Hidup Dina hancur ketika suaminya, Ronny, berselingkuh dengan sahabatnya, Tari. Setelah dipaksa bercerai, ia kehilangan hak asuh bayinya yang baru lahir dan diusir dari rumah. Patah hati, Dina mencoba mengakhiri hidupnya, namun diselamatkan oleh Rita, seorang wanita baik hati yang merawatnya dan memberi harapan baru.
Dina bertekad merebut kembali anaknya, meski harus menghadapi Ronny yang licik dan ambisius, serta Tari yang terus merendahkannya. Dengan dukungan Rita, Ferdi dan orang - orang baik disekitarnya, Dina membangun kembali hidupnya, berjuang melawan kebohongan dan manipulasi mereka.
"Merebut kembali bahagiaku" adalah kisah tentang pengkhianatan, keberanian, dan perjuangan seorang ibu yang tak kenal menyerah demi kebenaran dan keadilan. Akankah Dina berhasil merebut kembali anaknya? Temukan jawabannya dalam novel penuh emosi dan inspirasi ini.
Mohon dukungannya juga untuk author, dengan like, subs, vote, rate novel ini.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Seraphine E, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 27
Aldo dan Ferdi masuk ke dalam ruang kerja Ferdi setelah keributan di luar ruangan berhasil diredam. Ferdi duduk di kursinya dengan ekspresi serius, sementara Aldo menyandarkan tubuhnya ke meja, mencoba merenungkan kejadian yang baru saja terjadi.
"Benar - benar tidak bisa dipercaya" ujar Aldo, mencoba meredakan ketegangan di udara dengan candaan tipis. "Siapa yang menyebarkan rumor murahan seperti ini?"
Tak lama, Reno mengetuk pintu dan masuk dengan ekspresi sedikit takut. "Pak, Ibu Rita sudah mengetahui tentang postingan itu. Dia sedang dalam perjalanan ke kantor sekarang."
Ferdi langsung bereaksi. Dia tahu jika ibunya datang ke kantor, situasi bisa menjadi lebih sulit dikendalikan. Tanpa menunggu lebih lama, dia meraih ponselnya dan segera menelepon maminya, Rita.
"Mami, tidak perlu ke kantor. Aku dan Aldo sudah menangani semuanya," katanya dengan nada meyakinkan. "Aku tahu ini menyebalkan, tapi aku janji, kita akan menyelesaikan masalah ini tanpa ada kehebohan yang lebih besar. Mami tidak perlu khawatir."
Di ujung telepon, Rita terdengar tenang namun tegas. "Ferdi, kalau ini menyangkut reputasi keluarga dan perusahaan, Mami harus memastikan semuanya terkendali. Apalagi ada fitnah yang menyerang-mu"
"Mami, aku akan menyelesaikan ini," Ferdi memotong cepat sebelum ibunya bisa membantah lebih jauh. "Aku janji, semua akan baik-baik saja."
Ada jeda singkat di telepon sebelum akhirnya Rita menghela napas. "Baiklah, tapi aku ingin laporan lengkap soal ini, Ferdi. Aku tak mau masalah ini jadi bom waktu. Jika ada lagi kejadian serupa, aku yang akan turun tangan langsung."
"Thank you Mi. Aku akan pastikan semuanya terkendali," jawab Ferdi dengan lega sebelum menutup telepon.
Aldo mengangkat alisnya. "Tante tidak jadi datang? Berarti kita punya sedikit waktu untuk membereskan semua ini sebelum semuanya meledak lebih besar."
...****************...
Aldo duduk di pinggir meja Ferdi, melipat tangannya sambil menatap Ferdi dengan tatapan penasaran. Dia mengangkat alisnya, seolah-olah sudah tahu sesuatu yang tidak dikatakan.
"Jadi, Fer," kata Aldo sambil menyeringai, "menurutmu siapa yang bisa melakukan hal sekotor ini? Menyebar rumor nggak jelas dan merusak reputasi perusahaan dengan cara sepicik itu?"
Ferdi, yang sedang duduk di kursinya, menatap layar komputer di depannya sejenak, berpikir keras. Wajahnya tampak tegang, rahangnya sedikit mengeras. Menurut Ferdi, satu-satunya orang yang bisa melakukan ini adalah Tiara, tapi Ferdi tidak memiliki bukti yang cukup kuat untuk membuktikan hal tersebut.
"Tentu saja aku sudah memiliki dugaan kuat siapa yang bisa melakukan hal ini," kata Ferdi akhirnya, suaranya rendah namun penuh kendali. "Tapi tanpa bukti konkret, aku tidak ingin bersikap gegabah. Karena jika aku salah langkah, reputasi perusahaan bisa hancur."
Aldo mengangguk setuju, meskipun matanya masih menatap Ferdi dengan rasa ingin tahu yang besar. Lalu tiba-tiba, seolah menemukan celah dalam percakapan serius itu, senyum jahil muncul di wajah Aldo.
"Tapi ngomong-ngomong," Aldo mulai menggoda dengan nada santai, "Wanita yang disembunyikan di apartemen waktu itu... Itu Dina kan? Kalian berdua sedang apa sebenarnya di sana?" Dia tertawa pelan, jelas-jelas menikmati momen itu, sementara Ferdi menghela napas panjang.
Ferdi menatap Aldo dengan ekspresi datar, tapi ada sedikit kilatan geli di matanya, seolah Aldo telah menyentuh bagian dari dirinya yang selama ini coba dia simpan rapat-rapat.
"Apapun yang kau pikirkan, tidak ada yang terjadi diantara kami" jawab Ferdi dengan nada datar, meski sedikit senyum tak dapat dia sembunyikan. "Dina cuma butuh tempat beristirahat sementara, setelah lembur melakukan pekerjaannya. Aku cuma membantu."
Aldo tertawa lebih keras, lalu mendorong pundak Ferdi ringan, seperti seorang kakak yang menggoda adiknya. "Ayolah, Fer. Siapa yang kau pikir bisa kau tipu? Waktu itu aku sudah curiga, tapi sekarang jelas sekali. Dina ada di apartemenmu, dan kau... ya, kau jelas tidak biasa bersikap seperti ini dengan orang lain, kecuali kalau dia seseorang yang spesial."
Ferdi menggeleng pelan, berusaha menahan senyumnya. "Kau berlebihan, Aldo. Dina cuma karyawanku."
"Tentu, tentu," jawab Aldo dengan nada yang penuh sarkasme. "Dan kebetulan juga kamu sangat memperhatikan dirinya lebih dari yang lain, kan?"
Ferdi memutar kursinya, menghadap jendela untuk menghindari tatapan Aldo. "Cukup, Aldo," katanya akhirnya, suaranya lebih tegas kali ini. "Kita harus fokus pada masalah ini, bukan malah membahas gosip murahan."
Aldo masih tertawa kecil, tapi akhirnya dia mengalah. "Baiklah, baiklah, aku akan berhenti. Tapi serius, Fer. Hati-hati. Kalau orang lain tahu... ya, mereka tidak akan bersikap sebaik aku. Mereka bahkan mungkin akan menyebarkan rumor yang lebih gila dari ini."
"Kau harus ingat, reputasi yang bagus bisa mengarahkan seseorang untuk menghancurkannya. Aku rasa itu yang terjadi dengan Dina sekarang, setelah dia membuktikan dirinya dalam presentasi kemarin, reputasinya tentu saja akan meningkat. Ditambah dengan statusnya sebagai seseorang yang baru saja bercerai, tentu saja dia menjadi sasaran empuk orang-orang yang ingin menjatuhkannya" lanjut Aldo.
Aldo lalu menghela nafas lagi, "Aku tidak tahu, apa yang membuat Dina menarik begitu banyak orang untuk tidak menyukainya, padahal kepribadiannya tidak buruk. Bukankah begitu menurutmu?" tanya Aldo
...***...
Ferdi menghela napas panjang sebelum akhirnya memutar kursinya kembali untuk menghadap Aldo. Raut wajahnya serius, namun ada sedikit kelelahan yang tidak bisa disembunyikan. Ia tahu bahwa Aldo tidak akan berhenti mengusik jika tidak diberi penjelasan yang lebih rinci.
"Orang-orang seperti itu, hanya akan merasa bahagia setelah menjatuhkan orang lain. Seperti yang pernah dialami oleh Fifi, hanya saja Fifi tidak cukup kuat seperti Dina. Mungkin seandainya.... Seandainya saja...." Ferdi tidak meneruskan kata-katanya.
Aldo menatap Ferdi yang terlihat sedih saat mengenang kembali Fifi.
“Dina ada di apartemenku karena dia bekerja lembur semalam suntuk,” kata Ferdi perlahan, nadanya tenang tapi tegas. “Dia menyelesaikan beberapa pekerjaan penting, dan aku tidak ingin mami mempermasalahkan hal itu, terutama soal dia lembur sampai larut malam. Aku hanya nggak mau membuat masalah yang nggak perlu.”
Aldo mendengarkan dengan serius sekarang, meskipun masih ada sisa-sisa senyuman di wajahnya. “Lembur, ya?” tanyanya dengan nada menggoda. "Jadi, karena itu kau biarkan dia menginap?"
Ferdi mengangguk, mencoba tetap tenang meski Aldo jelas-jelas menyelipkan maksud lain di balik kata-katanya. "Sudah terlalu larut untuk pulang malam itu. Kau tahu, jalanan Jakarta di malam hari... Aku tidak bisa biarkan dia pulang sendirian. Jadi, kuputuskan lebih baik dia menginap di apartemen. Itu saja."
Aldo mengangguk perlahan, tatapannya kini sedikit lebih serius. "Oke, aku mengerti. Maksudmu, kau cuma menjaga agar semuanya tetap profesional, dan itu masuk akal. Tapi kau tahu bagaimana gosip bisa menyebar di kantor, kan? Apalagi dengan status Dina sekarang—janda muda, bekerja dekat dengan eksekutif seperti dirimu. Ini sudah seperti bahan bakar bagi orang-orang yang senang membuat masalah."
Ferdi menyandarkan punggungnya ke kursi, seolah merenungkan apa yang baru saja dikatakan Aldo. "Aku tahu," jawabnya akhirnya. "Dan itu sebabnya aku nggak ingin mami ikut campur dalam urusan ini. Lagipula, sekarang situasinya sudah cukup rumit dengan rumor di papan buletin. Kita harus cari cara untuk meredam ini sebelum keadaan menjadi lebih buruk."
Aldo mengangguk, seolah memahami sepenuhnya situasi yang dihadapi Ferdi. "Baiklah, Fer. Kalau kau bilang begitu, aku percaya padamu. Tapi tetap hati-hati, oke? Dunia korporat ini penuh dengan jebakan. Jangan sampai kau jadi korban gosip murahan."
Ferdi mengangguk pelan, dalam hati dia bersyukur karena Aldo masih belum mengetahui jika Dina masih tinggal di rumah mereka sampai saat ini, kalau sampai Aldo tahu, entah lelucon apa yang akan dia gunakan untuk menggoda Ferdi.
Tanpa sadar Ferdi tersenyum tipis, namun masih bisa terlihat oleh mata Aldo yang meledeknya dalam hati.
...****************...
Kenapa Ny Inneke tak segera memberitahu jika dia hanya keponakan pak Johan/ anak sambung? Yang bisa mewarisi harta Pak Johan suatu saat nanti. Aku yakin Pak Johan sudah punya filing dan telah membuat surat wasiat. Untuk ketiga anaknya termasuk Ronny
Aku harta pak Johan tidak jatuh ke Ronny tapi beliau telah buat surat wasiat untuk Gio , Teddy, Mitha, dan Dina