Dominica Sophia Raviola Dexter, gadis cantik berusia 16 tahun itu merasa hidupnya tidak tenang karena selalu dipertemukan oleh seorang pria bernama Alexander Kai Devinter, pria yang berusia 12 tahun jauh di atas dirinya.
Alexander Kai Devinter, laki-laki berusia 28 tahun, pria single yang dingin dan menutup hati setelah kepergian sang kekasih, hingga orang tuanya nyaris kehilangan harapan memiliki menantu, mulai bangkit kembali dan mulai mengejar gadis yang membuatnya jatuh hati. Setelah pertemuan malam hari di sebuah pesta itu.
Bagai terikat sebuah benang takdir, keduanya selalu dipertemukan secara tidak sengaja.
Akankah Sophia menerima takdir cintanya, atau justru membuat takdir cintanya sendiri?
Don't Boom like!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Claudia Diaz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bersandiwara Mengikuti Permainanmu
Sore menggantikan siang, matahari bergerak perlahan menuju ufuk barat. Meski langit masih terlihat cerah, tetapi matahari sudah tidak terlalu terik seperti tadi siang. Di sebuah ruangan Soya terlihat berlatih dengan serius.
Dengan mengenakan seragam beladiri miliknya lengkap dengan sabuk hitam yang melingkar di pinggangnya. Rambutnya yang diikat ekor kuda membuatnya terlihat tampak cantik.
Beberapa kali ia melancarkan serangan dan tendangan pada sebuah samsak dengan menggebu-gebu.
“Hiat!"
Bugh! Bugh! Bugh!
“Hentikan, Soya!" seru seseorang. Orang itu menghampiri Soya untuk menghentikannya.
“Hei, apa masalahmu?!" protes Soya saat latihannya dihentikan secara tiba-tiba oleh seseorang, “huh, mengapa kau menggangguku, Jayden?!"
“Itu bukan latihan, tetapi menyiksa diri sendiri, lihat dirimu. Kau bahkan sudah bercucuran air keringat. Apa kau tidak lelah latihan seperti itu terus sedari tadi tanpa jeda istirahat?" tanya Jayden. Dia menarik Soya untuk duduk di atas matras, tangannya menyodorkan sebotol air mineral pada gadis itu.
“Ada apa denganmu?" tanya Jayden.
“Aku hanya merasa kurang, untuk itu aku berusaha untuk menjadi lebih kuat," Soya berkata setelah ia meneguk minuman hingga tersisa seperempat botol.
“Kau bercanda. Kau berkata bahwa dirimu itu kurang? Hei, kau ini merupakan unggulan, bahkan Sabeum pun mengakui kemampuanmu yang mumpuni itu. Dan sekarang kau bilang, kau belum cukup kuat?" Jayden terkekeh. Sedikit tidak masuk akal, jika Soya melontarkan alasan semacam itu.
Soya masih terdiam, emosinya belum juga mereda. Matanya memandang kosong ke ikut arah tembok di ujung sana.
“Ada masalah?" tanya Jayden.
“Ternyata kau ini tidak bisa dibohongi sedikit saja, ya?"
“Jadi benar?"
“Hanya masalah kecil."
“Bicara pada tanganku sana!"
“Kau sungguh menyebalkan, Jay."
“Jika kau belum mampu bercerita, aku tidak memaksamu, Soya."
“Apa kau pernah merasakan sakit hati karena dikhianati?" tanya Soya tiba-tiba.
“Apa ini tentang kekasihmu, kau dikhianati olehnya?" tebak Jayden. Soya mengangguk pelan.
“Dengar, yang namanya dikhianati, tentu saja sakit apalagi dengan pasangannya, tetapi itu semua tergantung dirimu. Ingin melepaskan atau masih memberinya kesempatan kedua. Pikirkanlah baik-baik, aku hanya ingin kau bahagia, karena kau sahabat kecilku," ujar Jayden sambil menepuk bahu Soya.
“Entahlah, jujur saja aku merasakan sakit, tetapi tidak separah itu, tidak sedalam itu, tapi tetap saja rasanya kesal," Soya masih memandang matras.
“Aku tidak ingin berkomentar terlalu jauh, karena yang mengetahui bagaimana rumitnya hubunganmu adalah dirimu, sendiri," nasehat Jayden bijak.
“Thank you, Bro. Sudah bersedia mendengarkan ceritaku," Soya menepuk pundak Jayden.
“Tak masalah, jangan terlalu dipikirkan, kita sudah bersama sejak kecil," jawab Jayden, “jangan menyerang dengan menggunakan emosi."
“Iya," jawab Soya malas.
Mereka kembali mengawasi latihan para junior. Soya sendiri berperan sebagai asisten Sabeum.
Latihan berlangsung hingga senja menyapa, saat ini Soya bersiap untuk pulang, tiba-tiba saja Jayden menghampiri Soya.
“Mau pulang bersama?" tawar Jayden dengan senyuman manisnya.
“Jika kau tidak keberatan," Soya membalas dengan senyuman yang tak kalah manis. Jayden menggenggam tangan Soya menuju parkir motor.
Mata Soya berbinar saat melihat motor sport berwarna hitam, “Bolehkah aku yang mengendarainya?"
Mata Jayden membelalak, “Memang kau bisa mengendarai motor sport, seperti ini?"
“Jangan meremehkanku. Jangan panggil aku Sophia Raviola, anak Daddy Kevin dan Mommy Zizi!" sombongnya.
“Ah, aku lupa jika kau ini anak bungsu Uncle Kevin dan Aunty Zizi," Jayden memutar bola matanya. “Baiklah, kau yang berada di depan, ini kuncinya."
Soya menangkap kunci motor yang dilempar oleh Jayden. Dan dengan segera ia mengeluarkan motor milik Jayden dari parkiran.
Tin ... tin ....
“Ayo, naik!" suruh Soya. Jayden segera naik ke jok belakang. “Jangan mengebut!"
“Kau tidak akan mati semudah itu," seloroh Soya.
“Sialan!" umpat Jayden.
Soya langsung menjalankan motornya, awalnya ia mengendarai perlahan karena menyesuaikan kondisi jalanan. Akan tetapi, lama-kelamaan ia mengendarai motor sport dengan kecepatan di atas rata-rata, bahkan dia terlihat lihai menyalip beberapa kendaraan.
“Sophia pelan-pelan, Sophia. Jangan kirim aku pada malaikat pencabut nyawa. Kasihanilah aku yang belum pernah memiliki kekasih!" Jayden berteriak dengan lantang, darahnya seakan mengalir dengan cepat, jantungnya seakan melompat dari tempatnya dan melorot hingga ke bawah.
Soya tidak mendengarkan seruan ketakutan Jayden. Ia fokus pada jalanan. Hingga, sampailah mereka di mansion milik keluarga Soya.
“Turun! Ayo, kita masuk dulu, aku tahu kau masih shock," ajak Soya.
“Kaupikir aku shock begini, gara-gara siapa?" Jayden merajuk dan berkata sedikit sinis.
“Daddy ... Mommy. Soya pulang. Soya pulang dengan Jayden, anak tetangga sebelah!" seru Soya dengan suaranya yang memekakkan telinga.
“Buset! Pelan-pelan dong, tidak perlu teriak juga, kau ini Tarzan, ya?" sindir Jayden.
Kevin dan Zizi menyambut putri mereka bersama temannya.
“Malam Uncle, Aunty. Jayden mampir sebentar boleh?" Jayden menyapa sekaligus meminta izin untuk main sebentar.
Kevin tersenyum, “Tentu saja boleh. Sekalian saja kita makan malam bersama, tumben sekali kalian pulang bersama?"
“Iya, Uncle. Tadi ada kegiatan ekstrakulikuler, jadi kita sekalian saja pulang bersama," jawab Jayden sambil tersenyum.
“Oh, begitu. Sayang, sana mandi terlebih dahulu. Kami menunggumu untuk bergabung makan malam!" perintah Kevin pada putri bungsunya.
“Siap, Kapten!" Soya langsung berlari menuju kamarnya, untuk membersihkan diri.
Zizi mencuri pandang ke arah Jayden yang tubuhnya terlihat bergetar meski samar, hingga Soya menghilang dibalik pintu, Zizi baru bertanya, “Kau baik-baik saja, Jayden. Apa yang Soya lakukan padamu?"
“Ah, i ... itu, Jayden hanya terkejut saja, kok," Jayden menggaruk tengkuknya yang tak gatal.
“Soya yang membawa motormu?" tebak Kevin, “apakah Soya ugal-ugalan di jalan lagi?"
Jayden melongo, bagaimana bisa orang tua gadis ini menebak dengan benar?
“Tak perlu terkejut, Soya adalah anak kami, tentu saja kami tahu perilaku dan tabiat buruk anak-anak kami," ucap Kevin. Jayden hanya mengangguk canggung.
“Ayo ke ruang makan terlebih dahulu!" ajak Zizi. Di sana sudah ada Lulu dan Stephen.
“Soya masih belum selesai bersiap?" tanya Lulu. Zizi hanya menggeleng.
“Hai, Baby Jay. Pasti kau dijahili oleh Soya lagi, ya?"
Jayden hanya mengangguk malu.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Sementara di kamarnya usai mandi, Soya berkirim pesan dengan sang kekasih.
^^^Princess Sophia^^^
^^^Honey, kau sedang apa?^^^
^^^Aku merindukanmu, bisa kau kirim foto?^^^
^^^Terkirim: 18.30^^^
^^^Dibaca: 18.35^^^
My Giraffe
Aku sedang ada kegiatan di kampus, Sayang
Yang benar, kau merindukanku? Maaf Sayang aku tidak bisa kirim foto, saat ini sedang ada rapat di kampus.
Dibaca: 18.35
^^^Princess Sophia^^^
^^^Ya, sayang sekali. Padahal aku merindukanmu. Honey, kemarin kau ke hotel, ya. Bersama siapa?^^^
^^^Terkirim: 18.37^^^
^^^Dibaca: 18.40^^^
My Giraffe
Itu dengan kakakku, Sayang.
Dibaca: 18.42
^^^Princess Sophia^^^
^^^Oh, itu kakakmu? Mesra sekali, ya? Ha-ha-ha ... aku iri sekali. Aku ingin berkenalan dong, kakakmu cantik, aku suka siapa tahu kita bisa dekat.^^^
^^^Terkirim: 18.43^^^
^^^Dibaca: 18.50^^^
My Giraffe
Kau ini apa-apaan, sih? Dia ini kakakku. Jangan kekanakan, ya! Begitu saja iri.
Dibaca: 18.52
^^^Princess Sophia^^^
^^^Kau marah? Aku, kan hanya bercanda. Mengapa kau marah? Seperti tidak mengenalku saja. Aku jadi tidak yakin jika itu kakakmu. Jangan-jangan kau selingkuh di belakangku?^^^
^^^Terkirim: 18.53^^^
^^^Dibaca: 19.00^^^
My Giraffe
Kau menuduhku selingkuh ... begitu?!
Dibaca: 19.01
^^^Princess Sophia^^^
^^^Aku tidak menuduhmu hanya berprasangka.^^^
^^^Melihat responmu terlalu berlebihan, aku rasa dugaanku benar. Selamat bersenang-senang dengan pacar barumu kalau begitu.^^^
^^^Terkirim: 19.02^^^
^^^Dibaca: 19.02^^^
Soya melempar ponselnya dengan asal. Ia hanya terkekeh, merasa lucu dengan kekasihnya. Dugaannya semakin kuat jika sang kekasih tengah bermain api di belakangnya.
“Sekali buaya darat, tetap akan menjadi buaya darat," gumam Soya. Ia meninggalkan kamarnya dan bergabung ke ruang makan untuk makan malam bersama.
“Lama sekali kau keluar, kami sudah berjamur menunggumu," sindir Lulu menatap adiknya dengan tatapan sinis.
“Lulu!" peringat ayahnya. Lulu sendiri hanya memberikan peace sambil cengengesan.
“Baiklah sekarang kita makan. Kasihan Jayden jika pulangnya terlalu malam, lihat wajahnya pucat sekali, karena kau membuatnya ketakutan," kata Zizi.
“Tidak perlu ada kejadian seperti tadi, wajah Jayden juga sudah pucat, Mom. Kan, memang sudah dari pabriknya begitu," Soya membalikkan piringnya dan mengambil nasi, sayur, serta lauk pauknya. “Lagipula, rumah Jayden hanya berjarak 3 blok dari rumah kita. Tendang dari sini, Jayden juga sudah sampai rumahnya."
Tuhan, bolehkah Zizi pensiun dini menjadi ibu dari anak-anaknya? Atau jika boleh, tolong ganti dengan anak lain yang lebih waras?
Mengerti rasa frustasi yang dirasakan sang istri, tangan Kevin menggenggam tangan sang istri di balik meja. Merasakan genggaman hangat suaminya senyum Zizi terbit dibuatnya. Rasa frustasi yang membelenggu dirinya seolah terserap habis oleh kekuatan magis yang dialirkan sang suami.
“Ayo makan!" perintah Kevin.
Mereka makan dalam keheningan. Usai makan malam, mereka berbincang ringan hingga Jayden memutuskan untuk pulang.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Di tempat yang berbeda, Kai tengah berdiri di rooftop kantornya. Pria itu mulai larut dalam pikirannya sendiri, merasakan perasaan gelisah bercampur dengan rasa penasaran yang membuat hatinya terasa berdebar menyenangkan yang tak bisa ia jabarkan.
Pikirannya terlempar pada pertemuan malam itu, sepasang mata bulat besar yang mampu membuatnya terhipnotis. Sangat jernih dan indah, belum pernah ia menemukan sepasang mata seindah milik gadis itu.
“Aku tidak menyangka, aku akan terjatuh hanya dengan tatapan mata," gumamnya sambil terkekeh sendirian, “belum pernah ada wanita yang membuatku seperti ini selain Berlian."
Angin malam membelai lembut wajahnya, menghantarkan rasa nyaman dan sejuk yang menyeruak di dalam dirinya. Dering notifikasi memecah lamunannya tentang sang gadis, satu email masuk dari orang kepercayaannya. Segera saja Kai membukanya. Seulas senyum kecil terbit di wajahnya yang serupa Dewa Apollo itu.
“Dominica Sophia Raviola Dexter?" beonya, “putri bungsu dari Kevin Alfredo Dexter dan Zivanna Tania Dexter, masih berusia 16 tahun? Wah, aku tidak menyangka jika aku tertarik pada gadis remaja sepertinya!"
Kai mentertawakan dirinya sendiri, takdir macam apa ini? Ia pikir, ia akan jatuh pada pesona wanita dewasa seusianya, atau pada gadis yang jauh lebih muda beberapa tahun darinya, tetapi ini? ... apa takdir hidupnya selucu ini?
“Tidak Kai, kau tidak akan jatuh cinta dengan gadis labil secepat itu, tidak akan. Kau hanya sebatas penasaran dengan gadis itu saja. Iya, kan?" Kai mencoba meyakinkan dirinya sendiri.
Mengusap kasar wajahnya, Kai beranjak dari rooftop kantornya dan memilih pulang ke rumah.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Hari dengan cepat berganti, tampak seperti hari-hari lainnya yang diisi dengan serangkaian rutinitas sehari-hari. Namun, kali ini ada yang berbeda di keluarga Dexter. Entah ada badai apa yang menghantam putri bungsu Kevin itu semalam. Pasalnya sang putri tidak biasanya merengek pada sang ayah, hanya karena ingin diantar-jemput. Membuat Mommy dan kakaknya terheran-heran.
“Apa kau salah makan pagi ini, atau kau salah posisi tidur semalam hingga jatuh terjerembab ke lantai, atau bagaimana?" tanya Lulu yang sedari tadi merasa gatal ingin bertanya.
“Apa salahnya aku minta berangkat dengan Daddy? Aku masih berstatus sebagai putri Daddy jika Kakak lupa!" Soya menatap sinis Lulu.
“Yang mengatakan kau anak tukang kebun tetangga sebelah, siapa? Dunia juga tahu jika kau masih anak Daddy. Dasar pendek!" ujar Lulu sedikit kesal.
“Sebenarnya ada apa ini?" Zizi bertanya.
Soya tampak menimbang-nimbang sesuatu, matanya bergerak gelisah, bibirnya ia gigit kebiasaan jika ia sedang gugup.
“Janji jangan marah ya, Dad, Mom. Sebenarnya ... Richard hendak mengantarkan Soya sekolah hari ini, tapi Soya tidak mau. Soya masih kesal dengannya," beritahu Soya.
“Richard kekasihmu, yang sering kau ceritakan itu, Honey?" Soya mengangguk menjawab pertanyaan Kevin.
“Seperti apa pemuda itu? Daddy rasa, Daddy belum pernah bertemu dengannya, apa ia pernah berkunjung ke rumah?"
“Dia pernah berkunjung kemari, dia satu kampus dengan Lulu meski berbeda jurusan. Aku pernah bertemu dengannya. Ya saat itu kau sedang perjalanan bisnis ke luar negeri, Sayang," jelas istrinya.
“Sudah sejauh mana hubunganmu dengan Richard. Apa kalian sudah bertemu orang tua masing-masing?" tanya Kevin lagi, yang hanya dibalas dengan gelengan kepala dari sang putri.
“Suruh dia kemari, biarkan dia menjemputmu, Daddy ingin bertemu dengannya, sepertinya ini akan menjadi pertemuan yang menarik," ujar Kevin dengan seringai khasnya. Lulu yang mengerti maksud sang ayah hanya tersenyum licik.
Mengerti perintah Baginda Raja Kevin adalah mutlak, mau tak mau Soya menelepon kekasihnya, beruntung kekasihnya bersedia datang ke rumah dan mengantarnya ke sekolah.
Lima belas menit, Richard sampai di kediaman Kevin, pelayan sudah menyuruhnya masuk karena Kevin sudah menunggu.
“Selamat datang, Anak Muda, silakan duduk!" sapa Kevin dengan tersenyum ramah. Namun, tidak dapat dipungkiri aura mengintimidasi begitu terasa saat Richard masuk ke rumah dan bertemu pandang dengan sang pemilik rumah.
“Jadi kau kekasih Sophia putriku, siapa namamu?"
“Richard, Uncle."
“Kuliah atau kerja?"
“Kuliah ... tetapi sesekali membantu Papi di perusahaan," jawab Richard gugup setengah mati karena sedari tadi Kevin masih memandang dengan tatapan tajam.
“Perusahaan?"
“RL Corp."
“Ah, perusahaan milik Micky, RL Corp. Kau putranya?"
“Iya, Uncle."
“Ya ... ya ... aku kenal dengan ayahmu, Anak Muda," ujar Kevin, “sudah berapa lama kau menjalin hubungan dengan anakku?"
“Lima bulan, Uncle."
“Oh, belum lama. Belum ada setahun, apa kau serius dengan putriku?"
“Ten ... tentu saja saya serius Uncle. Saya juga ingin mengenalkan Sophia pada orang tua saya," Richard terbata-bata. Keringat dingin sudah membanjiri tubuhnya.
“Begitukah, kapan?"
“Se ... secepatnya, Uncle."
“Kuharap kau menepati janjimu. Terkadang kami para orang tua juga ingin tahu dengan siapa anaknya menjalin hubungan, itu agar kami mengetahui apakah pasangan anak kami itu dari latar belakang keluarga yang jelas, apakah pasangan anak kami itu adalah orang yang baik, orang yang tulus?" Kevin menghela napas, “kau tahu bukan, aku tidak memiliki putra? Aku hanya memiliki dua putri. Jujur saja, aku terkejut bahwa putriku memiliki hubungan denganmu ..."
“... sebagai seorang ayah, tentu merasa bahagia bahwa putri yang ia rawat dan ia besarkan dengan penuh kasih sayang itu menjalin hubungan dengan pria lain yang menyayanginya selain ayahnya sendiri. Akan tetapi, di satu sisi kami merasa takut, apakah pria itu mencintai putriku dengan tulus, atau hanya sekedar main-main. Dan aku adalah tipe orang tua yang posesif, dalam arti tidak akan membiarkan putriku menangis, atau bahkan terluka. Maka, jika ada seseorang yang membuat putriku menangis, atau pun terluka karena pria, aku tidak akan diam saja. Kau tahu, kan?"
Richard hanya mampu menelan ludahnya dengan kasar napasnya tercekat. Suaranya tersangkut di tenggorokan. Keringat dingin mengalir deras di tubuhnya.
“Ah, tidak perlu tegang begitu, itu merupakan hal yang wajar bukan? Naluri seorang ayah pada anak gadisnya? Suatu hari nanti kau akan mengerti maksudku, dan merasakannya ketika kau menjadi seorang ayah," ujar Kevin.
“Ah, Uncle benar. Ha-ha-ha ...," hanya tawa yang terdengar sumbang, yang keluar dari mulut Richard.
“Ah, baiklah kalau begitu, kita sambung perbincangan ini lain kali, tolong antarkan putriku ke sekolah, ya? Aku tidak ingin dia terlambat," ujar Kevin sambil menghampiri Richard dan Soya.
“Baik Uncle."
Soya berpamitan dengan kedua orang tuanya, begitu juga dengan Richard, lalu motor Richard meninggalkan mansion.
Sepeninggal Richard dan Soya putrinya, Kevin men-dial nomor orang suruhannya.
“Ya, Halo Tuan."
“Awasi pemuda bernama Richard, putra Micky itu. Dan laporkan padaku! Dan aku ingin data Richard sudah kau dapatkan satu jam mulai dari sekarang. Cari sedetail-detailnya, aku menunggu laporan darimu!"
“Baik Tuan!"
Lulu dan Zizi hanya menyeringai melihat apa yang dilakukan Kevin. Ya, Richard sudah membangunkan singa di dalam dirinya yang sudah lama tertidur.
“Kau mencurigai Anak itu?" tanya istrinya.
“Hanya sekedar ingin tahu sekaligus memperkenalkan diri," jawab Kevin.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Lain halnya dengan Richard dan Soya, saat ini terlihat Richard sedang meyakinkan gadisnya yang sedari tadi enggan membuka suara.
“Sayang, aku bersumpah, aku tidak selingkuh dan bermain di belakangmu. Hanya dirimulah yang aku cintai, kau percaya padaku, kan? Yang bersamaku di hotel malam itu adalah kakakku, kami sekeluarga makan malam di hotel," bujuk Richard.
Soya tersenyum, kemudian memeluk kekasihnya, “Maafkan aku yang telah berburuk sangka, seharusnya aku percaya pada kekasihku sendiri."
Richard membalas pelukan erat kekasihnya, “Tidak apa-apa, itu adalah bukti bahwa kau tidak ingin kehilanganku. Sudah sana masuk, ingat jangan dekat-dekat dengan lelaki lain!"
“Siap, Honey!" Soya segera masuk gerbang sekolah sebelum gerbang itu ditutup. Setelah Soya hilang dari pandangan Richard, Richard pun melajukan motornya.