Gadis badas seorang Mahasiswi berprestasi dan pintar berbagai bahasa, harus berakhir koma karena orang yang iri dengki kepadanya.
Jiwanya masuk ke tubuh seorang istri bodoh, seseorang yang selalu mudah ditindas oleh suami dan mertua serta orang lain.
“Ck! Aku nggak suka wanita lemah dan bodoh! Haruskah aku balaskan dendam mu dan juga dendam ku?“ Tanya si mahasiswi pada wajah si pemilik tubuh yang dia masuki melalui cermin.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rere ernie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
8. Akting.
Sepulang dari rumah Sabrina, Yura menjemput anak-anak di taman kanak-kanak.
“Bundaaaaa!!!“ teriak Nessa, bocah comel itu memeluk Yura.
Yura balik memeluk lalu mengecup wajah Nessa dengan sayang, namun Nevan terlihat loyo.
“Bunda, badan Nevan panas...“ lirih anak laki-laki itu dengan mata sayu.
Yura gegas memeriksa dahi anak pintar itu, benar saja suhu tubuh Nevan panas. “Nevan demam, ayok Bunda bawa ke Dokter! “
Di rumah sakit yang sama dengan tubuh Yura terbaring di ruangan ICU, Nevan akhirnya harus dirawat disebabkan sakit perut terkena Intoleransi Laktosa.
*Intoleransi laktosa adalah gangguan pencernaan yang disebabkan oleh ketidakmampuan tubuh anak mencerna laktosa (gula alami dalam susu). Akibatnya saat mengonsumsi susu dan produk olahannya, ia akan menunjukkan gejala seperti sakit perut, perut kembung, diare, atau sembelit.
Yura mengusap kepala Nevan dengan sayang, “Bunda kurang memperhatikan Nevan, ya. Maaf ya, Bunda terlalu sibuk memikirkan hidup Bunda... sampai Bunda lupa kalian berdua juga harus Bunda prioritaskan...“
Kini Yura merasa dirinya adalah Aruna, bahkan perasaan sayangnya pada si kembar benar-benar tulus seperti Aruna.
“Bunda, Nessa bobo di sofa ini ya.“ Gadis kecil itu seperti mengerti jika Yura sedang merawat Nevan, Yura memesan kamar VIP jadi di ruangan hanya ada mereka.
“Bunda udah pesen makanan, sayang. Jangan bobo dulu, Nessa belom ma'em siang kan.“ Cegah Yura.
“Bentar aja, Bunda. Bangunin Nessa bentar lagi ya...“ mata gadis kecil itu mulai tertutup, mulutnya terus menguap.
Yura bangkit dari kursi di samping brankar Nevan, dia mendekati Nessa yang sudah berbaring di sofa.
“Ya udah, Nessa bobo dulu. Nanti Bunda bangunin, ya.“ Yura duduk di pinggir sofa, mengelus kepala si mungil Nessa lantas menarik bantal sofa dan menaruh di bawah kepala anak itu.
Anak itu hanya mengangguk kecil, sementara Nevan sudah lama tertidur karena efek dari obat.
Pintu ruangan VIP terbuka, Yoga masuk dengan wajah cemas. Entah kenapa, saat Yura menelepon pria itu, suara Yoga memang benar-benar terdengar mengkhawatirkan anaknya.
Yoga berjalan ke arah brankar Nevan, dia mengusap kepala anaknya, “Gimana kondisi Nevan?“
Yura mengecup kening Nessa yang sudah tertidur, dia bangun dari sofa berjalan ke arah brankar.
“Sudah lebih baik, Dokter bilang Nevan terkena gangguan pencernaan. Sepertinya di sekolah tadi dia makan atau minum olahan yang mengandung su su, aku belum menanyakan pihak sekolah tapi kata Nessa ada teman Nevan yang memberi kue pie. Mungkin itu penyebab nya, karena tadi pagi dia baik-baik saja."
Yoga tak ingin menyalahkan siapapun, dia sendiri kurang perhatian pada kedua anaknya.
“Aku Ayah yang buruk, ya.“ Ujar Yoga entah pertanyaan atau pernyataan.
“Ternyata kau sadar!“ Yura mendengus kasar, “Apa alasan kau tidak memperhatikan mereka?“
Yoga menarik tangan Nevan, dia mengecup punggung tangan putranya berulang kali. “Maafin Papa ya, Nak. Papa hanya terlalu membenci Mama mu yang meninggalkan Papa, maafkan Papa karena melampiaskan pada kalian. Sekarang Papa sudah meninggalkan Mama mu yang ingin kembali pada Papa, harusnya Papa tidak bersamanya lagi. Papa memang bodoh!“
Yura menyipitkan mata tajamnya, kenapa dia merasa sikap Yoga dibuat-buat?
“Kamu pasti capek ngurus kedua anak kita, kan... sayang.“ Yoga menoleh pada Yura dan menatap istrinya itu dengan tatapan lembut.
Hoeeeeekkk!!! Sayang! iiuhhhhh jijayyy!
Yura tiba-tiba bergidik, suara lembut Yoga tidak alami. Apa maksud pria itu coba?
“Aku keluar dulu, aku sudah pesen makanan kasihan si akang Kurir daring nya. Titip anak-anak sebentar, Nessa juga lagi tidur.“
Yoga mengangguk, “Gunakan waktu mu, mereka juga anak-anak ku pasti akan aku jaga."
Yura tidak menjawab, dia mengambil tas selempangnya lantas keluar dari kamar rawat.
Sepeninggal Yura, bibir Yoga tersenyum menyeringai. Dia mengusap air mata dari matanya, dia puas dengan aktingnya.
Yoga ingin mengambil hati istrinya untuk merayu agar istrinya menghapus foto-foto kekera-san dengan berpura-pura baik, selain itu dia ingin memperlihatkan sifat baik agar istrinya bisa menjadi miliknya. Jika dengan cara kasar mengendalikan kembali istrinya tidak bisa, maka Yoga akan melakukan nya secara halus.
.
.
“Mumpung di rumah sakit, aku akan menengok tubuhku. Lagipula orderan makanan ku sepertinya masih membutuhkan waktu," gumam Yura seraya melangkah ke ruangan ICU.
Yura melihat hanya ada adiknya di depan ruangan ICU.
“ Assalamualaikum, Neng Fatma," sapa Yura.
Fatma menoleh, dia sedang membaca sebuah mushaf dalam Alquran kecil.
“ Waalaikumsalam, kak. Ini teman nya si Teteh Yura, ya?“
“Iya, Neng. Bapak sama Emak, kemana?“ tanya Yura.
“Emak sama Bapak lagi di mushola, Teh. Teteh namanya siapa?“
“Aruna, Neng.“
“Duduk sini, Teh Aruna.“
Yura duduk di bangku panjang di lorong, di samping Fatma.
“Di Sukabumi, adik kamu tinggal sama siapa jika ditinggalkan sama kalian?“
Fatma tersenyum, dia menutup Qur'an kecilnya. “Sama uwak.“
*Uwak/Kakak dari Ibunya.
Yura mengangguk, dia tahu uwak yang dimaksud.
“Neng... Teteh denger dari Emak, seluruh biaya rumah sakit dan biaya kalian semua tinggal di Jakarta ditanggung seseorang. Neng Fatma tau, siapa orang itu?“
Fatma mengangguk, “Tau, tapi Neng taunya hanya asisten nya. Nama Assisten nya, Pak Eki.“
“Jadi, Neng nggak tau siapa yang menyuruh Pak Eki?“
Fatma menggeleng, “Emak sama Bapak yang pernah lihat wajahnya, Neng baru datang tadi pagi kesini."
Benar juga, saat aku kemarin datang Fatma nggak ada.
“Wah! Panjang umur, Teh Aruna! Tuh orangnya, tadi Neng sempat ketemu sebentar... sekarang dia datang lagi.“
Yura memalingkan wajah pada seseorang yang baru datang, seorang pria berjas rapi.
“Selamat siang.“ Sapa pria itu yang adalah assisten pribadi Alaric.
“Siang juga, Pak Eki.“ Fatma tersenyum ramah, Eki memang masih muda mungkin seusia Emran. Sementara Fatma berusia 17 tahun, dua tahun lebih muda dari Yura.
“Saya bawakan makan siang untuk Emak sama Bapak, kata Bos... jangan sampai sakit saat menunggu Nona Yura. Kalian semua harus menjaga kesehatan,“ tutur sang Assisten.
“Halo, Pak Eki. Kenalkan, saya Aruna. Bisakah saya bertemu dengan Bos Anda?“
Fatma dan Eki terkejut, pasalnya yang mereka lihat kan Aruna bukan Yura. Jadi, ada urusan apa Aruna dengan Alaric?
Baru saja Eki ingin menjawab, chat dari kurir makanan keburu masuk ke ponsel milik Yura.
“Maaf, katakan pada Bos Anda... saya Aruna ingin bertemu dengan nya. Untuk saat ini, saya tengah buru-buru. Masukin nomer ponsel saya, Fatma. Nanti kasih nomernya ke Pak Eki, untuk mengabari saya... jika Bos dari Pak Eki bersedia bertemu dengan saya."
Fatma pun memasukkan nomer ponsel Yura ke ponselnya.
“Neng save dengan nama Teh Aruna, ya.“ Ujar Fatma.
Yura mengangguk lalu dia berpamitan, dia harus mengambil pesanan makanan dan kembali ke ruang rawat Nevan takutkan Nessa terbangun dan mencarinya.