NovelToon NovelToon
Lily With The Cruel Husband

Lily With The Cruel Husband

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / CEO / Selingkuh / Mengubah Takdir
Popularitas:13.3k
Nilai: 5
Nama Author: Ncy Jana

Love, Me Please!

Tentang Lily yang berada di antara hubungan Theo dan Shylla.

Tentang Lily yang tidak diinginkan dan dicintai oleh Theo. Hanya Shylla yang diinginkan oleh Theo tapi Lily memisahkan mereka karena suatu malam Lily menjebak Theo karena ingin memiliki Theo agar menjadi suaminya.

Pernikahan tanpa cinta, meski sudah berhasil mendapat Theo Lily tidak merasa bahagia karena dia merasa tertolak dan tidak dicintai oleh suaminya. Lily tentunya iri dan mengharapkan cinta dari suaminya namun Theo lebih mencintai Shylla.

Sakit yang Lily rasakan ketika dia bisa hidup bersama raga Theo tapi hati dan pikiran Theo tertuju pada Shylla. Sakit yang Lily rasakan saat Theo bersikap kejam padanya namun lembut kepada Shylla.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ncy Jana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

18

Lily mengusap air matanya, dan mengambil nafas dalam dan membuangnya berat. Tiba-tiba datang seseorang dan duduk di sebelah Lily. Kedatangan orang itu membuat Lily terkejut dan malu karena seseorang telah mendatanginya saat dia dalam keadaan sedang menangis.

Tanpa Lily ketahui, sedari tadi orang itu telah menyaksikan semuanya dari kejauhan. Ada perasaan iba yang menjalar dalam hatinya dan merasakan bagaimana sedihnya perasaan Lily saat ini.

Orang itu tersenyum ketika Lily menatapnya. “Hai Lily.” sapanya sambil memberikan sebuah sapu tangan kepada Lily.

Lily kaget sekaligus heran karena orang ini mengetahui namanya. "Mbak mengenaliku?" tanya Lily sembari menerima sapu tangan itu dan tidak lupa untuk mengucapkan terima kasih juga. Lily juga memanggilnya dengan sopan karena dilihat dari perawakannya, orang ini terlihat lebih tua darinya.

Lily langsung menghapus jejak air matanya di pipi dan hidungnya sedikit berair dan memerah akibat menangis tadi.

Orang itu mengabaikan pertanyaan Lily, dia justru mengucapkan hal lain. “Taman ini sangat cantik dan indah, seharusnya orang merasa terhibur setelah datang ke tempat ini. Tapi kau malah sebaliknya.” Kata orang itu saat menatap Lily di sampingnya. “Sepertinya kau punya beban yang berat.”

Lily tersenyum paksa menanggapi omongan orang itu, dia menahan diri agar air mata jangan keluar lagi.

“Lily.” Panggil orang itu pelan sehingga Lily menoleh ke arahnya.

“Kau mau solusi agar bebanmu cepat menghilang?”

Lily terdiam, tapi masih menatap orang itu dengan serius, tapi dalam hatinya dia menantikan solusi apa yang orang itu ingin sampaikan.

“Kau buang saja kepalamu. Pasti setelah itu bebanmu langsung hilang, jadi kau tidak perlu mengingat semua permasalahanmu lagi.”

Lily tertawa paksa. “Jadi aku harus mati ya?" tanya Lily dengan polos. Setelah itu dia menghela nafas, kemudian menatap orang disebelahnya. “Tapi aku takut mati. Lagipula aku tidak ingin mati dengan cara yang salah. Dosaku sudah terlalu banyak.”

Orang itu menghela nafas, lalu memijat keningnya. Ia tidak menyangka kalau Lily akan menanggapi perkataannya dengan serius, padahal niatnya ingin bercanda agar Lily bisa tertawa. Ia menyandarkan punggungnya di bangku taman itu lalu menoleh ke samping.

“Kau ini. Tadi aku hanya bercanda. Jangan terlalu serius menanggapinya."

Lily mengarahkan pandangannya ke arah lain, dia menatap lurus ke arah depan. Menurutnya mati bukanlah solusi yang tepat untuk menyelesaikan semua permasalahannya.

Sedangkan orang itu kini mengerutkan dahinya, dia menatap Lily dengan tatapan penasaran.

“Ada yang bilang, terkadang kita hanya bisa memilih untuk diam dan menerima semua keadaan saat kita tidak punya pilihan lagi. Tapi tidak baik juga jika kita terlalu lama memendam sendiri. Ada kalanya kita mencari seseorang untuk berbagi cerita mengeluarkan semua unek-unek di kepala kita.”

“Aku tidak tahu seberapa berat masalahmu. Tapi kalau kau bersedia, kau bisa berbagi cerita denganku. Siapa tahu dengan begitu perasaanmu bisa sedikit lega.”

Lily hanya tertunduk dan terdiam. Hatinya tercubit. Perkataan orang disebelah memang benar. Tapi Lily merasa belum sanggup untuk berbicara.

“Tidak masalah. Aku tidak akan memaksa kalau kau tidak mau. Kau tahu, aku ke sini juga ingin menenangkan pikiran. Aku juga sedang memiliki masalah. Jadi karena itu aku ke sini.”

Orang itu tersenyum sebentar lalu kembali memperhatikan Lily yang ada di sampingnya.

“Ternyata kita sama ya. Aku suka ingin menyendiri kalau ada beban pikiran. Kayak sekarang ini.”

“Tiap orang berbeda-beda ya, ada yang mau bercerita pada orang lain untuk mencari solusi dan ada juga yang memilih diam dan memilih untuk menyelesaikannya sendiri.”

Orang itu menatap hamparan bunga di depannya, begitu juga dengan Lily yang masih setia mendengar ucapan orang di sebelahnya.

“Tapi aku tipe orangnya yang kalau lagi ada masalah dan itu udah terlalu berat sampai aku tidak kuat menyimpannya sendiri, aku masih mau berbagi cerita pada orang-orang terdekatku, terutama sama mama. Aku tidak bisa main rahasia kalau udah berurusan sama mama. Dia yang paling cepat tahu kalau aku dalam keadaan tidak baik-baik saja tanpa harus aku beritahu.”

“Mbak beruntung ya.” respon Lily singkat.

“Semua orang akan beruntung saat ibu mereka masih hidup. Ibumu masih ada kan?”

Lily tersenyum singkat tanpa mengatakan apapun lagi, membuat orang itu menatap Lily penuh tanda tanya.

Sempat hening sebentar sebelum orang itu kembali membuka topik pembicaraan. “Oh ya aku mau cerita. Sekarang kau adalah orang kedua yang mendengar keluh kesahku. Semalam aku melihat pacarku bersama perempuan lain.”

Lily terkejut setelah mendengar ucapan orang itu, dia lantas menoleh ke samping. “Dia selingkuh?”

“Aku tidak tahu. Tapi jika itu benar aku juga tidak peduli.”

Lily terdiam memandangi orang yang duduk di sebelah ini. Dahinya mengernyit, terheran melihat gelagat orang di sebelahnya tampak baik-baik saja. Tidak ada menunjukkan kesedihan yang berlebihan ataupun marah.

“Karena bagiku selingkuh itu hanya berlaku kepada pasangan sah saja. Aku sama dia masih pacaran. Jadi aku menganggap kalau aku sedang dalam fase seleksi untuk memilih yang terbaik dari yang terbaik. Setelah apa yang terjadi semalam, sekarang aku jadi tahu kalau dia bukan yang berbaik untukku."

“Jadi mbak tidak marah ataupun sedih?”

“Marah sih enggak apalagi sedih, cuma sedikit kesal aja karena waktuku selama dua tahun ini jadi terbuang sia-sia karena lelaki bajingan sepertinya.”

Orang itu memejamkan matanya sejenak lalu kembali memandangi Lily kemudian mengulurkan tangannya membuat Lily sempat terdiam lalu segera menyambutnya.

“Perkenalkan namaku Shaletta. Kau bisa panggil Aku Sha atau Letta, terserah kau saja, mana yang membuat nyaman.”

Lily tampak merenung sejenak, ini pertama kalinya ada orang yang mau berkenalan dengannya. “Iya. Salam kenal mbak Letta.”

“Oke. Kau sudah mengetahui namaku. Sekarang aku ingin memberitahu secara khusus kalau mulai besok kau bisa kerja di kafe yang kau datangi tadi.”

Lily jelas kaget dan mempertanyakan siapa gerangan orang ini. Kenapa dia bisa tahu kalau dirinya baru berkunjung dari kafe itu. Bahkan orang juga sudah tahu siapa namanya padahal mereka tidak saling mengenal sebelumnya.

Shaletta tersenyum karena mengerti sesuatu saat melihat gelagat Lily yang kebingungan.

“Aku pemilik kafe itu. Tadi aku tidak sengaja melihatmu keluar dari ruangan temanku dan aku juga sempat melihat datamu di sana, makanya aku bisa tahu kalau namamu adalah Lily. Aku sudah memberitahu dia untuk menghubungi kamu. Tapi berhubung kita sudah bertemu di sini, jadi aku beritahu saja sekarang.”

Sudut mulut Lily terangkat ke atas. “Terima kasih ya Mbak. Pekerjaan ini sangat berarti samaku. Sekali lagi terima kasih.” Nada bicara Lily terdengar senang mendapat informasi itu. Akhirnya dia mendapatkan pekerjaan.

“Iya sama-sama.”

Usai perbincangan itu, suara dering ponsel mengalihkan perhatian keduanya.

“Aku jawab telpon dulu ya.”

Shaletta berdiri setelah Lily mengangguk. Dia melangkah sedikit menjauh dari Lily agar tidak mengganggunya. Raut wajah Shaletta terlihat berubah, tampak kesal saat ada menelponnya.

“Kenapa nomorku kamu blokir sayang? Aku jadi malu karena harus pake ponsel Niko buat hubungi nomor kamu?”

“Oh malu ya? Kalau malu kenapa kau perlu repot-repot menghubungiku.”

Terdengar helaan nafas berat dari ponsel itu.

“Lupakan. Sekarang kamu ada dimana?”

“Di bawah langit, di atas tanah.”

“Lebih spesifik sayang. Sekarang kamu ada dimana? Jangan bercanda dulu.”

“Nggak tahu, cari aja sendiri.”

“Ngambek lagi ini ceritanya?”

“Entahlah. Pikir aja sendiri.”

Sekali lagi ada suara helaan nafas. Kali ini terdengar lebih berat. Seperti orang sedang frustasi.

"Sayang jangan bertingkah deh, lagi siang ini loh. Masa pacaran udah kayak nenek-nenek aja. Dikit-dikit marah. Dikit-dikit bertengkar.”

“Kamu yang memulai perang denganku. Satu lagi, kau itu yang kakek-kakek. Enak aja ngatain aku udah tua.”

“Kenapa lagi, yang? Kok hobi kali berdebat.”

“Memang benar ya omongan pria itu kayak balon warna-warni begitu indah tapi isinya angin semua.”

“Kali ini apalagi? Aku heran lihat kamu. Nggak ada angin, nggak ada hujan, tiba-tiba marah samaku. Jadi sekarang mau kamu apa sayang?”

“Aku mau putus. Ini nih yang buat aku kesal, setelah buat janji manis tapi nggak ditepati, sekarang malah amnesia, nggak ingat kesalahan. Bajingan.”

“Heh mulutnya. Tidak boleh ngomong begitu.”

“Jadi cuma kau saja yang boleh, gitu?”

“Nggak sayang. Oke deh. Aku minta maaf. Maaf karena semalam aku sibuk makanya nggak bisa jemput. Sekarang kamu dimana biar aku ke sana?”

“Sibuk apa? Sibuk kerja atau sibuk yang lain?

“Kamu bicara apa sih, Yang? Ngelantur terus omongan kamu dari tadi? Aku jemput ya. Sekarang posisi kamu dimana?”

“Nggak perlu ke sini.”

“Maksudnya? Kamu udah sampai di rumah?”

“Nggak. Maksud aku nggak perlu jemput aku lagi karena mulai detik ini hubungan kita berdua end.”

“Aku tahu kamu lagi marah, tapi jangan bercanda lagi.”

“Siapa bilang aku bercanda. Aku serius. Aku mau kita putus.”

“Aku tidak mau. Sayang aku minta maaf. Aku salah. Aku minta maaf ya. Kita jangan putus.”

“Iya. Aku maafin untuk yang kesekian kalinya. Tapi kali ini aku tetap mau minta putus.”

“Batu nih anak. Aku bilang tidak ya artinya tidak. Telinga kamu masih aman kan sayang? Kalau lagi bermasalah kita pergi dokter THT siapa tahu telinga kamu bermasalah habisnya kamu tidak bisa dengar apa yang aku bilang.”

“Telingamu yang bermasalah. Dengar ini baik-baik. Aku mau minta putus.”

“Kamu dengar juga ini baik-baik. Aku bilang tidak mau.”

“Dih. Siapa kau, malah ngatur.” Shaletta merasa geram sekali.

“Aku kepala rumah tangga dalam hubungan kita, jadi aku berhak mengatur.”

“Hey sadar men, kita ini belum nikah. Kepala rumah tangga apaan.” Shaletta sudah kesal sampai ke ubun-ubun.

“Kamu mau kita nikah?”

“Orang kayak kau mau berkomitmen, jadi sangsi aku. Nggak dulu deh, aku mikir-mikir dulu. Gini aja aku udah makan jantung lihat kelakuanmu.”

“Sayangku.”

“Apa! Jangan panggil-panggil aku sayang. Panggil aja ke cewek lain.”

“Nanti kamu marah kayak singa lepas kandang.”

“Udah paling benar aku harus putus darimu.”

“Tidak! Aku bercanda tadi. Maaf ya kesayanganku.”

“Semalaman aku udah memikirkan ini dengan baik-baik. Aku tetap pada keputusanku. Aku mau putus.”

“Palu mana palu?”

“Di sulawesi tengah sana. Kenapa? Kau ada rencana liburan ke sana sama cewek lain? Hebat ya.”

“Kuakui meski kamu nggak suka politik tapi kamu paling jago berdebat loh sayang. Terkadang capek aku meladeninya.”

“Jangan kau kait-kaitkan ke sana. Yang ingin ku bahas denganmu sekarang adalah aku ingin putus. Karena barusan kau bilang udah capek samaku, akhiri saja hubungan.Titik.”

"Memang gila pacarku ini. Atau perlu kucari Niko atau siapapun untuk dipukuli? Tamu bulananmu lagi datang ya sayang?”

“Terserah kau mau ngomong apapun. Yang penting bagiku sekarang hubungan kita udah berakhir di sini. Kita putus."

Tut

Shaletta mengakhiri panggilan telpon itu dan tidak lupa untuk memblokir nomor tersebut.

“Dasar laki-laki pencundang.” Umpatnya pada orang yang menelponnya barusan.

Shaletta kembali berjalan mendekat Lily setelah menyimpan ponselnya ke dalam tas.

“Kau pasti terganggu ya?”

Lily menggelengkan kepalanya. “Tidak Mbak.”

“Kau habis ini mau kemana?”

“Pulang ke rumah, Mbak. Memang mau kemana lagi.”

“Pulang naik apa?”

“Naik bus.”

Shaletta terdiam berpikir sejenak. “Aku ikut samamu, bolehkan? Kebetulan sopir aku nggak bisa jemput.”

Lily menimang sesaat lalu langsung menganggukinya. Dia tidak mempermasalahkannya selama Shaletta nyaman untuk ikut bersamanya.

“Ayo, Mbak.” ajak Lily yang menuntun Shaletta untuk ikut bersamanya berjalan menuju halte terdekat dari taman ini.

“Tapi kita harus menunggu dulu, tidak apa-apa?” tanya Lily disela-sela perjalanan mereka. Shaletta langsung mengangguk, tanda kalau dia tidak masalah untuk menunggu.

1
Triyas Hayu
thor up nya lama thor
Nor Asmah
ngapa tidak dilanjut
WINARTI WIN
lanjut Thor
Triyas Hayu
lanjut thorr
Triyas Hayu
thor Buwat lily lepas dari theo thor ngenes banget anak orang
Triyas Hayu
kejam bener sih theo
Triyas Hayu
nyesek di part ini
Triyas Hayu
thor semangat up ya ceritamu menyentuh dan menyayat hati
Isma Nayla
semoga secepatnya lily pergi dari theo,dn tlong thor jng kembalikn lily pd theo bila suatu saat theo menyesal.gk rela aq thor 😤
dyah EkaPratiwi
selidiki shyla Theo blm kau menyesal
Makaristi
nanti tiba waktunya bakalan bucin sama lily kamu theo..
ditunggu yah author kebucinan theo 😂😃😍🫢🫢
dyah EkaPratiwi
jahat banget Theo,ayo kabur aja lyly
Dwi Defirza
bikin penasaran
Makaristi
theo klu tau lily di antar navvarro mulut nya bisa setajam silet dah 😃😁😁🤭🫢
CikCintania
pelik cinta mati sangatkh sampai sanggup d siksa..?
Gwatan
Penulisnya jenius! 🌟
Grindelwald1
Saya sangat terkesan dengan perkembangan karakter yang konsisten.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!