengan
teka-teki.
Darrel berbalik, dia sangat mengantuk sekarang setelah mengatakan alamatnya pada supir taksi tersebut, dia pun menutup mata nya sebentar.
Sedangkan Alice, gadis itu sudah berlari dan melompat ke atas atap bangunan sekitar nya. Sejak menjadi pembunuh bayaran di dunia asalnya, berjalan di genteng sudah menjadi kebiasaan diri nya.
Ini salah satu kelebihan yang bagus untuk nya selain menghemat ongkos, melompati atap jauh lebih cepat di bandingkan menaiki kendaraan.
Seorang anak kecil baru saja kembali dari dapur untuk minum tanpa sengaja dia melihat ke luar jendela, tepat jauh di depan sana, dia melihat ada seorang yang melompat-lompat seperti monyet di atas atap.
Dia menggosok matanya untuk memastikan apa yang ia lihat benar atau tidak setelah penglihatannya lebih jernih, penampakan tadi telah hilang.
Dia memiringkan kepalanya heran lalu mengangkat bahu acuh.
***
Karla berjalan menyusuri lorong sekolah, dia sedang tidak mood sekarang. Orang tua nya menegur dirinya karena kemarin dia mencari masalah dengan Ruby, entah dari mana mereka mendapatkan berita itu. Yang pasti jika dia membuat ulah lagi, dia akan di hukum.
Gadis itu mengepalkan tangannya menahan amarah dan rasa sedih. Selalu seperti ini, tidak ada yang mengerti tentang dirinya.
Kenapa dia harus lahir di keluarga Cole? Dia tidak pernah meminta untuk lahir di keluarga itu, kenapa harus dia yang di salahkan karena terlahir sebagai perempuan?
Hampir saja air matanya menetes jatuh jika dia tidak melihat hal yang cukup menarik. Di depan sana, Alice sedang menatap ketiga gadis yang mengerjainya di kantin kemarin, gadis itu menunjukkan jari tengah nya pada ketiga gadis itu.
Namun hal yang menarik nya, ketiga gadis itu tidak melawan dan hanya diam saja sambil saling menyenggol dengan bodoh.
Karla terkekeh geli ketika Alice berpura pura akan menendang gadis-gadis yang mana membuat mereka berlari terbirit-birit. Alice hanya melambaikan tangannya pada kepergian mereka.
Alice berbalik dan melihat Karla, "Yo, si antagonis kita. Kenapa kau tertawa sendiri seperti orang gila?"Ucap Alice sambil
memiringkan kepalanya.
Karla tersenyum dan menggeleng kan kepala nya jika dilihat-lihat Alice sangat lucu. Selain penggunaan kata nya yang kaku seperti orang tua, tingkahnya yang terlalu random membuat mood nya kembali baik.
Dia berpikir untuk mendekati Alice dan menjadi kan nya sebagai teman. Melihat gadis itu cukup baik dan tidak pernah menghakiminya sedikit pun sangat berbeda dengan murid sekolah lain nya.
Bahkan, ketua OSIS sekolah yang di kenal
dingin dan jarang dekat dengan orang lain pun ikut menempel pada Alice.
Gadis itu seperti memiliki magnet yang membuat orang-orang disekitar nya menempel pada nya. Hanya saja, Karla merasa Alice seperti membatasi diri nya. Ini bukan sikap asli yang ia tunjukan.
"Kau menangis ya?"
Karla terkejut ketika Alice sudah ada di depan nya sambil melotot ke arahnya. Dia mundur beberapa langkah ke belakang, bagaimana Alice tahu jika dia hampir menangis tadi.
"Nggak kok, gue nggak nangis. Kan lo lihat
sendiri, gue ketawa"Jawab Karla sambil mengangkat bahu nya.
Dia mencoba untuk tidak menatap Alice yang masih saja melotot ke arahnya. Entah kenapa gadis itu sering sekali membuat wajah aneh, Karla merasa heran. Alice punya seribu emosi di wajah nya dan dia mengeluarkan nya tanpa takut orang tahu akan kelemahan nya.
"Aku merasa suasana hati mu sedang tidak baik. Ada apa? Apa seseorang mencuri makanan mu? Aku juga sering tidak enak hati jika ada yang mencuri makanan ku"Ucap Alice bercerita, mengingat semalam Darrel mengambil mie nya, dia sungguh kesal.
Karla sedikit meringis, makanan bukan alasan nya untuk bersedih. Itu bukan hal yang pantas. Sangat tidak sebanding dengan suasana hati nya.
"Tidak. Hanya ada beberapa masalah di rumah, lo pasti tahukan, permasalahan orang-orang kaya"Jawab Karla. Mereka berdua berjalan menyusuri lorong menuju kelas mereka di lantai dua.
"Kredit bank? Yang ku tahu hanya itu, setiap orang kaya sangat suka membeli barang-barang mahal yang tidak berguna hingga tagihan kartunya membludak. Mereka tidak sanggup membayar dan akhirnya, semua barang itu kembali di sita oleh bank"Ucap Alice menduga duga.
Semua orang kaya di dunia nya seperti itu,
mereka menjadi bahan pembicaraan dan di buru oleh pekerja bank dan juga polisi. Bahkan ada yang melakukan korupsi.
Karla bingung harus tertawa atau menangis mendengar ucapan Alice. Gadis ini sangat suka membuat hal-hal menjadi di luar nalar bagi nya, dia bahkan sempat bercerita tentang kredit bank. Entah dia kelewatan polos atau bodoh, Karla tidak tahu.
Alice tersenyum tipis, dia sudah mengerti apa yang di maksud oleh Karla. Hanya dia berpura-pura tidak tahu dan mencoba mengalihkan perhatian Karla agar dia tidak terlalu memikirkan tentang rumah nya.
"Bukan Alice ah, sudahlah. Lo nggak bakalan ngerti"Ucap Karla yang sudah terlanjur frustasi dengan kata-kata Alice.
Gadis itu mengangguk, dia bersenandung mendengar lagu yang terputar di earphone nya. Karla meliriknya, dia baru sadar jika Alice memakai earphone jika dilihat-lihat, gadis ini memang sering memakai nya.
"Aku tidak suka dengan gadis yang bernama Ruby itu, saran ku jangan terlalu sering bersinggungan dengan diri nya"Ucap Alice tiba-tiba.
Karla mendadak bingung, "Kenapa?"
Dia rasa Alice tidak sepantasnya mengatakan itu bukan apa-apa dari yang ia tahu, Alice dan Ruby tidak pernah punya masalah pribadi.
Alice menatap kosong ke arah Karla yang mana membuat perempuan itu sedikit tidak nyaman. Tatapan mata Alice yang seperti itu cukup membuatnya, em... sedikit takut.
"Dia bukan lawan mu. Sebaiknya jauhi saja dia maupun pemuda itu yang selalu menempelinya. Jangan buat diri mu terkena masalah, mereka tidak pantas untuk mengambil perhatianmu"Jawab Alice dengan tenang.
Dia menarik pandangannya dan menatap jalan. Kelasnya sudah hampir sampai, sedangkan milik Karla hanya beberapa meter lagi.
Karla menipiskan bibirnya, dia tidak mengerti. Namun melihat Alice seperti nya sangat perhatian dengannya membuat perasaan nya terharu dan semakin berniat untuk menjadikan Alice sebagai temannya mungkin sahabat jika perlu.
Memiliki orang yang perhatian padamu itu sangat luar biasa. Dia akan merasa beruntung jika Alice mau menjadi teman nya.
Akankah Alice mau? Dia ingin membuka mulut dan bertanya pada gadis itu namun Alice malah berhenti.
"Ini kelas ku. Kau bisa melanjutkan perjalanan mu sendiri, iyakan?"Tanya gadis itu dengan senyuman bodohnya.
Karla terdiam sesaat sebelum dia terkekeh dan mengangguk. "Tentu saja bisa. Senang berjalan bersama dengan mu, Alice. Gue harap ini tidak hanya sekali."Katanya sambil menatap gadis itu memohon.
Alice mendengus, dia pun mengangguk kan kepalanya saja. Kasihan, Karla seperti anak ayam yang membutuhkan seorang induk.
Karla tersenyum, dia pun melanjutkan langkah nya menuju kelas. Sedangkan Alice masuk ke dalam kelas, dia melihat beberapa murid menatap nya tajam dan berbisik-bisik setelah itu. Dia duduk di kursi nya dan segera terbengong menatap keluar jendela sambil mendengarkan lagu.
"Dia bisa berbicara."
"Dia juga bisa mendengar."
"Apa selama ini dia berbohong?
"Dia berpura-pura tuli dan bisu. Dia menipu kita semua!"
"Ini tidak bisa di biarkan untuk apa seorang penipu berada di kelas kita?! Usir saja dia, suruh mencari kelas lain!"
"Ya benar, usir dia!"
Semua murid berteriak menyuarakan keberatan mereka tentang Alice, mereka menatap tajam gadis itu.
Bang
Semua terdiam ketika Alice membanting tangan nya ke atas meja dengan keras. Dia berdiri menatap semua dengan tajam.
"Siapa kalian yang berani mengusirku dari kelas ini?"Ucapnya dengan dingin.
Tidak ada yang berani membuka mulut sedikit pun ketika gadis itu mengeluarkan amarah nya, dia bahkan terlihat ingin melemparkan meja yang ada di bawa tangan nya itu.
Mereka yang sibuk berteriak tadi, mengecilkan leher nya dan berpura-pura tidak melihat Alice.
^^
tp yg baca ko dikit y..
yooo ramaikan hahhlah
semangat kk