Yaya pikir mereka benar sebatas sahabat. Yaya pikir kebaikan suaminya selama ini pada wanita itu karena dia janda anak satu yang bernasib malang. Yaya pikir kebaikan suaminya pada wanita itu murni hanya sekedar peduli. Tak lebih. Tapi nyatanya, ia tertipu mentah-mentah.
Mereka ... sepasang kekasih.
"Untuk apa kau menikahi ku kalau kau mencintainya?" lirih Yaya saat mengetahui fakta hubungan suaminya dengan wanita yang selama ini diakui suaminya sebagai sahabat itu.
(Please yg nggak suka cerita ini, nggak perlu kasih rating jelek ya! Nggak suka, silahkan tinggalkan! Jgn hancurkan mood penulis! Dan please, jgn buka bab kalo nggak mau baca krn itu bisa merusak retensi penulis. Terima kasih atas pengertiannya.)
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon D'wie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dilema
Keesokan paginya, pagi-pagi sekali Andrian dan keluarganya sudah kembali ke Jakarta. Saat dalam perjalanan pulang, Marissa, Tania, Andrian, dan Nurlela berada dalam satu taksi. Sementara Ellena, suaminya, sang ayah, dan anak laki-lakinya di taksi lainnya.
"Yan, kamu sudah hubungi Yaya?" tanya Marissa.
"Sudah. Tapi panggilanku nggak dijawabnya," jawab Andrian seraya menghela nafas.
"Dia nggak ada hubungi kamu sama sekali?" tanya Nurlela.
"Nggak."
"Istri macam apa itu? Pergi bareng-bareng, pulang sendirian. Dasar, istri nggak ada akhlak. Nyesel mama kasi kamu restu menikahi dia. Kalau saja ayahnya bukan dokter, mana mungkin mama setuju. Pantas saja dia cuma bekerja sebagai manajer restoran, ternyata itu karena dia anak haram ibunya," ujar Nurlela bersungut-sungut.
Marissa dan Andrian saling menoleh. "Em, bagaimana kalau aku yang mencoba bicara dengan Yaya? Sepertinya dia salah paham dengan hubungan kita?" ujar Marissa.
"Tidak perlu. Aku akan bicara sendiri dengan Yaya nanti," sergah Andrian.
"Apa yang Rian katakan benar, Sa. Lebih baik kau fokus saja pada Tania dan pekerjaanmu. Oh ya, lusa Mama mau ke butikmu, boleh?" Marissa membelalakkan matanya.. Dengan ragu, ia pun mengangguk.
"Bo-boleh, Ma. Mama kabarin aja kalau mau datang ke sana," ucapnya membuat Nurlela tersenyum lebar.
...***...
Sampai di rumah, Andrian gegas mencari Yaya di kamar. Ia pikir Yaya pulang ke sana. Tidak menemukan tanda-tanda keberadaan Yaya, Andrian pun bertanya pada art di rumahnya.
"Jum, apa beberapa yang yang lalu istri saya ada pulang ke rumah?" tanya Andrian.
"Nggak ada, Den. Non Yaya nggak ada datang kemari," jawab Jumi.
Andrian berdecak. "Apa dia pulang ke rumah orang tuanya? Kacau kalau benar," gumam Andrian.
"Apa Den? Saya nggak dengar."
"Nggak ada," jawab Andrian sambil lalu. Sambil berjalan, ia kembali mencoba menghubungi Yaya. Yaya yang baru saja selesai membantu di luar, segera memeriksa ponselnya. Di saat yang sama, Andrian melakukan panggilan padanya.
Yaya menghela nafas panjang. Yaya berusaha menekan egonya. Berharap setelah ini segala permasalahan akan segera usai. Ia pun mengangkat panggilan itu.
"Assalamu'alaikum," ucap Yaya saat panggilan terangkat.
"Wa'alaikumussalam. Astaga, Yaya. Kamu kemana aja sih? Aku coba hubungi kamu dari tadi lho, tapi malah nggak kamu angkat-angkat," ucap Andrian.
"Aku sibuk. Ada apa?" Padahal ingin hati bersikap lembut seperti biasa, tapi entah kenapa saat berbicara dengan Andrian, ia justru bersikap ketus, datar, dan dingin seperti ini.
"Kamu masih marah sama, Mas? Maafin Mas ya. Kamu dimana? Biar Mas susul," ujar Andrian mencoba bersikap lembut.
"Aku di resto ... "
"Resto yang di Thamrin?"
Yaya terdiam sejenak. Hati dan pikirannya seakan tidak sinkron. Pikiran mengatakan agar ia bisa memberikan kesempatan pada Andrian demi mempertahankan rumah tangga mereka yang usianya bahkan belum seumur jagung tersebut, tapi hatinya justru memaksanya untuk membentengi diri dan tidak mudah memberikan kesempatan.
Yaya dilema.
"Yaya, kau masih ada di sana?" panggil Andrian.
"Ya," jawab Yaya singkat.
"Ayolah, Sayang. Jangan lama-lama marahnya. Kita ini pengantin baru lho. Maafin Mas ya yang sudah marah-marah sama kamu tempo hari. Mas hanya nggak enak sama Marissa. Mas beneran bantu dia karena kemanusiaan aja kok. Apalagi Mas kenal dia dari kecil. Orang tuanya juga. Dari kecil hidupnya tuh kasian banget. Makanya Mas udah anggap dia seperti adik sendiri alih-alih sebagai sahabat. Kamu mau 'kan maafin Mas? please!" melas Andrian.
Yaya bingung harus bersikap bagaimana. Ia pun akhirnya mengatakan keberadaannya.
"Aku ada di Kampung Kita cabang Kalibata," jawab Yaya membuat Andrian tersenyum lega.
"Alhamdulillah. Siang nanti aku ke sana ya? Kita makan siang bersama, mau?"
"Hmmm ... " Hanya itu yang Yaya ucapkan. Setelahnya, ia pun menutup panggilan.
Yaya menghembuskan nafas kasar. Entah kenapa hatinya terus-terusan merasa tak nyaman. Ia tak tahu, keputusannya ini sudah benar atau salah. Ia hanya bisa berserah pada yang maha kuasa. Berharap segera diberikan petunjuk, jalan mana yang harus ia pilih.
...***...
Seperti yang Andrian katakan pagi tadi, siangnya ia datang ke resto untuk mengajak Yaya makan siang berdua. Andrian mengajak Yaya ke sebuah cafe dimana mereka pernah makan siang berdua pertama kali. Andrian memperlakukannya dengan begitu baik dan penuh perhatian, sama seperti saat mereka baru berkenalan dulu. Lebih tepatnya sebelum Marissa kembali hadir dalam kehidupan Andrian.
Setelah kehadiran Marissa, Andrian jadi sering sibuk. Ada saja yang harus dikerjakannya membuat waktunya sering tersita. Namun karena mereka tidak berpacaran, Yaya tidak pernah mempermasalahkannya. Meskipun ada perasaan kecewa, tapi sebisa mungkin ia menghalaunya.
Hingga suatu hari, Andrian mengajaknya berkomitmen. Ia pikir ini awal yang baik untuk mereka. Ia pikir setelah ini Andrian bisa hanya fokus pada mereka saja. Namun kenyataan berbicara sebaliknya. Andrian tetap sibuk dengan Marissa dan anaknya. Meskipun Andrian berkali-kali mengatakan kalau mereka tidak memiliki hubungan selain persahabatan dan ia pun sudah menganggapnya seperti adik sendiri, entah kenapa hari Yaya masih meragu.
'Kenapa perasaan ini justru hadir setelah aku menikah? Kenapa tidak sebelumnya saja? Ya Allah, bila pernikahan ini masih bisa aku pertahanan, aku mohon berikanlah jalan keluar dan tabahkanlah hati ini dalam menjalaninya. Namun bila pernikahan ini hanya akan membawa kemudharatan bagi kami, aku mohon bantulah aku melepaskan diri. Sesungguhnya hanya Engkau sebaik-baiknya pemberi pertolongan.'
"Ya, kok melamun?" tegur Andrian membuat Yaya tersentak.
"Ah, eng-enggak kok," kilah Yaya gelagapan.
"Jadi kamu mau 'kan pulang ke rumah?"
"Em, maaf, Mas. Untuk sementara ini, aku nggak bisa."
"Kenapa?"
"Em, itu, aku harus ke luar kota beberapa hari nanti. Akan ada pembukaan cabang baru Kampung Kita Resto. Jadi aku ditugaskan survei lokasi terlebih dahulu," ujar Yaya yang sebenarnya berdusta. Tapi untuk pembukaan cabang baru Kampung Kita Resto memang ada dan sebenarnya Alifa lah yang ditugaskan untuk melakukan survei. Namun karena Yaya masih ingin menyendiri, ia pun memilih untuk mengambil alih tugas tersebut.
Andrian menghela nafas berat. "Ya sudah. Tapi setelah ini kita tinggal bersama lagi 'kan? Sepulangnya kamu dari tugas luar kota, kita akan pindah ke apartemen."
Yaya mengangguk setuju. Setelah makan siang, Yaya pun kembali ke restoran. Keesokan harinya, ia pun benar-benar pergi ke kota dimana ia akan membuka cabang restorannya.
Setibanya di kota tujuan, Yaya pun segera menaiki taksi yang sudah standby di area bandara. Jarak ke hotel tempat Yaya menginap kurang lebih satu jam perjalanan. Yaya sengaja memilih hotel tersebut karena letaknya yang memang dekat dengan lokasi pembangunan cabang restorannya.
Namun saat di pertengahan perjalanan, tiba-tiba terjadi kecelakaan beruntun. Beruntung mobil Yaya selamat dari kecelakaan itu. Melihat banyaknya korban kecelakaan, membuat hati Yaya tergugah. Ia pun segera turun untuk melihat para korban siapa tahu ada yang bisa ia bantu.
Menjadi anak seorang dokter, tentu ia sedikit menguasai keahlian medis yang salah satunya pertolongan pertama pada korban kecelakaan. Saat mobil ambulans datang, Yaya pun membantu memberikan penjelasan pada para petugas mengenai keadaan para korban. Alhasil, mereka pun meminta Yaya turut serta mengantarkan korban ke rumah sakit untuk mendapatkan penanganan sesegera mungkin.
...***...
...Happy reading 🥰🥰🥰 ...
emang klu perempuan sama laki dekatan lngsung dibilang ada hubungan..Nethink aja nih
satu keluarga nih dicobain semuaa