Binar di wajah cantik Adhisty pudar ketika ia mendapati bahwa suaminya yang baru beberapa jam yang lalu sah menjadi suaminya ternyata memiliki istri lain selain dirinya.
Yang lebih menyakitkan lagi, pernikahan tersebut di lakukan hanya karena untuk menjadikannya sebagai ibu pengganti yang akan mengandung dan melahirkan anak untuk Zayn, suaminya, dan juga madunya Salwa, karena Salwa tidak bisa mengandung dan melahirkan anak untuk Zayn.
Dalam kurun waktu satu tahun, Adhisty harus bisa mmeberikan keturunan untuk Zayn. Dan saat itu ia harus merelakan anaknya dan pergi dari hidup Zayn sesuai dengan surat perjanjian yang sudah di tanda tangani oleh ayah Adhisty tanpa sepengetahuan Adhisty.
Adhisty merasa terjebak, ia bahkan rela memutuskan kekasihnya hanya demi menuruti keinginan orang tuanya untuk menikah dengan pria pilihan mereka. Karena menurutnya pria pilihan orang tuanya pasti yang terbaik.
Tapi, nyatanya? Ia hanya di jadikan alat sebagai ibu pengganti.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon embunpagi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 29
"Me-menginap, mas?" tanya Adhisty gugup karena Zayn begitu dekat dengannya.
"Iya, boleh kan?" tanya Zayn sekali lagi.
Adhisty mengangguk, "Ini kan rumah mas, mas bebas mau di sini kapanpun. Di sini juga ada kamar kosong, kok. Tapi, apa mbak Salwa nggak masalah mas menginap di sini, nanti dia marah ama aku kalau tahu mas seharian ini di sini. Padahal kan dia nyuruhnya cuma buat nengok aja," ucap Adhisty yang tak ingin mencari masalah dengan istri pertama Zayn tersebut.
"Ssssst," Zayn menempelkan jari telunjuknya di bibir Adhisty. Yang mana membuat Adhisty langsung mengatup sambil menelan ludahnya sendiri.
"Bisa tidak, saat kita hanya berdua, jangan libatkan yang lain?" ucap Zayn lembut.
Adhisty bagai terhipnotis, ia hanya bisa menganggukkan kepalanya. Meski ia merasa aneh, kenapa Zayn tiba-tiba tak ingin nama membahas Salwa. Padahal ini Salwa, wanita yang pria itu cintai.
Bi Asih yang tadinya ingin melintas langsung berhenti lalu memutar badannya dengan sangat pelan karena tak ingin mengganggu momen sang majikan. Ia pikir akan terjadi sesuatu yang diingkan. Pasti keduanya akan malu kalau ketahuan, pikirnya.
"Good girl!" Zayn mengacak gemas rambut Adhisty.
"Mas sudah makan?" tanya Adhisty.
"Belum, nunggu kamu," sahut Zayn.
Adhisty tersenyum, ia senang mendengar jawaban Zayn. Itu artinya, ia tak akan makan malam sendirian maupun hanya dengan bi asih, tapi dengan ayah calon anaknya.
"Bukankah saya harus memastikan kalau anak saya tercukupi gizinya? Sesekali saya harus memantau kamu makan," ucap Zayn.
Adhisty langsung berubah ekpresinya. Ya, apapun kan hanya demi anak dan anak yang ada di dalam kandungannya. Seperti ia harus membuang jauh-jauh sifat ke-GR-annya tersebut.
"Tadi pagi kan udah, mas. Kalau cuma mantau makan saja," ucap Adhisty sedit selamat ketus.
Zayn hanya tersenyum tipis, "Dasar baperan! Ayo makan! Saya sudah lapar!" ucapnya lalu menarik tangan Adhisty ke meja makan.
"Lusa saya akan ke luar kota," ucap Zayn setelah menyelesaikan makan malam mereka.
"Tadi pagi mas sudah bilang," sahut Adhisty.
Zayn berdecak, "Dengar saya dulu!" ucapnya.
"Kalau kamu butuh apa-apa selama saya pergi, kamu bisa minta tolong bi asih dan sopir. Kalau sekiranya mereka nggak bisa, hubungi Aldo. Saya pastikan dia bisa diandalkan," lanjut Zayn.
"Kalau aku maunya mas, gimana?" tanya Adhisty. Yang mana membuat Zayn langsung menatapnya.
"Maksudku, kalau anak ini maunya mas yang nurutin kemauannya, gimana?" Adhisty buru-buru meralat kalimatnya.
"Kamu mau ikut saya?" tanya Zayn.
Haruskah menjawab iya? Entah bawaan bayi atau apa, Adhisty rasanya tak ingin jauh dari suaminya tersebut. Tapi, bagaimana kuliahnya. Dan juga, apa tidak di pikir ganjen kalau dia menempeli suaminya terus. Bisa-bisa itu hanya pertanyaan jebakan lagi. Adhisty menggelengkan kepalanya pada akhirnya.
"Tahan-tahan rindu ya kalau saya jauh," kata Zayn lagi.
"Kemarin seminggu juga mas nggak ke sini, aku biasa aja," sanggah Adhisty.
"Iya, kamu biasa aja. Tapi anak kita yang rindu daddinya," Zayn menyindir secara halus. Matanya mengerling demi melihat wajah sang istri yang tertunduk malu.
"Num!" panggil Zayn.
"Iya, mas?" Adhsity langsung mendongak dan pandangannya berisirobok dengan mata pria itu yang kini sedang menatapnya penuh arti.
"Belum ngantuk?" tanya Zayn.
Adhisty tergagap, apa maksudnya? Apakah itu kode untuk mengajak tidur? Astaga, Adhisty langsung merutuki pikirannya yang sejak hamil, pikirannya jadi suka kemana-mana. Semenjak hamil atau... Semenjak di sentuh Zayn dengan penuh kelembutan? Simpulkan sendiri......
"Iya, aku ke kamar dulu. Mas Zayn bisa istirahat sekarang. Selamat malam," ucap Adhisty. Ia buru-buru berdiri dan melangkah cepat menuju kamarnya sebelum pikirannya terbaca jelas oleh Zayn.
Kening Zayn mengernyit melihat tingkah Adhisty. Ada saja tingkah wanita itu yang menurutnya aneh tapi justru itu menciptakan sesuatu yang lain di dadanya.
Adhisty langsung menutup pintu kamarnya. Tapi, ada yang menghalangi pintu tertutup sempurna. Adhisty yang membelakangi pintu, mencoba menekan pintu dengan kuat, "Apa sih yang ganjel?" gumamnya, pandangannya melirik ke bagian bawah pintu dan itu kaki yang menghalangi pintu tertutup.
"Saya mau masuk, Num," Dhisty kembali menelan salivanya saat mendengar suara dingin-dingin empuk tersebut.
Zayn sedikit memberi dorongan pada pintu hingga Adhisty terpaksa melangkah maju.
"Mas ada perlu sama aku? Atau kamar yang di bawah kurang nyaman? Mau tukeran kamar?" tanya Adhisty.
Zayn berjalan mendekat dan semakin dekat hingga Adhisty mentok ke pintu yang kini menutup sempurna akibat dorongannya yang melangkah mundur. Entah apa maunya gadis ini, Zayn garang dan galak, ia tak suka. Zayn bersikap baik, dia baper. Dan Zayn bersikap 'aneh' seperti sekarang, ia merinding dan gugup.
"Jawabannya iya semua, kecuali pertanyaan terakhir," ucap Zayn yang kini sudah mengunci tubuh Adhisty di balik pintu menggunakan tangannya.
"Oh baik!" karena ngeblank, Adhisty tak bisa berpikir. Ia sedikit merosot dan berpindah tempat melalui bawah tangan Zayn, "Aku akan tidur di bawah, mas bisa di sini!" ucapnya lalu memegang handle pintu untuk membukanya. Namun, segera Zayn tahan dengan memegang lengannya.
"Kenapa mas? Mas bilang..." Adhisty baru sadar maksud ucapan Zayn barusan.
Adhisty memastikan dugaannya dengan menatap netra pria di depannya. Zayn mengangguk sebagai jawabannya.
"Lalu aku tidur dimana? Nggak mungkin mas tidur di sofa," ucap Adhisty.
"lebih nggak mungkin lagi saya biarkan istri yang lagi hamil tidur di sofa," balas Zayn.
"Jadi....?"
"Udah jadi calon baby... Di sini. Dan sekarang saya pengin menjenguknya," Zayn mengusap perut Adhisty dari balik piyama yang ia kenakan hingga terasa jelas rabaan suaminya itu di perutnya. Yang mana membuat tubuhnya seketika menegang.
Entah sejak kapan bibir Zayn sudah menempel dibibinya, Adhisty baru menyadarinya saat pria itu memaguttnya dengan sedikit keras.
"Jangan tegang. Kita pernah melakukannya. Dua kali," ucapan Zayn membuat Adhisty mengingat dua kejadian dengan rasa yang berbeda kala itu. Yang pertama ia tak bisa menikmatinya dan yang kedua, ia sudah mulai menikmatinya. Dan akankah kali ini terjadi yang ketiga kalinya? Akankah beda lagi rasanya? Zayn menyentil pelan kening Adhisty, "Malah melamun, jangan di pikirakan. Tapi, di lakukan!" ucapnya.
Adhisty mengangguk saja. Zayn tersenyum gemas. Ia menarik dagu Adhisty pelan, "Saya ingin membawa bekal untuk perjalanan lusa. Boleh?" tanyanya. Lagi-lagi Adhisty hanya mengangguk.
Mendapat ijin, Zayn langsung mengangkat tubuh Adhisty dan membawanya ke ranjang. Zayn langsung membuka kaosnya hingga terlihat jelas perutnya yang kotak-kotak.
Baru kali ini Adhisty bisa menikmati pemandangan indah di depannya itu dengan sangat jelas karena sebelumnya penyatuan mereka selalu diawali dengan emosi zayn yang memuncak. Sangat berbeda dengan kali ini.
Tanpa menunggu persetujuan lagi, Zayn langsung kembali memagut bibir Adhisty dengan sangat lembut. Adhisty yang masih abu-abu soal 'begituan' hanya mengandalkan instingnya saja. Ia mulai berani membalas permainan bibir Zayn.
...----------------...