NovelToon NovelToon
Tomodachi To Ai : Vampir Dan Serigala

Tomodachi To Ai : Vampir Dan Serigala

Status: sedang berlangsung
Genre:Akademi Sihir / Bullying dan Balas Dendam
Popularitas:4.6k
Nilai: 5
Nama Author: BellaBiyah

Masih belajar, jangan dibuli 🤌

Kisah ini bermula saat aku mengetahui bahwa kekasihku bukan manusia. Makhluk penghisap darah itu menyeretku ke dalam masalah antara kaumnya dan manusia serigala.

Aku yang tidak tahu apa-apa, terpaksa untuk mempelajari ilmu sihir agar bisa menakhlukkan semua masalah yang ada.

Tapi itu semua tidak segampang yang kutulia saat ini. Karena sekarang para Vampir dan Manusia Serigala mengincarku. Sedangkan aku tidak tahu apa tujuan mereka.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon BellaBiyah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

22

Suatu hari, Kalen berjalan di kota dan di alun-alun ia melihat seorang wanita muda berkulit putih, berambut cokelat, dan bertubuh langsing. Dengan mata cokelatnya, ia menatapnya penuh rasa ingin tahu, mencuri perhatiannya. Kalen segera menyadari bahwa dia bukan manusia biasa, melainkan seorang penyihir.

“Halo, namaku Kalen. Apakah kamu bagian dari kelompok tertentu?” tanya Kalen.

“Halo. Namaku Isabella. Aku telah dikeluarkan dari kelompokku,” jawab wanita itu dengan tenang.

“Kenapa begitu?” Kalen bertanya lagi.

“Orang tuaku ingin aku menikah demi kenyamanan, tapi aku tidak mencintainya,” jawab Isabella sambil tersenyum lembut.

“Lalu di mana kamu tinggal sekarang?” tanyanya, penasaran.

“Aku menyewa kamar kecil, tapi setidaknya aku merasa tenang, dan itu yang terpenting,” jawab Isabella dengan senyum simpul.

Sejak pertemuan sore itu, mereka sering bertemu setiap ada kesempatan. Kalen tertarik pada kecantikan fisik Isabella, sementara Isabella tampak menawan dengan perilaku provokatifnya. Hubungan mereka segera berkembang menjadi sesuatu yang lebih dalam, sebuah hubungan penuh gairah.

Suatu hari, setelah beberapa pertemuan di tempat-tempat berbeda, Isabella mengundang Kalen ke kamarnya yang disewanya. Kamar itu kecil namun didekorasi dengan indah, mencerminkan gaya dan selera seorang wanita. Saat Kalen masuk, ia memperhatikan Isabella mengenakan gaun ketat yang menonjolkan tubuh rampingnya, dengan sepatu hak tinggi yang menambah elegansi. Gaun itu memiliki potongan rendah, yang semakin memperlihatkan pesonanya, sementara kain tipis di bagian bawah menambah kesan anggun namun menggoda.

Merasa gugup dengan pesona Isabella yang begitu mencolok, Kalen menerima segelas wiski yang ditawarkan kepadanya, lebih untuk menenangkan dirinya daripada karena ia ingin minum. Penampilan Isabella begitu memikat, hingga Kalen merasa semua api dalam dirinya yang selama ini tenang kini seperti akan meledak.

Sementara itu, Isabella bergerak anggun di sekitar ruangan, berbicara dengan santai tentang hal-hal yang Kalen hampir tak dengar karena pikirannya terus tertuju pada wanita di hadapannya.

Tiba-tiba, Isabella berhenti di depannya dan tertawa kecil. "Kamu pasti tidak mendengar apa pun yang aku katakan, kan?" katanya dengan senyum menggoda.

Kalen tertawa pelan dan menggeleng. "Tidak sepenuhnya, beberapa menit terakhir ini hanya mataku yang bekerja. Maafkan aku," jawabnya dengan nada penuh humor.

Isabella tersenyum lebih lebar. "Aku mengerti. Matamu itu membuatku gugup, tapi aku suka. Ada sesuatu tentangmu yang membuatku ingin terus berbicara," katanya, mengambil gelas dari tangan Kalen.

Dia begitu dekat dengan Kalen sekarang, dan ketegangan di antara mereka semakin nyata. Tanpa bisa menahan diri lagi, Kalen menarik Isabella ke pelukannya, memeluk pinggangnya dengan erat, sementara tangannya yang lain menyusup ke rambut cokelatnya yang halus. Ciuman mereka penuh dengan gairah, dan Isabella pun merespon dengan intensitas yang sama, seakan mereka tak ingin melepaskan satu sama lain.

Kalen menggunakan seluruh pengalaman dan kelembutannya, mencium Isabella dengan penuh kasih namun kuat, membuatnya mendesah pelan. Tangan Kalen kemudian bergerak perlahan ke bawah, merangkul pinggang Isabella, yang kini membiarkan dirinya terbawa oleh momen itu. Setiap gerakan mereka terasa alami, seolah-olah mereka sudah saling memahami tanpa perlu kata-kata.

Berikut adalah naskah yang telah saya sesuaikan dengan EYD dan menggunakan bahasa yang lebih santai dan tidak kaku:

Suatu hari, Kalen pergi ke kota dan melihat seorang wanita muda berkulit putih, berambut cokelat, dan bertubuh langsing di alun-alun. Matanya cokelat, dan dia menatap Kalen dengan rasa ingin tahu. Tatapan itu langsung mencuri perhatian Kalen, karena dia menyadari bahwa wanita ini bukanlah manusia biasa, tapi seorang penyihir.

“Halo, namaku Kalen. Kamu termasuk kelompok mana?” tanya Kalen, penasaran.

“Halo. Namaku Isabella. Aku sudah dikeluarkan dari kelompokku,” jawab wanita itu dengan santai.

“Kenapa bisa begitu?” tanya Kalen lagi, semakin tertarik.

“Orang tuaku ingin aku menikah demi kepentingan mereka, tapi aku nggak cinta sama dia,” Isabella menjelaskan, tersenyum kecil.

“Kamu tinggal di mana sekarang?” Kalen bertanya, ingin tahu lebih banyak.

“Aku sewa kamar kecil di sini. Nggak besar, tapi cukup bikin aku tenang. Itu yang penting kan?” jawabnya sambil tersenyum.

Sejak pertemuan sore itu, mereka sering bertemu setiap kali ada kesempatan. Kalen sangat tertarik pada kecantikan Isabella, sementara Isabella memiliki cara yang memikat dan provokatif. Hubungan mereka berkembang cepat, dipenuhi oleh gairah yang tak terbantahkan.

Suatu hari, setelah beberapa kali bertemu di tempat berbeda, Isabella mengundang Kalen ke kamar kecil yang dia sewa. Kamar itu memang kecil, tapi dihiasi dengan gaya yang mencerminkan selera seorang wanita. Saat Kalen masuk, dia melihat Isabella mengenakan gaun ketat yang menonjolkan tubuhnya yang ramping. Sepatu hak tingginya menambah kesan anggun, sementara kain tipis gaunnya memperlihatkan siluet tubuhnya dengan sangat menggoda.

Kalen merasa gugup melihat Isabella begitu menarik. Dia menerima segelas wiski yang ditawarkan Isabella, lebih untuk menenangkan diri daripada benar-benar ingin minum. Penampilan Isabella terlalu memikat, dan sejak pertama bertemu, Kalen merasa seperti api dalam dirinya sudah siap meledak.

Isabella bergerak anggun di sekitar kamar, berbicara tentang berbagai hal, sementara Kalen hanya setengah mendengarkan. Perhatiannya sepenuhnya tertuju pada wanita itu.

Tiba-tiba, Isabella berhenti tepat di depan Kalen dan tersenyum. “Kamu nggak dengar apa-apa yang aku bilang, kan?” tanya Isabella sambil tertawa kecil.

Kalen tertawa juga. “Enggak sepenuhnya. Beberapa menit terakhir ini cuma mataku yang kerja. Maaf ya,” balasnya dengan senyum menggoda.

Isabella tersenyum lebih lebar. "Sepertinya kamu bisa baca pikiranku," katanya, suaranya bergetar karena gairah saat Kalen terus membelainya dengan cara yang tepat. Gairah di antara mereka semakin intens, sampai Isabella tidak bisa lagi menahan diri.

Saat Isabella meminta dengan suara serak agar dia masuk lebih dalam, Kalen membalik tubuhnya, meletakkannya di atas tangan dan lutut, lalu menekannya ke tempat tidur sambil memegang bahunya. Dia bergerak dengan penuh hasrat, dan Isabella hanya bisa mengerang keras.

Kalen menarik pinggul Isabella dengan kedua tangannya, tanpa ada tanda-tanda ingin berhenti. Isabella merasakan kekuatan dan nafsu Kalen, tetapi ia tidak mengeluh. Setelah tenaga Isabella habis, ia terjatuh ke tempat tidur. Namun, Kalen kembali mengangkatnya, membuatnya memegang sandaran kepala, dan melanjutkan serangannya dengan intensitas yang sama.

Kalen seakan tidak berhenti, mengubah gairah mereka menjadi semacam pelampiasan. Isabella tidak tahu apa yang terjadi, tapi ia menerima setiap dorongan dengan napas yang terengah-engah. Ketika akhirnya Kalen mencapai puncaknya, dia menarik rambut Isabella dan memberikan dorongan terakhir yang membuat mereka sama-sama terjatuh ke tempat tidur dalam keadaan lelah.

Kalen terbaring di samping Isabella, mencoba mengatur napasnya. Isabella masih diam, mencoba memahami apa yang baru saja terjadi. Dengan wajah merah dan napas yang berat, mereka hanya menatap langit-langit, tanpa ada kata-kata yang terucap.

Mereka terus bertemu setelah itu. Namun, Isabella merasa ada dua sisi dalam diri Kalen. Di luar tempat tidur, dia pria yang lembut dan perhatian, tapi di ranjang, Kalen seakan berubah menjadi sosok yang berbeda. Isabella pun bertanya suatu hari, “Kenapa kamu begitu jauh pas kita di tempat tidur?”

Kalen hanya mengangkat bahu. “Itu cuma caraku. Nggak ada maksud apa-apa.”

Meski begitu, Isabella tetap melanjutkan hubungannya dengan Kalen. Suatu hari, dia bertanya lagi, “Kapan kamu akan ajak aku ketemu keluargamu?”

Kalen menatapnya sebentar, lalu bertanya, “Kenapa kamu mau ketemu mereka?”

“Mungkin supaya aku tahu lebih banyak tentang kamu, keluarga, dan teman-temanmu. Bukannya kita udah cukup lama bareng? Kita ini pacaran serius, kan?” Isabella menjawab sambil memperhatikan ekspresi Kalen.

“Belum saatnya kita bawa ke tahap itu. Lagian, kamu sendiri ninggalin kelompokmu karena nggak mau terikat komitmen, kan? Kalau aku bawa kamu ke keluargaku, mereka pasti langsung berpikir kita mau menikah. Aku nggak tahu kita akan sampai ke situ atau nggak. Kita berdua sama-sama nggak suka aturan yang ketat, kan?” Kalen menjawab dengan jujur.

“Kamu nggak serius sama aku ya?” tanya Isabella, sedikit frustrasi.

“Bukan gitu. Aku cuma bilang, mari kita lihat dulu ke mana ini akan berjalan. Kalau kita serius, aku pasti bawa kamu ketemu keluargaku. Aku cuma nggak mau ada tekanan dari mereka dulu,” kata Kalen.

Sampai suatu hari, mereka pergi ke suatu tempat untuk mendengarkan musik dan minum terlalu banyak. Kalen akhirnya membawa Isabella ke kamar yang disediakan oleh Aleister di coven. Mereka masuk sambil tertawa dan berbisik agar tidak membangunkan siapa pun.

Di tempat lain, Zara dan Aleister sedang duduk santai di kamar mereka.

“Aku mau ambil anggur. Kamu mau juga?” tanya Aleister.

“Tentu, bawakan aku juga,” jawab Zara.

Saat Aleister berjalan menuju dapur, dia mendengar suara-suara dari kamar Kalen. Dia mendekat untuk mendengar lebih baik dan menyadari bahwa suara itu berasal dari Kalen dan seorang wanita. Dia kembali ke kamar dengan segelas anggur dan senyum di wajahnya.

“Kalen sudah punya pasangan. Dia lagi sama seorang gadis di kamarnya,” kata Aleister sambil tersenyum.

“Jadi, akhirnya dia melangkah juga,” Zara tertawa. “Kupikir dia mengambil sumpah selibat. Semoga ini cinta yang dia tunggu-tunggu.”

Aleister mengangkat gelasnya. “Mari kita bersulang untuk calon keponakan.”

Zara ikut mengangkat gelasnya, tertawa. “Untuk calon keponakan.”

Aleister kemudian menatap Zara dengan serius. “Tapi, suara-suara itu agak mengganggu, Zara,” katanya dengan senyum jahat.

“Ah, kamu selalu terganggu bahkan oleh suara nyamuk, Sayang,” jawab Zara sambil tertawa, lalu mencium Aleister.

“Nyamuk atau suara apa pun, antara kita dan bulan, kita akan membuat perjanjian kita sendiri,” kata Aleister, dan mereka berdua tertawa bersama.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!