Kecelakaan saat pulang dari rumah sakit membuatnya harus kehilangan suami dan anak yang baru saja di lahirkannya 3 hari yang lalu.
Tapi nasib baik masih berpihak padanya di tengah banyak cobaan yang di dapatkan Ayana.
Bertemu dengan seorang bayi yang juga korban kecelakaan membuatnya kembali bersemangat dalam menjalani hari-hari yang penuh perjuangan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon lijun, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
30
Tinggallah pak Bastian dan Andreas di ruang keluarga itu.
"Saran Papa, sebaiknya kamu dekati mereka perlahan. Terutama Ayana yang memiliki guncangan mental. Beruntung dia gak menyakiti anakmu karena dia kena sindrom baby blues, dia malah cenderung melindungi. Bahkan kasih sayangnya mampu menembus sisi hati Abian sampai mereka memiliki ikatan batin sekuat itu."
Pak Bastian menepuk pundak putra sulungnya.
"Berjuanglah, Nak. Raih lah kebahagianmu, kalau bisa jangan hanya dapatkan Abian saja. Tapi juga ibunya, supaya hidup kamu semakin berwarna lagi dan Abian gak terpisah sama ibunya. Kamu pasti bisa," lanjutnya kemudian pergi.
Andreas diam termenung mendengar nasehat papanya. Ia jadi semakin bingung apa yang harus di lakukannya untuk mendekati janda muda itu.
Pengalam yang nol persen tentang mendekati wanita membuatnya pusing. Kalau hanya sekedar mengambil anaknya saja, Andreas lebih dari mampu.
Namun ia tidak mungkin bertindak egois tanpa memikirkan dampak dari perbuatannya. Bukan hanya Ayana yang akan kehilangan, tali anaknya juga mungkin akan lebih kehilangan lagi jika di jauhkan dari wanita yang tulus menyayanginya.
Andreas merogoh kantongnya lalu menghubungi seseorang. Setelah beberapa saat panggilan itu terputus dan Andreas bergerak menuju kamarnya untuk istirahat. Kejadian hari ini benar-benar menguras tenaga dan pikirannya.
.....
Hari berganti dan kini Ayana sudah kembali ceria serta semangat lagi. Rasa traumanya kembali ia tekan agar tidak memberi dampak buruk bagi Abian.
Iya Abian, sejak beretemu dengan bayi gembul itu Ayana semakin mencoba meyakinkan diri kalau semuanya akan baik-baik saja. Dan kini ia bisa bangkit secara perlahan untuk masa depannya bersama Abian.
Di dapur toko Ayana dan Risa sedang sibuk membuat Adonan. Peminat yang semakin banyak membuat keduanya harus ekstra cepat lagi membuat kue dan rotinya.
Terutama roti yang paling menjadi best seler di tokonya. Sedangkan kue semakin bertambah jenis dan jumlahnya setelah di sesuaikan dengan yang biasa di beli.
"Bagaimana dengan yang Mbak minta tolong ke kamu kemarin, Ris?" Tanya Ayana.
"Sudah Mbak, nanti siang orangnya datang. Tapi..." Risa menatap ragu pada Ayana yang membuat ibu muda itu menatap heran pada Risa.
"Kenapa? Apa ada masalah?" Tanya Ayana heran dengan ekspresi Risa.
"Gak ada masalah kok Mbak, hanya teman saya yang akan datang dua orang. Mereka berdua sama-sama bertanya tadi malam tentang pekerjaan. Tapi karena aku bingung mau pilih siapa, jadi aku suruh datang saja ke duanya. Nanti Mbak sendiri lah yang pilih, aku gam mau di bilang pilih kasih sama sesama teman."
Nada suara Risa nampak tidak enak pada Ayana karena malah menyodorkan dua orang. Pada hal yang di minta Ayana hanya satu orang saja.
"Nanti Mbak lihat dulu mereka seperti apa dalam bekerja, kalau gak bagus ya maaf. Mbak gak akan ambil, tapi kalau bagus Mbak akan coba pertimbangkan keduanya."
Risa menghela napas lega mendengar jawaban Ayana. Setidaknya ia tak perlu pusing jika temannya bertanya mengapa dia tidak di beri pekerjaan kalau sang pemilik langsung yang memilih.
"Mereka berdua orang yang rajin dan baik kok Mbak, kami sudah berteman sejak kecil dan selalu bersama. Tapi harap maklum ya Mbak, soalnya kami cuma gadis desa, jadi ya mungkin akan norak dan terlihat kampungan." Risa nyengir menatap Ayana.
Ibu muda itu tersenyum menganggapi ucapan Risa lalu berkata.
"Gak masalah mau orang dari desa atau dari mana, yang penting niatnya mau bekerja ya bekerja dengan baik. Saling membantu dan gak saling menjatuhkan, karena kita bekerja di sini sama-sama mencari uang untuk makan dan kebutuhan."
"Iya, Mbak. Saya jamin deh teman-teman saya orang baik dan rajin bekerja, Sari juga mengenal mereka berdua kok."
Ayana mengangguk kan kepalanya saja sembari meneruskan pekerjaannya mengolan roti. Sedangkan Risa membuat adonan kue seperti yang sudah di resepkan oleh Ayana.
Hingga siang hari tiba, semua kue dan roti sudah tersusun rapu di etalase. Bahkan kue buatan kemarin sudah habis terjual. Ayana memang hanya akan menjual kue dan roti dua hari dari masa pembuatan. Lebih dari dua hari setelah pembuatan, kue dan roti akan di bagi-bagi jika masih layak makan.
Tapi selama Ayana jualan memang belum pernah kuenya tidak habis. Ya semoga akan selalu seperti itu, kalau pun ada yang tidak terjual ya tinggal di bagi-bagi pada orang lain yang butuh.
"Bagaimana perkembangan penjualan setiap harinya, Sari?" Tanya Ayan basa basi.
"Meningkat Mbak, walau perlahan tapi itu sudah sangat memuaskan. Dan jarang juga kue dan roti kita belum habis saat sore hari. Apa Mbak ada rencana mau buka toko sampai malam?" Tanya Sari.
"Nanti Mbak pikirkan lagi deh setelah nambah anggota. Sekarang Mbak naik dulu untuk lihat Abian. Kalau ada yang datang mencari, minta saja langsung naik," kata Ayana.
"Iya Mbak," sahut Sari.
Ayana melangkah naik ke lantai dua ruko, ia berpesan seperti itu karena memang ada teman Risa yang akan datang. Sampai di lantai dua Ayana melihat Abian yang speertinya baru bangun tidur.
"Selamat siang anak Bunda yang tampan, baru bangun tidur ya? Sebentar ya Bunda ganti baju dulu," kata Ayan sembari memasuki kamarnya.
Tidak lama Ayana keluar dari kamar dengan pakaian lain.
"Sini-sini anak Bunda, sudah haus ya tampannya Bunda ini." Tubuh gembul Abian berpindah di gendongan Ayana.
"Mak turun ke bawah ya, Nak." Ayana menatap Mak Misa lalu mengangguk.
"Iya, Mak. Sudah makan belum?"
"Sudah, kamu santai saja bersama Abian. Nanti biar Mak yang bantu-bantu di bawah kalau di butuh kan."
Ayana hanya bisa mengangguk, tidak mungkin ia melarang Mak Misa untuk istirahat. Karena anaknya pasti juga butuh waktu bersama dirinya, begitu pun sebaliknya.
Abian menatap wajah Ayana yang juga sudah menatap ke arahnya. Keduanya saling pandang lalu Ayana mengatakan sesuatu.
"Sepertinya Bunda harus menerima kedua teman Tante kamu itu, Nak. Supaya Bunda gak kehilangan waktu melihat tumbuh kembang kamu, kamu setuju sayang?"
Terlihat Abian tersenyum di sela hisapannya pada sumber kehidupannya itu. Ayana mencium gemas pada Abian yang memberikan respon padanya setiap kali di ajak bicara.
Meski hanya tersenyum atau menatap, terkadang tangannya sedikit bergerak. Hal itu sudah sangay membahagiakan bagi Ayana.
Ehem
Ayana menatap ke sumber suara di mana ternyata ada seseorang yang berdiri dengan kikuk di pintu. Menatap ke arah Ayana yang sedang menyusui Abian.
"Bo ... Boleh saya masuk," ucapnya dengan gugup.
"Silahkan," sahut Ayana mempersilahkan tamunya.
Tentu Ayana tidak lupa dengan wajah tampan nan gegas itu. Tapi bagi Ayana selagi pria itu tidak menyinggung tentang anaknya dan masalah trumanya. Ia akan menerima tamunya dengan baik.
"Ada perlu ala ya, Tuan?" Tanya Ayana.
Bukannya menjawab Andreas malah fokus pada sesuatu yang indah di depan matanya. Sebagai pria normal tentu ia tidak bisa membohongi pandangannya.
"Astaga ..." Pekik Ayana kaget begitu sadar arah pandang pria di hadapannya.