Sequel Belenggu Cinta Pria Bayaran.
Dikhianati sang kekasih dan melihat dengan mata kepalanya sendiri wanita yang dia cintai tengah bercinta dengan pria yang tak lain sahabatnya sendiri membuat Mikhail Abercio merasa gagal menjadi laki-laki. Sakit, dendam dan kekacauan dalam batinnya membuat pribadi Mikhail Abercio berubah 180 derajat bahkan sang Mama sudah angkat tangan.
Hingga, semua berubah ketika takdir mempertemukannya dengan gadis belia yang merupakan mahasiswi magang di kantornya. Valenzia Arthaneda, gadis cantik yang baru merasakan sakitnya menjadi dewasa tak punya pilihan lain ketika Mikhail menuntutnya ganti rugi hanya karena hal sepele.
"1 Miliar atau tidur denganku? Kau punya waktu dua hari untuk berpikir." -Mikhail Abercio
----
Plagiat dan pencotek jauh-jauh!! Ingat Azab, terutama konten penulis gamau mikir dan kreator YouTube yang gamodal (Maling naskah, dikasih suara lalu up seolah ini karyanya)
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desy Puspita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 34 - Ujian/Hukuman?
Menatap nanar ke luar jendela, betapa sibuknya hiruk pikuk kota di bawah sana. Membuat Mikhail iri saja, dia ingin bebas, dia masih muda, masih banyak yang ingin dia lakukan untuk sekarang.
Semudah itu Tuhan membalikkan keadaan, dia yang biasanya pergi sesuka hati tanpa perlu melihat situasi. Kini, semuanya terbatas. Hanya bisa duduk bersandar di tempat tidur. Sialnya lagi, jangankan bertemu, hendak mencari tahu dimana Zia saja dia tidak bisa.
"Kapan selesainya?"
"Tiga hari setelah Anda mengalami kecelakaan."
Bryan sudah menduga, setelah kesadaran Mikhail pulih yang dia tanyakan tentu tak jauh dari anak magang itu. Mikhail menarik napasnya dalam-dalam, kenapa semua menjadi rumit baginya.
"Kau yakin, Bryan?" tanya Mikhail kemudian, entah kenapa dia tidak bisa mempercayai ucapan Bryan kali ini.
"Yakin, saya bahkan sudah bergerak sebelum Anda memberikan perintah. Pihak kampus sudah saya hubungi begitupun dengan teman-temannya, tapi jawaban mereka tetap sama dan tidak mengetahui keberadaan anak magang itu," jelas Bryan kemudian, memang berat setelah kecelakaan Mikhail tugasnya bertambah dan ini lebih sulit dari biasanya.
"Zia, Bryan ... dia punya nama."
Mikhail bicara dengan halusnya, sungguh sebuah hal langka bagi seorang Mikhail Abercio bicara begini padanya. Jika biasanya dia yang bahkan lupa siapa nama wanita yang menemuinya, kini dia tidak suka Bryan asal menyebut nama Zia.
"Iya itu maksudnya."
"ZIA."
"Iya, Zia, Pak.
Pria itu menggigit bibirnya, sepertinya otak Mikhail sedikit bergeser kekiri. Sejak tadi hanya permasalahan nama jadi panjang dan mungkin jika Mikhail bisa dia ingin menghantam Bryan dengan bogem mentah.
"Kamu dimana sebenarnya?"
Bryan hanya bisa terpana melihat bosnya yang kini menyentuh kaca seakan berusaha meraih seseorang di sana. Sedih? Iya, bisa dikatakan begitu. Mikhail adalah tipe pria yang mampu melupakan dalam sedetik jika dia merasa seseorang itu tidak berharga. Akan tetapi, dia juga adalah pria dengan ingatan paling tajam kala dipertemukan seseorang yang tepat.
"Bryan ... apa Tuhan benar-benar tidak mengizinkanku merasakan cinta lagi? Atau ini justru hukuman?!"
Mikhail beralih menatap pria itu, pertanyaannya serius dan dia butuh jawaban. Sempat mencintai sedalam itu, nyatanya dia juga merasakan sakitnya dikhianati bahkan melihat dengan mata kepalanya sendiri bagaimana wanitanya merintih akan kenikmatan yang diberikan pria lain.
Dan kini, setelah empat tahun berlalu dan dia membuang banyak waktu dengan banyak wanita tanpa kejelasan. Namun pada akhirnya yang kini terjadi justru lebih menyakitkan dari sebelumnya, ditinggal pergi kala dia bahkan belum memulai kisah yang sesungguhnya.
"Mungkin begitu," jawab Bryan keceplosan, sungguh sejak terjerumusnya Mikhail karena pengaruh Edgard dia sudah khawatir Mikhail justru terjebak permainannya sendiri.
"Kau ...!"
Jawaban tak terduga yang berhasil membuat dada Mikhail terhenyak. Kenapa harus dipertegas jika ini memang hukuman, pikirnya.
"Maaf, Pak ... maksud saya mungkin ini cara Tuhan menyadarkan Anda untuk menghargai sesuatu yang dinamakan cinta," jelas Bryan takut sekali jika Mikhail justru marah besar akibat ulahnya.
"Kenapa wajahmu terlihat tenang sekali? Kau merasa bebas dengan aku yang tidak bisa apa-apa begini, Bryan?"
Serba salah, hanya karena dia senyum usai bicara Mikhail mengira dirinya bahagia dengan penderitaan yang pria itu alami. Padahal, sama sekali tidak begitu.
"Mana mungkin saya begitu, saya adalah orang yang sangat-sangat menyayangi Anda ... percayalah."
"Ck, aku tidak percaya bualanmu! Hadirkan Zia di sini jika memang kau menyayangiku." Jujur saja, sebenarnya dia sedikit geli mengatakan ini pada Bryan.
Ini sulit, selain karena Bryan tak begitu mengetahui siapa Zia, semua data yang ada juga seakan tidak jelas. Bahkan menurut informasi dari salah satu temannya, Zia bukan kembali ke kotanya karena keluarga juga berharap dia pulang dalam waktu dekat.
"Akan saya usahakan."
Meski sedikit merepotkan, akan tetapi Bryan akan berusaha melakukan yang terbaik untuk pria ini. Selain karena tanggung jawabnya, dia juga berharap Mikhail dapat hidup dengan baik setelah kejadian ini.
-
.
.
"Oh iya ... ponsel Anda sudah selesai diperbaiki."
Bryan sungguh lupa alasan dia mendatangi Mikhail hari ini, dia paham tentang Mikhail yang mengatakan bahwa ponselnya adalah privasi nomor satu. Bahkan Mikhail sempat mengatakan jika suatu saat dia mati, hancurkan ponselnya karena tidak ingin siapapun melihat isinya.
"Benarkah?"
Mikhail meraihnya, menghidupkan kembali benda pipih itu. Semua rahasia tentang hidupnya ada di sana, beruntung sekali Bryan tak menyerahkan ponsel Mikhail kepada Kanaya.
"Huft, syukurlah ... aku pikir hilang."
Sebenarnya tidak ada yang berharga ataupun bisa dinilai dengan uang di dalamnya. Hanya saja, beberapa foto Zia sangat dia takutkan dilihat orang lain. Memang ini adalah sebuah kebodohan, dan dia juga tak menduga kecelakaan itu akan terjadi.
"Bryan, kau tidak macam-macam kan?"
"Tidak, Pak."
Meragukan, Bryan menunduk dan menghindari tatapan Mikhail. Pria itu berdegub tak karuan dan takut sekali bosnya ngamuk kali ini.
"Katakan yang sejujurnya, kau melihatnya?"
"Tidak sengaja, Pak."
Mata Mikhail sontak membola, dengan santainya Bryan mengatakan jika tidak sengaja. Ingin sekali rasanya dia lompat dari tempat tidur dan menghajar Bryan hingga babak belur.
"Tidak sengaja, Pak ... sungguh, saya hanya ingin memastikan apa benar tidak ada kerusakan lagi."
Apapun alasannya, tetap saja Mikhail tak terima. Sesuatu yang hanya miliknya dilihat orang lain dan dia tidak suka. Semua yang ada di sana memang untuk koleksi pribadi dan akan berbeda pandangan jika orang lain yang melihatnya.
"Siallan ... Bisa saja kau membuat alasan." Dia ingin membentak, berteriak dan meluapkan amarahnya. Akan tetapi belum banyak yang bisa dia lakukan, tenaganya belum cukup untuk membuat Bryan meraung kesakitan.
Wanti-wanti jika Mikhail akan melemparkan sesuatu di dekatnya. Mikhail sudah berdiri dan dia sangat siap untuk berlari. Walau jujur saja foto yang dia lihat itu sempat membuat naluri prianya berdesir seketika.
Sungguh hal wajar jika Mikhail sangat merasa kehilangan dengan perginya Zia. Wanita itu Bryan akui memang sangat cantik, menawan dan juga mempesona. Tidur saja secantik itu, bagaimana di saat lainnya, Bryan mulai lancang berpikir nakal.
"Mendekat, kau jangan curang hanya karena kakiku sedang manja saat ini, Bryan."
Tidak, dia tidak puas jika tidak membuat Bryan jera. Sungguh dia tidak rela, sesuatu yang awalnya hanya dia ambil untuk mengancam Zia, nyatanya kini dia sendiri yang menyesali perbuatannya.
"Saya benar-benar tidak sengaja, hanya sekilas dan tidak saya lihat sedetail itu, Pak." Bohong sekali, padahal dia bahkan melihatnya lebih dari lima menit sebelum turun dari mobil.
"Kau benar-benar mau mati rupanya, cepat Bryan jangan membuatku marah." Dia berucap datar sama seperti tatapan matanya, terpaksa Bryan harus mendekat meski hatinya tidak siap jika ditampar Mikhail nantinya.
Mikhail belum melakukan apa-apa, hanya menatap Bryan yang kini kian mendekat.
"Lebih dekat," titah Mikhail lagi, dan kini mereka sudah sedekat itu.
"Kau tau ini apa?" tanya Mikhail mengangkat dua jemari kirinya, pria itu bertanya cukup santai namun Bryan menduga Mikhail benar-benar ingin menghukumnya.
"Matamu harus di-didik sepertinya," ujar Mikhail yang membuat Bryan menelan salivanya pahit, yang benar saja? Hanya karena dia tidak sengaja lalu matanya harus menerima hukuman tak masuk akal itu.
"Ehem-ehem!! EHEEEM!!"
"Papa?" Cepat-cepat Mikhail mendorong Bryan meski tenaganya tak sebesar itu, Bryan yang mengerti maksud Mikhail mundur seketika dan menundukkan kepala kala Ibra masuk dengan tatapan anehnya.
"Kalian berdua ...."
Tbc