Ditalak ketika usai melahirkan, sungguh sangat menyakitkan. Apalagi Naura baru menginjak usia 20 tahun, harus kehilangan bayi yang dinyatakan telah meninggal dunia. Bagai jatuh tertimpa tangga dunia Naura saat itu, hingga ia sempat mengalami depresi. Untungnya ibu dan sahabatnya selalu ada di sisinya, hingga Naura kembali bangkit dari keterpurukannya.
Selang empat tahun kemudian, Naura tidak menyangka perusahaan tempat ia bekerja sebagai sekretaris, ternyata anak pemilik perusahaannya adalah Irfan Mahesa, usia 35 tahun, mantan suaminya, yang akan menjadi atasannya langsung. Namun, lagi-lagi Naura harus menerima kenyataan pahit jika mantan suaminya itu sudah memiliki istri yang sangat cantik serta seorang putra yang begitu tampan, berusia 4 tahun.
“Benarkah itu anak Pak Irfan bersama Bu Sofia?” ~ Naura Arashya.
“Ante antik oleh Noah duduk di cebelah cama Ante?” ~ Noah Karahman.
“Noah adalah anakku bersama Sofia! Aku tidak pernah mengenalmu dan juga tidak pernah menikah denganmu!”
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mommy Ghina, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 30. Dasar Istri Matre
Begitu amat sesak hati Sofia mendapatkan perlakuan Irfan seperti itu, mau di kemanakan wajahnya saat ini selain menangis, apalagi ada sahabatnya yang selama ini mengetahui cerita jika suaminya begitu mencintainya. Akan tetapi di depan mata Laras justru ia dapat perlakuan kasar dari Irfan. Sungguh Sofia amat malu.
Irfan sengaja duduk di sebelah Adiba, padahal sebenarnya ingin duduk di sebelah wanita itu, namun Naura duduk di ujung sofa terhalang stroller Noah, kemudian ada Elin yang duduk di sana juga.
Sofia yang masih berdiri termangu menatap nanar ke arah Naura yang tampak memperhatikan Noah yang masih tertidur. “Apa hebatnya sekretaris itu hingga suamiku menghukumku!” batin Sofia bergemuruh, lalu dengan matanya yang sudah menitikkan air mata melangkah mendekati stroller Noah.
“Jangan sentuh anakku! Gara-gara kamu, suamiku mematahkan blackcardku! Aku benar-benar tidak terima! Apa hebatnya kamu ini!” hardik Sofia penuh amarah, lalu ia menarik gagang stroller Noah agar menjauh dari keberadaan Naura, hingga badan Noah tersentak. Naura yang sempat terkesiap langsung beranjak dari duduknya, ia tampak tidak suka dengan sikap kasar Sofia yang begitu saja menarik stroller Noah dengan cara kasar.
“Sofia!” seru Irfan terbelalak, lantas ia beranjak dari duduknya kemudian menghampiri wanita itu, begitu juga dengan Adiba dan Laras. Mata yang biasa tampak teduh kini melayangkan tatapan tajamnya pada Irfan meski air matanya masih luruh membasahi pipinya.
“Apa-apaan kamu ini!” sentak Irfan langsung menyentak tangan Sofia dari besi pegangan stroller Noah.
“Yang apa-apaan itu kamu, Mas Irfan! Aku tidak punya salah apa pun pada sekretaris papa Mas, kenapa aku yang dapat getahnya! Mas Irfan begitu saja mematahkan kartuku, dan aku benar-benar tidak rela wanita itu menyentuh anakku. Aku yakin pasti wanita itu sedang mencari perhatian mertuaku dan kamu melalu sikap baik dan simpatik pada Noah!” hardik Sofia dengan sedikit meninggikan suaranya.
“Dia itu tidak pernah mencari perhatian mama dan aku, Sofia! JANGAN ASAL MENUDING!” Irfan yang sedang menahan rasa cemburu pada Naura, lalu melihat kelakuan istrinya bikin emosinya memuncak hingga ke ubun-ubun.
Air mata Sofia semakin deras menerima makian suaminya. “Mas, kamu membentakku lagi. Mas lebih membela sekretaris papa,” ujar Sofia dengan suaranya yang bergetar, lalu menggigit bibirnya, seakan menahan rasa sakit yang amat perih seraya menatap Naura.
Keadaan ini yang paling menyakitkan bagi Naura, secara tidak langsung Sofia menudingnya ke arah yang negatif, meski kenyataannya bisa dikatakan seperti itu jika pernikahannya terdahulu dengan Irfan terkuak. Bisa saja Sofia habis-habisan mencaci maki dirinya, karena tetap saja posisi Naura sangat salah.
“Maaf, Nyonya Sofia jika kehadiran saya jadi membuat masalah sehingga Nyonya Sofia dengan Pak Irfan jadi bertengkar. Saya tidak ada bermaksud apa pun, saya tidak ada niatan mencari perhatian dengan Ibu Adiba dan Pak Irfan. Saya pribadi sangat menyukai anak-anak,” ujar Naura dengan tenangnya, lalu ia melirik tas-nya yang ada di sisi sofa kemudian mengambilnya.
“Sekali lagi saya minta maaf Nyonya Sofia,” lanjut kata Naura sembari membungkukkan punggungnya sebagai tanda hormatnya, lalu ia berbalik badan menatap Bu Adiba.
“Bu, saya permisi dulu. Saya pamit pulang, dan terima kasih buat hari ini,” ujar Naura.
“Tunggu!” Adiba menahan tangan Naura. “Bukan kamu yang mesti pergi, tetapi Sofia'lah yang patutnya pergi dari sini!” ujar Adiba dengan lantangnya seiringan dengan tatapan mata yang begitu menghunus tajam.
“Sofia oh Sofia, hanya karena suamimu mematahkan blackcard sampai menyalahkan Naura! Emang istri matre, gak punya otak! Dan, kamu bilang jangan menyentuh anakku! Kalau kamu tidak mau anakmu disentuh sama orang lain seharusnya kamu urus sejak dia lahir, tidak perlu kamu pakai baby sitter segala!” hardik Adiba sembari melangkah maju mendekati Sofia.
“Kamu itu selama ini telah menghabiskan uang Irfan berapa milyar ... huh?! Dan itu uang dari perusahaan Grup Mahesa milik suami saya dengan saya! Sekarang kamu marah dan menangis karena tidak bisa bayar tas pilihan kamu itu! Percuma kamu berhijab Sofia, tapi gaya hidupmu tidak bersahaja, menghambur-hambur harta anak saya!” hardik Adiba, mengeluarkan semua unek-uneknya.
Keluhlah lidah Sofia, sudah tidak bisa berkutik, apalagi Irfan tidak membelanya sama sekali.
“Irfan, Mama sangat kecewa dengan istri kamu ini! Mulai detik ini Noah Mama yang urus jika kamu masih mempertahankan Sofia!” perintah Adiba dengan tegasnya.
“Mah!” Irfan yang sayang sama anaknya tidak terima, lantas tatapannya menyalang pada Sofia yang mulai tersedu.
“Mama tega pada menantu sendiri!” ujar Sofia dalam isak tangisnya.
Dengan tangannya terkepal, Sofia keluar dari ruang VIP, Laras yang nampak bingung buru-buru mengambil tas mereka berdua lalu mengejar Sofia. Sementara Irfan hanya menarik napasnya dalam-dalam.
“Irfan silakan kejar istri kamu,” pinta Adiba menunjuk ke arah pintu. Pria itu mengabaikan permintaan mamanya dengan kembali duduk menatap Noah yang masih tertidur pulas, untung saja tidak terbangun.
Naura yang berada di sana jadi semakin menyalahkan dirinya sendiri.
“Sudah Naura jangan dipikirkan ucapan Sofia ya, sebaiknya kita lanjut pilih tasnya,” ajak Adiba dengan sekejap wajah wanita paruh baya itu kembali teduh.
“Tapi Bu, saya lebih baik pulang aja.”
“Turuti permintaan Mama, Naura,” timpal Irfan.
Wanita itu mendesah pelan, dan akhirnya menemani Adiba berbelanja tas.
***
Dua jam kemudian ....
“Saya antar kamu pulang, dan ambil apa yang telah saya belikan buat kamu,” sentak Irfan pada Naura, yang sejak tadi tidak mau mengambil barang-barang mewah pembelian Irfan. Naura sempat lihat jika mantan suaminya menghabiskan uang 300 juta untuk membelikannya tas, sepatu dan satu setel baju kerja, padahal ia tidak memintanya sama sekali.
“Mohon maaf Pak Irfan, saya tidak bisa menerimanya sama sekali dan sudah terang-terangan saya tidak ingin dibelikan,” balas Naura yang sejak tadi memang tidak mau menerimanya.
“Kamu takut sama calon suami kamu karena saya membelikan barang-barang ini? Memangnya calon suami kamu itu kaya dan mampu membelikan semua barang mewah seperti ini?” sindir Irfan dengan lirikan sinisnya.
Naura berdecak lalu memutar malas bola matanya. “Apakah saya seperti wanita yang haus akan barang mewah dan harta, Pak Irfan? Calon suami saya sangat sederhana dan mampu mencintai saya apa adanya, tidak penuh dengan kepura-puraan, dan yang paling utama calon suami saya bukan penipu. Bukan penipu ulung!”
Rahang Irfan mengatup, tangannya menggenggam erat paper bag.
“Saya permisi Pak Irfan, terima kasih atas kebaikannya,” ujar Naura, lalu bergerak melangkah meninggalkan pria itu, tapi apa yang terjadi.
“Ehh!” Naura terkesiap.
Bersambung ... ✍️