Revisi
Ada beberapa hal yang dirasa kurang memuaskan, jadi diputuskan untuk merevisi bagian awal cerita.
Petugas kepolisian Sektor K menemukan mayat di sebuah villa terpencil. Di samping mayat ada sosok perempuan cantik misterius. Kasus penemuan mayat itu nyatanya hanya sebuah awal dari rentetan kejadian aneh dan membingungkan di wilayah kepolisian resort kota T.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon bung Kus, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kelemahan Andre
Raut wajah ketakutan tergambar jelas. Sepasang kaki terus bergerak menghentak lantai. Sedangkan ruas-ruas jari tangan terus menerus mengetuk tempurung lutut. Andre merasakan duduk di sofa yang berduri. Tidak nyaman, tidak aman.
Lilis datang, menyodorkan minuman kopi gula aren dalam kaleng. Karena Andre mengabaikannya, perempuan itu menyentuhkan kaleng kopi yang dingin di pipi Andre. Sontak saja membuat petugas kepolisian berwajah bule itu terkejut. Seolah nyawanya ditarik dari alam mimpi.
"Minum kopi, tarik napas dan kamu akan merasa lebih tenang," ucap Lilis sambil tersenyum. Andre baru menyadari perempuan berwajah galak itu sebenarnya cantik dan manis. Alisnya yang tebal dan bulu-bulu halus di bawah telinga membuatnya memiliki kesan yang kuat tapi tetap terlihat anggun.
"Dimana Pak Dhe Tabah?" tanya Andre kemudian. Dia menerima kaleng kopi pemberian Lilis. Saat ini, Andre duduk di depan ruangan unit reskrim kepolisian resort kota.
"Sedang menghadap Ndan Adi. Kurasa dia senior yang bertanggungjawab. Melihat dirimu yang syok berat, Tabah menguatkan diri, menghadap pimpinan sendirian," jawab Lilis. Dia mengambil duduk di sebelah Andre. Cukup dekat, hingga Andre dapat menghirup aroma wangi parfum yang sejenak mengusir aroma darah yang sedari tadi menusuk hidungnya.
"Aku tidak terbiasa melihat mayat. Apalagi dalam dua hari berturut-turut. Kondisi mayat kali ini lebih mengerikan," ucap Andre terbata-bata. Dia merasa sedikit kesulitan mengatur kalimat yang keluar dari mulutnya.
"Aku sudah melihat poto-poto yang ada di TKP. Kurasa memang kasus ini sangat keji. Korban tewas karena luka dilehernya yang melintang memutus vena jugularis," sahut Lilis dengan ekspresi datar. Perempuan itu seolah menunjukkan pada Andre bahwa dirinya sudah terbiasa melihat hal-hal yang mengerikan.
"Menurutmu, apakah ada orang yang melakukan tindakan sekeji itu? Kesalahan seperti apa yang sudah dibuat Totok hingga harus dihabisi dengan sangat menyedihkan?" Andre menatap Lilis. Kedua kakinya sudah tidak lagi gemetar. Jari-jari tangan menggenggam erat kopi kaleng yang sudah diminumnya separuh bagian.
"Pertama tenangkan dirimu terlebih dulu. Kita petugas kepolisian dituntut untuk teliti dalam mengamati sebuah kejadian. Jujur saja dalam hal ini kamu sudah gagal Ndre. Sebagai orang yang menemukan mayat, kamu seharusnya minimal memiliki catatan yang lebih detail, tapi kamu tidak mampu mengontrol diri," ucap Lilis. Perkataan perempuan itu membuat Andre terdiam. Andre sadar, dirinya bukanlah petugas baru yang bisa dimaklumi saat melakukan kesalahan. Apa yang membuatnya lemah? Mungkin karena Andre terlena selama ini bekerja di wilayah yang sangat jarang terjadi kasus kriminal.
"Lalu soal pertanyaanmu tadi, kurasa ada orang yang sangat mendendam pada Totok hingga melakukan tindakan sekejam itu. Atau bisa juga sebenarnya ini adalah tindakan bunuh diri," lanjut Lilis. Mata Andre membulat.
Benak Andre kembali menyusuri kondisi rumah Totok saat mayatnya ditemukan. Memang tidak ada tanda-tanda kehadiran orang lain di rumah Totok. Lagipula tidak terlihat tanda-tanda kekerasan di sekujur tubuh korban. Hanya ada satu luka serius di leher. Namun, jika Totok bunuh diri, untuk apa dia melakukan hal merepotkan mengikat kakinya kemudian memposisikan diri tergantung terbalik?
"Alat yang digunakan untuk menghabisi nyawa korban adalah pisau dapur berukuran kecil yang ada di bawah meja makan. Kita masih menunggu hasil pemeriksaan sidik jari. Tapi dari unit reskrim sudah bergerak untuk menggali informasi dari mantan istri Totok," pungkas Lilis.
Andre sekali lagi hanya diam termenung. Menyadari mental Lilis jauh lebih unggul dibandingkan dirinya. Perempuan itu memang sangat cocok ditempatkan pada unit reskrim kepolisian resort kota. Ketenangan, dan kecerdasan yang dikisahkan oleh banyak orang, bukanlah isapan jempol belaka.
"Tadi aku juga berkunjung ke tempat tinggal Hendra. Ternyata Hendra dulunya adalah warga desa Karang. Tapi bukankah Mbah Min mengaku tidak mengenal Hendra saat kamu tunjukkan fotonya? Kenapa kepala desa itu berbohong pada kita?" Andre mengalihkan pembicaraan.
"Bisa jadi si Kades itu sudah pikun. Atau memang sebenarnya desa Karang memiliki masalah. Soal Hendra, hasil pemeriksaan tim forensik sudah keluar," sambung Lilis. Ekspresinya berubah kaku.
"Terus? Bagaimana hasilnya? Apa penyebab kematian Hendra?" desak Andre penasaran.
"Hal ini mungkin tidak akan disampaikan pada media dan khalayak umum," sahut Lilis. Dia menghela napas. Andre semakin penasaran dibuatnya.
"Menurut hasil pemeriksaan forensik, darah di seluruh tubuh Hendra mengering. Seolah disedot dan dikeluarkan dari tubuhnya. Namun anehnya, tubuh Hendra utuh, tidak ada sedikitpun luka baru yang ditemukan. Soal sampel cairan yang diambil dari dinding villa, dipastikan adalah darah Hendra," jelas Lilis lirih.
Ekspresi Andre yang sebelumnya tampak mulai tenang, kini terlihat gusar kembali. Sesekali Andre menatap liontin akik yang menggantung di lehernya. Retakan yang kemarin terlihat seperti rambut, kini entah bagaimana tampak semakin melebar.
"Lalu bagaimana menurut Ndan Adi?" tanya Andre kemudian.
"Yah, ada kemungkinan kasus kali ini akan diambil alih oleh kepolisian resort kota bahkan mungkin kepolisian daerah yang turun langsung. Ada dugaan semuanya berkaitan dengan sekte tertentu," jawab Lilis menghela napas.
"Tabah melindungimu dari sanksi kali ini. Mentalmu terlalu lemah Ndre. Melihat banyak darah tubuhmu gemetar ketakutan. Terus terang saja aku merasa heran, bagaimana bisa aku tertarik padamu? Bahkan petugas yang lain yang lebih berani dengan karier mentereng lebih darimu banyak yang mencoba mendekat. Tapi kenapa perhatianku tertuju padamu? Apa mungkin kepolosanmu yang menjadi daya tarik lebih?" Lilis menggerutu lirih. Seolah sedang menyalahkan dirinya sendiri. Sedangkan Andre hanya diam saja. Bingung harus bersikap seperti apa. Ungkapan hati Lilis terasa seperti pujian dan hinaan di waktu yang sama.
Tabah terlihat keluar dari ruangan Kasat Reskrim. Langkahnya yang gontai seolah menjadi isyarat jika kabar kurang baik baru saja didengarnya. Andre segera berdiri dan menghampiri seniornya itu.
"Maafkan aku Pak Dhe. Maafkan aku yang lemah dan tidak berguna dalam penyelidikan," ucap Andre bersungguh-sungguh. Dia membungkuk di hadapan Tabah.
"Selama bertugas bertahun-tahun baru kali ini kita mendapatkan kasus yang besar. Kurasa hal yang lumrah jika kita terkejut, dan kurang cepat mengambil keputusan. Tidak perlu meminta maaf. Tiga hari lagi kepolisian daerah akan turun. Kita akan tetap membantu penyelidikan," ujar Tabah dengan ekspresinya yang terlihat lelah.
Seharian Tabah harus pontang-panting. Mulai dari menyusuri villa, kemudian mengalami kecelakaan di jalan, hingga akhirnya menemukan mayat dengan kondisi mengenaskan. Semua masalah menumpuk dan dipikul sendirian oleh pundak laki-laki bermata sayu itu.
"Sekarang kita mengisi absensi dan pulang Ndre. Kurasa setelah hari ini kita harus mempersiapkan diri dan mental lebih baik lagi. Bukan tidak mungkin kasus kali ini hanyalah kulit, sementara isinya masih banyak lagi yang lebih mengejutkan. Jaman sekarang tidak ada yang tidak mungkin. Bahkan kejahatan yang terasa mustahil pun bisa terjadi," lanjut Tabah. Andre pun merasakan firasat yang serupa dengan ucapan Tabah. Kasus yang mereka tangani saat ini adalah sesuatu yang sulit dijelaskan oleh logika manusia.