Dalam novel Janji Cinta di Usia Muda, Aira, seorang gadis sederhana dengan impian besar, mendapati hidupnya berubah drastis saat dijodohkan dengan Raka, pewaris keluarga kaya yang ambisius dan dingin. Pada awalnya, Aira merasa hubungan ini adalah pengekangan, sementara Raka melihatnya sebagai sekadar kewajiban untuk memenuhi ambisi keluarganya. Namun, seiring berjalannya waktu, perlahan perasaan mereka berubah. Ketulusan hati Aira meluluhkan sikap keras Raka, sementara kehadiran Raka mulai memberikan rasa aman dalam hidup Aira.
Ending:
Di akhir cerita, Raka berhasil mengatasi ancaman yang membayangi mereka setelah pertarungan emosional yang menegangkan. Namun, ia menyadari bahwa satu-satunya cara untuk memberikan kebahagiaan sejati pada Aira adalah melepaskan semua kekayaan dan kuasa yang selama ini menjadi sumber konflik dalam hidupnya. Mereka memutuskan untuk hidup sederhana bersama, jauh dari ambisi dan dendam masa lalu, menemukan kebahagiaan dalam cinta yang tulus dan ketenangan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Anjar Sidik, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 30: Keterpurukan
Kehancuran dalam Keheningan
Langit di luar gelap pekat, seperti mencerminkan suasana hati Dira yang tengah kacau. Ia duduk di pojok ruangan yang dingin dan kumuh, memeluk lututnya sambil menahan air mata. Kejadian malam itu terus berputar di kepalanya—pengkhianatan Arga, senyum dingin Rendi, dan ancaman senjata yang diarahkan padanya.
Di sudut lain, Arga duduk dengan ekspresi tegang. Wajahnya kusut, menunjukkan rasa bersalah yang mendalam. Namun, ia tidak berani mendekati Dira yang jelas masih memendam kemarahan.
Arga: (perlahan) "Dira... aku tahu aku salah. Tapi tolong dengarkan aku sekali ini saja."
Dira tidak menjawab. Ia hanya mengangkat wajahnya yang penuh air mata, menatap Arga dengan kebencian yang membuat pria itu merasa seperti tertusuk belati.
Dira: (dingin) "Kenapa aku harus mendengarkanmu, Arga? Bukankah semua ini karena ulahmu? Aku tidak tahu siapa yang lebih menjijikkan—kamu atau Rendi."
Arga mendekat, berlutut di depan Dira, mencoba menjelaskan dirinya.
Arga: "Aku tahu aku telah mengecewakanmu. Tapi aku melakukan semua ini untuk melindungimu. Kalau aku tidak berpura-pura bekerja sama dengan mereka, kita tidak akan pernah selamat sampai sejauh ini."
Dira: (tersenyum pahit) "Melindungi? Kalau ini caramu melindungi, aku lebih baik hancur saja sejak awal."
---
Bayang-Bayang Pengkhianatan
Dira bangkit, berjalan ke arah jendela kecil yang retak. Di luar, suara sirene polisi yang datang malam itu telah menghilang, tetapi kekacauan di pikirannya masih membara. Ia tidak bisa memutuskan apakah harus mempercayai Arga lagi atau benar-benar menjauhinya.
Dira: (berbisik, hampir kepada dirinya sendiri) "Aku lelah. Setiap orang yang kupercaya, selalu menusukku dari belakang."
Arga berdiri di belakangnya, menatap punggung gadis itu dengan rasa bersalah yang mendalam.
Arga: "Aku tahu aku telah gagal menjaga kepercayaanmu, tapi aku bersumpah, Dira, aku tidak pernah berniat menyakitimu."
Dira: (berbalik dengan mata penuh kemarahan) "Kau bersumpah? Apa sumpahmu berarti sesuatu? Atau itu hanya sekadar omong kosong lain seperti semua yang telah kamu lakukan?"
Arga terdiam, tidak bisa menjawab.
---
Konflik Batin yang Mendalam
Sementara itu, Dira mulai mengingat kenangannya bersama Rendi. Bagaimana pria itu selalu ada untuknya, menawarkan bahu untuk bersandar, hanya untuk akhirnya mengkhianatinya juga. Pikiran itu membuat dadanya sesak.
Dira: (berbisik) "Aku hanya ingin seseorang yang benar-benar ada untukku... tanpa niat tersembunyi. Kenapa itu terlalu sulit?"
Arga mendengar bisikan itu, dan hatinya terasa seperti dihimpit batu.
Arga: "Dira, aku tahu aku tidak sempurna. Aku tahu aku telah membuatmu merasa sendirian. Tapi aku bersedia melakukan apa saja untuk menebus semuanya. Apa pun itu."
Dira menatapnya tajam, matanya penuh air mata.
Dira: "Kalau begitu, buktikan. Buktikan bahwa kau benar-benar ada untukku. Buktikan bahwa aku tidak salah lagi mempercayai seseorang."
---
Ketegangan Memuncak
Malam itu, Arga pergi meninggalkan ruangan kecil itu dengan tekad baru. Ia harus menemukan cara untuk membuktikan kesetiaannya pada Dira, bahkan jika itu berarti harus menghadapi musuh-musuh lamanya. Namun, di luar, ia sadar bahwa langkahnya tidak akan mudah.
Saat berjalan menyusuri lorong gelap, sebuah suara tiba-tiba memanggilnya dari bayangan.
Rendi: (sinis) "Jadi, kau benar-benar ingin menjadi pahlawan bagi Dira, ya?"
Arga langsung siaga, tangannya meraih pisau kecil yang ia simpan di balik jaket.
Arga: "Aku tidak punya urusan lagi denganmu, Rendi. Biarkan aku pergi."
Rendi: (tertawa kecil) "Oh, kau pikir ini sesederhana itu? Tidak, Arga. Kau telah mencampuri urusanku, dan aku tidak akan membiarkanmu lolos begitu saja."
Ketegangan di antara keduanya memuncak. Rendi melangkah lebih dekat, menatap Arga dengan mata penuh ancaman.
Rendi: "Aku hanya ingin memastikan satu hal. Kalau kau ingin terus bersama Dira, kau harus membuktikan bahwa kau bisa melindunginya. Tapi aku ragu kau mampu melakukannya."
---
Sementara itu, Dira di dalam ruangan mulai merasa sesuatu yang tidak beres. Ia mencoba menghubungi Arga, tetapi ponselnya tidak dijawab. Kekhawatiran mulai menghantui pikirannya.
Dira: (berbisik) "Apa lagi yang sedang terjadi sekarang?"
Di tempat lain, Arga berdiri berhadapan dengan Rendi, keduanya siap untuk bertarung.
Arga: (dengan nada tegas) "Aku tidak akan membiarkanmu menyakiti Dira lagi. Apa pun yang terjadi."
Rendi: (tersenyum sinis) "Kita lihat saja seberapa jauh kau bisa melangkah, Arga."
Pertarungan dimulai, dan suara benturan keras serta teriakan samar terdengar di kejauhan, membuat Dira semakin panik.
hasil tak akan maksimal sesuatu yg dpaksakn itu.
anggap aja sodara angkat, jika memang tidak berjodoh