Dinda harus menulikan telinga ketika ia selalu disebut sebagai perawan tua karena di usia yang sudah menginjak 36 tahun tak kunjung menikah bahkan tidak ada tanda-tanda dia punya pacar hingga membuat spekulasi liar bahwa dia adalah seorang penyuka sesama jenis! Dinda geram dengan ocehan orang-orang tak tahu menahu soal hidupnya hingga akhirnya semesta memertemukan dia dengan Alexander Dunn, seorang brondong berusia 25 tahun dari Skotlandia yang kebetulan saat itu menginap di hotel yang sama dengannya. Apa yang akan terjadi pada hidup Dinda selanjutnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Serena Muna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Malam Pertama dan Merajuk
Dinda tak pernah menyangka kalau untuk pertama kalinya ia akan menyerahkan keperawanannya pada pria yang kini statusnya sudah menjadi suaminya. Dinda membuka kedua matanya dan mendapati tubuhnya masih polos namun ditutupi oleh selimut. Ia tak mendapati di mana Alex berada namun kemudian pintu kamar mandi terbuka dan menampakan Alex yang keluar kamar mandi hanya mengenakan handuk saja menutupi area bawahnya. Sontak saja kala melihat itu, Dinda langsung mengalihkan pandangannya dan rupanya hal itu membuat Alex terkekeh pelan.
"Masih saja malu sama suami sendiri, bukannya semalam kita sudah saling melihat satu sama lain? Untuk apa masih malu-malu?"
Mendengar ucapan Alex barusan membuat Diandra menggeplak lengan suaminya. Ia itu belum mahir di ranjang dan sekarang malah diingatkan soal apa yang terjadi semalam. Dinda sungguh sangat malu kalau diingatkan kejadian tadi malam.
"Sudahlah, nggak perlu dibahas lagi. Saya mau mandi."
Ketika Dinda ingin masuk ke kamar mandi, tangannya dicekal oleh Alex yang mana tentu saja hal itu membuat Dinda terkejut.
"Jangan macam-macam. Saya harus mandi sekarang."
"Sekarang kita ini sudah resmi menikah, bisakah kamu jangan bicara formal lagi? Apalagi yang menjadi lawan bicara kamu adalah suamimu sendiri."
Dinda menarik napasnya dalam dan kemudian ia menganggukan kepalanya, ia akan mencoba untuk mengubah bicara formalnya selama ini pada Alex dengan percakapan yang lebih santai namun pasti semua itu butuh proses panjang.
"Tapi jangan terlalu memaksa atau marah kalau saya lupa. Saya masih belajar."
"Iya, sudah sana mandi atau mandi bareng?"
Mendengar ucapan Alex barusan sontak saja membuat Dinda menggelengkan kepalanya dan gegas masuk ke dalam kamar mandi. Alex tertawa puas setelah berhasil menggoda Dinda barusan.
"Dia manis juga kalau sedang malu-malu seperti itu."
Tak butuh waktu lama sampai Dinda akhirnya selesai mandi, ia kemudian mulai merapihkan pakaiannya dan memasukannya ke dalam tas.
"Kenapa sudah diberesi?"
"Masih bertanya? Besok kan aku harus mulai bekerja."
****
Sebelum pulang ke apartemen, Dinda dan Alex mampir ke rumah Herlin terlebih dahulu dan di sana Herlin menyambut keduanya dengan heboh. Herlin tak henti-hentinya memuji bahwa Dinda dan Alex adalah pasangan yang cocok, Herlin sudah memasak makan siang untuk Dinda dan Alex yang mana tentu saja bagi mereka berdua sangat sulit untuk menolak tawaran sang bunda karena masakan Herlin itu selalu enak dan menggugah selera.
"Bunda gak pernah menyangka kalau pada akhirnya Bunda punya menantu bule. Kalau dirasai lagi kok seperti mimpi."
Herlin tertawa kala mengatakan hal itu sementara Dinda hanya tersenyum tipis, melihat kebahagiaan Herlin adalah kebahagiaan untuknya, andai Herlin tahu bahwa pernikahannya dengan Alex adalah sebuah pernikahan yang ada hitam di atas putihnya maka apakah mungkin Herlin akan bahagia seperti ini?
"Kamu kenapa, Kak?" tanya Melvin yang rupanya sejak tadi memerhatikan Dinda.
"Bukan apa-apa," elak Dinda.
Selepas acara makan siang bersama itu, Dinda dan Alex pulang ke apartemen mereka. Selama perjalanan pulang itu, mereka berdua sama sekali tidak saling bicara. Alex sibuk mengemudi sementara Dinda melempar pandangan ke luar jendela dengan sesekali menghela napas berat. Pada akhirnya mereka sampai juga di apartemen dan tujuan mereka adalah unit apartemen Dinda.
"Aku akan menjual unit apartemenku dan akan tinggal di sini," ujar Alex.
****
Alex sedang menyiapkan makan malam di dapur sementara Dinda masih memikirkan soal pernikahan yang ia jalani dengan Alex. Melihat bagaimana bahagianya sang bunda tadi siang saat akhirnya bisa mengantarkannya ke gerbang pernikahan seperti yang menjadi wasiat mendiang sang ayah masih saja bergelayut dalam dirinya.
"Makan malam sudah siap, kamu mikir apa, sih?"
Dinda menggelengkan kepalanya, ia tak ingin membahas hal ini dulu dengan Alex. Alex sendiri sebenarnya bukan orang yang penasaran soal masalah orang lain namun entah kenapa dengan Dinda adalah sesuatu hal yang berbeda.
"Kenapa kamu gak mau cerita?"
"Memangnya kamu tertarik kalau aku cerita?"
"Cerita saja, tapi aku gak memaksa, kalau memang gak mau. Masa aku paksa?"
"Aku mikir soal bunda."
Dinda menceritakan semua perasaan yang ia alami pada Alex tanpa ada sesuatu hal apa pun yang ia tutupi dari suaminya itu. Alex sendiri membiarkan Dinda bercerita tanpa ada niatan untuk menginterupsi. Setelah Dinda benar-benar selesai bercerita barulah ia akan memberikan tanggapan mengenai cerita itu.
"Apakah kamu ingin kita melupakan saja perjanjian kita sebelum menikah?"
"Maksudnya?"
"Kita jalani saja pernikahan ini seperti pernikahan pada umumnya bukan pernikahan kontrak."
Dinda menggelengkan kepalanya dan tersenyum tipis, Dinda mengatakan bahwa untuk saat ini ia tak mau melakukan hal itu. Alex yang melihat respon Dinda barusan entah mengapa merasa kecewa dan pada akhirnya pria itu malah pergi meninggalkan Dinda.
****
Herlin masuk ke dalam kamar Melvin yang mana saat itu Melvin tengah bermain game di ponselnya. Melihat keberadaan sang bunda, tentu saja Melvin langsung menghentikan aktivitasnya dan duduk menghadap sang bunda.
"Ada apa, Bund? Apakah ada hal yang Bunda perlukan?"
"Bunda gak sedang memerlukan apa pun. Bunda hanya ingin memastikan kalau kamu baik-baik saja."
"Tentu saja aku baik-baik saja. Bunda bisa lihat sendiri kan?"
"Apakah kamu bahagia dengan pernikahan kakakmu?"
"Oh jelas bahagia, akhirnya kakak bisa menikah juga, aku pikir selamanya dia tak akan menikah."
Jawaban Melvin barusan disambut oleh geplakan dari Herlin yang mendarat di lengan Melvin hingga membuat Melvin mengaduh.
"Jangan bicara seperti itu."
"Iya Bunda, aku minta maaf."
"Ngomong-ngomong apa rencana kamu setelah ini? Apakah kamu sudah menemukan tambatan hati lagi?"
Melvin menggelengkan kepalanya dan mengatakan pada bunda bahwa saat ini yang menjadi fokusnya adalah pekerjaannya.
"Aku masih belum mau memikirkan soal cinta-cintaan lagi."
"Bunda paham kalau kamu masih trauma dengan apa yang pernah terjadi. Tapi satu hal yang perlu Bunda katakan, jangan pernah menutup hati kamu pada siapa pun, kelak kalai hatimu sembuh maka Bunda doakan kamu bisa menemukan jodoh kamu."
****
Dinda heran kenapa Alex mendadak mendiamkannya setelah Dinda membahas soal pernikahan mereka yang berdasarkan kontrak yang sudah mereka sepakat. Salah satu poin yang mereka sepakati adalah setelah 6 bulan atau 1 tahun mereka akan bercerai yang mana semua alasan ketika mereka ditanya sampai bercerai sudah disiapkan alasannya di kertas perjanjian itu.
"Alex, kamu kenapa, sih?"
"Aku hanya nggak suka kalau membahas soal perjanjian itu."
"Memangnya salah kalau aku membahas soal itu? Bukankah memang kita menikah atas dasar ini?"
"Kalau kelak kamu hamil bagaimana? Kamu kan butuh seorang suami yang bisa menjaga dan melindungi kamu."
"Aku ini kan sudah 36 tahun, kemungkinan untuk memiliki anak kan sangat kecil kalaupun nanti aku hamil dan melahirkan seorang anak di mana posisi kita sudah bercerai maka aku yakin bisa menghidupi kami berdua."
"Jangan bicara seperti itu!"