Kisah tentang cinta yang terjebak dalam tubuh yang berbeda setiap malam
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rendy Purnama, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 35: Kehidupan Baru dan Rasa Sunyi
Setelah perpisahan itu, hidupku perlahan-lahan kembali berjalan. Namun, ada kekosongan yang tak bisa kugambarkan dengan kata-kata. Setiap sudut kota, setiap lagu yang kudengar, dan bahkan aroma kopi di pagi hari mengingatkanku pada Arya. Rasanya seperti ada ruang kosong di dalam hati, yang dulu penuh dengan cintanya.
Hari-hariku diisi dengan pekerjaan dan teman-teman, meskipun aku merasa sebagian dari diriku masih terikat pada kenangan kami. Setiap kali aku mencoba mengalihkan perhatian, selalu ada momen-momen singkat ketika ingatan tentang Arya muncul tanpa diundang, mengisi pikiranku dengan perasaan rindu yang sulit dihindari.
Namun, aku tahu bahwa untuk benar-benar melanjutkan hidup, aku harus berdamai dengan kenyataan bahwa kami telah memilih jalan yang berbeda.
***
Suatu pagi, saat sedang bersantai di sebuah kafe, seorang teman lama menghampiriku. Namanya Tara, teman SMA yang telah lama kutinggalkan. Kami berbicara tentang banyak hal, mengingat masa-masa sekolah, dan tertawa tentang kenangan lama yang dulu terasa begitu penting.
Tara menawarkan diri untuk mengenalkanku pada beberapa temannya, mengatakan bahwa mungkin mengenal orang-orang baru bisa membantuku melupakan rasa sakit yang masih kurasakan. Awalnya aku ragu, tetapi akhirnya aku menyetujui idenya. Mungkin memang inilah yang kubutuhkan—kehidupan baru dan pertemanan baru yang bisa membawaku keluar dari bayang-bayang masa lalu.
***
Dalam pertemuan-pertemuan yang berlangsung selama beberapa minggu berikutnya, aku bertemu dengan banyak orang baru. Di antara mereka, ada seorang pria bernama Fajar, yang memiliki kepribadian hangat dan penuh humor. Kami dengan cepat menjadi akrab, dan tawa serta candanya membuat hari-hariku terasa lebih ringan.
Fajar berbeda dari Arya. Ia tidak rumit dan misterius, melainkan jujur dan lugas dalam berbicara. Bersamanya, aku merasa bisa menjadi diriku sendiri, tanpa tekanan atau harapan yang memberatkan. Seiring waktu, aku mulai merasakan kenyamanan di dekatnya, seolah-olah kehadirannya membawa ketenangan yang telah lama hilang dalam hidupku.
Namun, meskipun begitu, hatiku tetap bimbang. Aku tahu bahwa melangkah ke hubungan baru tidak akan menghapus kenangan tentang Arya. Di satu sisi, aku merasa bersalah karena perasaan itu masih ada, tetapi di sisi lain, aku juga tahu bahwa aku berhak untuk mencari kebahagiaan yang baru.
***
Suatu malam, setelah kami berbicara panjang lebar, Fajar mengatakan sesuatu yang mengejutkanku.
“Aku tahu kamu masih menyimpan kenangan tentang mantanmu,” katanya dengan tenang. “Aku tidak berharap kamu melupakan semuanya dalam sekejap. Aku hanya ingin ada di sini untukmu, entah sebagai teman atau apa pun yang kamu butuhkan.”
Kata-katanya membuatku tersentuh. Tidak banyak orang yang mau menerima kondisi seperti itu, apalagi ketika hati seseorang masih belum sepenuhnya pulih. Fajar memahamiku dengan cara yang sederhana namun mendalam, dan mungkin itulah yang membuatku merasa nyaman di dekatnya.
“Terima kasih, Fajar. Aku menghargai pengertianmu,” jawabku dengan tulus.
Kami berdua terdiam sejenak, tetapi dalam keheningan itu, aku merasakan sesuatu yang baru. Mungkin ini adalah awal dari kebahagiaan yang lebih sederhana, tanpa harus membandingkannya dengan apa yang pernah kumiliki bersama Arya.
***
Hari demi hari berlalu, dan aku mulai merasakan bahwa hidup ini masih menawarkan banyak hal indah meskipun tak lagi ada Arya di dalamnya. Aku belajar menerima kenyataan bahwa beberapa hal memang harus berakhir, agar sesuatu yang baru bisa dimulai.
Di penghujung bab ini, aku menyadari bahwa hidup ini tidak selalu berjalan sesuai rencana. Kadang-kadang, kita harus melepaskan sesuatu yang kita cintai agar bisa menemukan diri kita yang sejati. Aku masih mencintai Arya dalam kenangan, tetapi aku juga tahu bahwa aku harus memberi diriku kesempatan untuk mencintai dan dicintai lagi.
Dengan Fajar di sisiku, aku merasa lebih kuat dan lebih siap menghadapi masa depan. Meskipun perjalanan ini tidak mudah, aku tahu bahwa setiap langkah yang kuambil membawa diriku semakin dekat pada kebahagiaan yang baru.
Kisah ini mungkin telah berubah dari apa yang aku bayangkan, tetapi akhirnya aku mengerti bahwa cinta sejati adalah cinta yang bisa membuat kita menemukan diri kita sendiri—dan mungkin, suatu hari nanti, aku akan menemukan cinta itu lagi, dalam bentuk yang tak pernah kuduga sebelumnya.