Raika, telah lama hidup dalam kesendirian sejak kematian ayahnya. Dunia yang berada diambang kehancuran memaksanya untuk bertahan hidup hanya dengan satu-satunya warisan dari sang ayah; sebuah sniper, yang menjadi sahabat setianya dalam berburu.
Cerita ini mengisahkan: Perjalanan Raika bertahan hidup di kehancuran dunia dengan malam yang tak kunjung selesai. Setelah bertemu seseorang ia kembali memiliki ambisi untuk membunuh semua Wanters, yang telah ada selama ratusan tahun.
Menjanjikan: Sebuah novel penuhi aksi, perbedaan status, hukum rimba, ketidak adilan, dan pasca-apocalipse.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ahril saepul, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 18 Terima kasih.
Setelah pukulan yang ku lontarkan, Wanters kembali memberontak---menggeliatkan tubuhnya. Aku melompat dan menjauh, menatap tajam mencari celah yang dapat ku gunakan untuk menyerang.
garis-garis merah muda bercahaya muncul di seluruh tubuh Wanters, berkilat liar dengan percikan petir yang menyambar-nyambar. Refleks, kakiku melesat menuju Yuto. Dalam satu gerakan cepat, tanganku meraih lengannya, seketika itu juga, pemandangan di sekeliling berubah, kami berada di tepi gua.
Aku berlari kembali secepatnya menggapai Mio, dan memindahkannya juga ke tempat Yuto.
Dari ketiga mulut Wanters telah terkumpul bola energi yang berkedip-kedip dengan listrik di mana-mana. Aku bergerak secepatnya menuju Yuya dan memindahkannya sebelum Wanters menyemburkan energinya.
Tepat saat kami berpindah, untungnya aku sempat meraih sarung tangan Yuya dan mengaktifkannya. Seketika itu juga perisai berubah menjadi merah, menyelimuti mereka bertiga.
Secepat mungkin aku bersembunyi di balik Kristal.
Pancaran energi di tembakan ke berbagai arah termasuk menghantam Perisai Yuya.
Aku memperhatikan gerakan Wanters yang membentur ke sana-sini.
Seharusnya, Perisai yang melindungi mereka bertiga akan tahan beberapa serangan lagi, karena warnanya berubah menjadi merah. Warna yang setara dengan Arcis tingkat 5.
Jadi, bagaimana caraku mengalahkan Wanters itu.
Saat ku perhatikan, inti matanya berada di dalam mulut, apakah harus masuk ke dalam mulut dan menghancurkannya? ... Tidak, itu akan jauh lebih sulit.
Garis-garis pink pada Wanters semakin menyala, dari seluruh tubuhnya mengeluarkan duri; energi mengumpul pada duri yang lebih besar ...
Ini buruk!
SELIUS----BRURURURG.
Aku berlari, menghindari pancaran energi yang keluar secara bersamaan; memenuhi semua tempat dengan laser yang dapat bergerak.
Tangan, kaki, tubuh, mengalami tekanan hebat, detak jantung terpompa beserta keringat berterbangan; setiap langkahku menghindari semua itu.
Bagaimana jika tubuhku terkena serangan? Tidak, sekarang bukan waktunya untuk memikirkan hal bodoh. Yakinlah Raika!
Langkah demi langkah, serangan demi serangan ku hindari cukup baik. Meski Wanters itu masih terus berputar, aku menghentakkan kaki, mendorong diriku---bogeman penuh energi menghantam kuat tubuhnya hingga berhenti.
Aku bergegas mundur; tepat saat langkah pertama, benar saja kedua kepalanya bergerak, mematuk tempatku berdiri sebelum menghindar hingga membuat suara keras menyebabkan beberapa kristal hancur berantakan.
Aku kembali mempercepat langkah; bersiap dengan energi yang akan memenuhi segala area.
SLIUS
Tidak hanya laser yang memenuhi area, namun kali ini tubuhnya benar-benar mengejar ku.
Menarik nafas dalam-dalam. 'Yakinkan dirimu Raika!' Mempercepat langkah, melompat, berlari di dinding gua, sigap membalikan badan, menatap Wanters, menekan kakiku, merasakan garis di seluruh tubuh mengeluarkan asap ...
'Sekarang!' Melesat menyiapkan pukulan penuh tenaga.
BUGH!
'Tidak, jangan biarkan ia tumbang.' Bergerak kembali, memukul bagian sisi lain.
BUGH!
'Belum cukup!' Bergerak kembali memukulnya dari berbagai arah.
BUG---BUG---BUG
Sinar energi muncul dari mulutnya, namun aku berhasil mencegah dengan mempercepat gerakan.
BUGH-2-3-4-5-6-7-8-9- ... aku melompat sampai menyentuh langit-langit gua, kemudian memunculkan tangan biru dari tanah untuk menyegel pergerakan Wanters. Aku Mengumpulkan energi dari tangan kanan, berencana untuk menyerangnya dengan lebih kuat.
SLOUS----BRUGHK! '10.'
Retakan terbentuk dengan debu menyembur ke segala arah, berbarengan dengan kulit Wanters yang hancur. Dari tubuhnya meluber energi merah muda seperti miasma yang melelehkan apapun. Beberapa kristal juga berjatuhan dengan suara gemuruh dari segala tempat.
BURSH
Tanganku meraih sesuatu. "Hah-Fiuh," Keluar dari carian merah muda yang dapat melelehkan batu dan kristal bagaikan miasma.
"Aku baik-baik saja?" Menatap tangan. 'Kekuatan ini mampu menahan korosi yang sekuat ini. Bahkan efeknya sampai bisa menjaga pakaianku tetap utuh.'
"Raika! ...." suara teriakan mereka bertiga.
"Oi! ... Raika!"
'Apa mereka melihatku ketika bertarung?' menonaktifkan kekuatan itu. "Ack!"
Mengaktifkannya kembali. 'Aw... Aku ceroboh, meski tersentuh sedikit, ini tetap sakit`
'Huh!' Tulang yang aku pegang mendadak hilang, bersamaan dengan seluruh tubuhnya yang menjadi abu. Aku terjatuh bersama beberapa miasma yang sebagian menjadi asap saat menyentuh tanah.
BRUSH
Samar-samar dari kejauhan, Yuya, Mio, dan Yuto berdiri memandang ke arah kumpulan asap yang menutupiku. Tanpa memberi waktu untuk menghilangkan kekuatan ini, asap sudah mulai mereda. Aku hanya bisa terdiam melihat mereka menatap dengan wajah serius. 'Mungkin, sudah saatnya.'
"Energi apa yang kurasakan sekarang ..." ujar Yuya.
"Yuya, Mio, Yuto, maaf telah menyembunyikan sesuatu dari kalian. Aku tidak ingin kalian takut, terkadang aku juga merasa takut, aku ...."
"Raika...apa kamu Raika?" tanya Mio.
Mencoba menenangkan diri, menatap ke bawah, mengangguk pelan.
Yuya berjalan ke arahku, mengabaikan energi panas dari beberapa miasma Wanters dan pancaran energi auraku.
Tangan kanannya meraih pundakku, ia tidak mempedulikan rasa sakit pada telapak tangannya yang mulai mengeluarkan asap.
"Ternyata benar yang aku pikirkan, hal-hal yang selama ini aku pertanyakan ... Terima kasih, Raika," Yuya tersenyum tulus dengan mata tertutup.
Aku menonaktifkan kekuatan itu, perlahan memegang tangan Yuya, "Maaf aku tidak menunjukkannya lebih dulu."
Mio mendekat. "Uh, asap ini menyebalkan. Raika, aku yakin kamu memiliki alasan untuk menyembunyikan itu dari kami, jadi tidak perlu meminta maaf."
"Aku juga tidak menyangka, kamu mampu mengalahkan Wanters itu sendirian. Yuya, apa aku sedang bermimpi?" ucap Yuto.
"Cubit sendiri saja tubuhmu, bodoh," sahut Mio.
"Sudah-sudah, kita pergi dari sini dulu ... ayo," saran Yuya sambil menenangkan mereka berdua.
Aku mengikuti mereka dari belakang, berjalan menjauhi asap dari miasma. 'Entah kenapa aku merasa ini pilihan yang tepat, tapi apa mereka bisa menerimaku?'
"Raika, jika kamu belum siap untuk menjelaskannya, jangan terlalu dipikirkan. Yang terpenting kamu baik-baik saja," ujar Yuya sambil berjalan.
Menatap Yuya dari belakang, 'Terima kasih.'
Aku menghentikan langkah, "Aku rasa, aku tidak keberatan untuk memberitahu semuanya."
Mio menghentikan langkah, menatapku, "Apa kamu yakin?"
"Ya, aku sudah bilang ingin ikut bersama kalian membunuh semua Wanters, jadi kurasa lebih baik tidak ada rahasia lagi," jawabku.
Mio tersenyum. "Baiklah."
"Kita beristirahat di sana dulu, setelah itu kita akan mencari jalan keluar dari sini," saran Yuya.
Kami berada di pinggiran gua yang disinari cahaya redup dari pantulan kristal, tetapi ini cukup untuk saling melihat satu sama lain. Aku menceritakan semuanya kepada mereka, dari awal mengikuti Raid Vicuris dan juga ketika terbangun di tengah kawah. Aku juga menceritakan saat pertama kali kekuatan ini muncul sampai bertemu dengan mereka bertiga yang tengah dikejar gerombolan Wanters.
"Pada hari saat Raid Vicuris telah ditaklukkan, memang ada rumor yang beredar mengenai ledakan besar yang terjadi di sana," ujar Yuto.
"Ya, saat kita sedang berburu di zona merah, juga ada sebuah koran terbang yang menginformasikan hal itu," tambah Mio.
"Raika, kamu bilang kamu berada di tengah kawah, kan? Apa kamu tidak mengingat apapun?" tanya Yuya.
Sekilas terbesit sesuatu di kepalaku, "Arcis ... saat aku menghancurkan inti mata Vicuris, tanpa sengaja Arcis masuk ke dalam mulutku."
"Arcis? Apa maksudmu, kamu memakannya?"
Mengangguk pelan. "Seingat ku begitu."
"Bukankah jika seseorang memakan Arcis, dia akan mati? Apalagi kalau yang kamu makan adalah Arcis tingkat lima," ujar Mio.
"Aku tidak tahu. Pada waktu itu badanku mati rasa, sebelum kesadaran menghilang."
"Aku belum pernah mendengar ada seseorang yang mendapatkan kekuatan dari memakan Arcis. Raika, kurasa pilihanmu tidak salah untuk menyembunyikan kekuatan itu. Jika ada seseorang yang mengetahuinya, mungkin kamu akan ditangkap oleh orang-orang Eldritch," jelas Yuya.
"Kemungkinan terburuknya, kamu akan dijadikan bahan eksperimen oleh mereka," tambah Yuto sambil mendorong kacamatanya. "Dan ka—"
"Bodoh! Apa yang kau katakan! Dasar kacamata sialaaan ..." teriak Mio memarahi Yuto.
"Baik-maaf!"
Mendadak jantungku berdegup lebih cepat dengan sendirinya. 'Eksperimen? ... hiiiii.'
"Jangan khawatir, aku pasti akan melindungi mu, Raika. Aku juga tidak ingin kehilangan siapa pun kembali. Kita akan mengakhiri semua ini bersama, itu pasti," ucap Yuya.
Menatap Yuya, wajahnya tampak serius sama seperti pertama kali bertemu. "Baik, mohon bantuannya, Yuya," ucapku sambil tersenyum dan menutup mata.
End Bab 18
gabung yu di Gc Bcm..
caranya Follow akun ak dl ya
untuk bisa aku undang
terima kasih.