Karena permintaan kakeknya , Ellena dan Luis terpaksa menikah dan hidup bersama tanpa cinta dalam pernikahan mereka. Akankah Ellena mampu bertahan dalam pernikahan itu, atau justru memilih untuk pergi? Hanya waktu yang mampu menjawabnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lusica Jung 2, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Malam Pertamaa Yang Tertunda
Di kamar yang remang-remang, Luis dan Ellena berbaring di tempat tidur, memandang langit-langit yang berornamen kayu. Jam di dinding menunjukkan pukul sebelas malam, namun tidak ada tanda-tanda kantuk di mata mereka. Keduanya terdiam, pikiran mereka melayang-layang, dipenuhi oleh perasaan campur aduk yang sulit dijelaskan.
Luis memandang ke arah Ellena, matanya menyelidiki wajah istrinya. "Ellena, kau tidak bisa tidur?" tanyanya dengan nada rendah, nyaris berbisik.
Ellena menoleh dan tersenyum tipis. "Tidak, aku... banyak yang aku pikirkan," jawabnya, suaranya terdengar lembut namun ada sedikit getaran.
Luis mengangguk, memahami apa yang dimaksud oleh Ellena. "Aku juga begitu," katanya, suaranya terdengar lebih lembut dari biasanya. "Sejak kita berbicara jujur satu sama lain, banyak hal yang terasa berbeda."
Ellena duduk, memeluk lututnya dan memandang Luis dengan mata yang berkilau dalam cahaya redup. "Aku juga merasakannya. Semuanya terasa begitu baru dan... aku merasa lebih dekat denganmu daripada sebelumnya," katanya, suaranya penuh dengan kejujuran.
Luis duduk, menatap mata Ellena yang bersinar. "Aku juga merasakan hal yang sama, Ellena. Aku senang kita bisa sampai pada titik ini," ujarnya dengan nada yang tulus. "Mungkin selama ini aku terlalu banyak menahan diri, takut untuk benar-benar membuka hati."
Ellena mendekat, menyentuh tangan Luis dengan lembut. "Aku juga begitu, Luis. Aku... takut merasa terluka, takut tidak diterima," katanya dengan suara yang hampir berbisik. "Tapi sekarang, aku ingin mencoba membuka diri, belajar mencintaimu dengan segenap hatiku."
Luis merasakan desiran hangat di dadanya mendengar kata-kata Ellena. Ia menyentuh pipi istrinya dengan lembut, menatap dalam mata yang penuh ketulusan itu. "Ellena, kau tahu, selama ini aku selalu merasa ada yang kurang dalam hidupku. Tapi sejak kau datang, semuanya berubah," katanya dengan nada lembut. "Kau melengkapi kekosongan itu, dan aku ingin kita membangun sesuatu yang nyata bersama."
Ellena merasa dadanya berdebar kencang, ia mendekatkan wajahnya pada Luis. "Luis...," panggilnya lembut, suaranya terdengar penuh harap.
Luis menundukkan kepala, mendekatkan wajahnya pada Ellena. Bibir mereka bersentuhan dalam ciuman yang lembut namun penuh gairah. Ciuman itu bukan hanya ungkapan cinta, tetapi juga janji untuk saling mendukung dan memahami. Mereka tenggelam dalam ciuman itu, merasakan kehangatan yang mengalir di antara mereka, menghilangkan semua keraguan dan ketakutan yang pernah ada.
Tanpa kata-kata, mereka memahami bahwa malam ini adalah malam yang istimewa, malam di mana mereka akan benar-benar menjadi satu. Luis dengan lembut menarik Ellena lebih dekat, menciuminya dengan penuh cinta dan hasrat. Ellena membalas ciuman itu, merasakan perasaan yang begitu mendalam dan kuat. Mereka berdua hanyut dalam momen itu, membiarkan perasaan mereka mengalir tanpa hambatan.
Mereka menyatu dalam cinta yang tulus. Setiap sentuhan, setiap ciuman, mengungkapkan perasaan yang selama ini terpendam. Mereka melupakan segala keraguan dan kekhawatiran, hanya fokus pada kehadiran satu sama lain. Luis dengan lembut menelusuri wajah Ellena, merasakan setiap lekukan dan kehalusan kulitnya. Ellena merasakan kehangatan Luis, merasakan cintanya yang tulus dan dalam.
Setelah malam panjang yang penuh dengan cinta dan keintiman, Ellena tertidur dengan senyum puas di wajahnya, kelelahan setelah pengalaman yang mendalam dan emosional. Luis, meskipun merasakan kelelahan fisik, masih terjaga. Ia duduk di tepi tempat tidur, memandang wajah Ellena yang tidur dengan damai. Ada perasaan yang belum pernah ia rasakan sebelumnya, perasaan yang begitu dalam dan mendalam, yang membuatnya merasa seolah-olah menemukan bagian yang hilang dari dirinya.
Luis bangkit dari tempat tidur dengan hati-hati, berusaha tidak membangunkan Ellena. Ia mengenakan pakaiannya dan berjalan keluar dari kamar, menuju halaman rumah. Malam itu terasa tenang, hanya suara angin yang lembut dan gemerisik dedaunan yang terdengar. Luis menyalakan rokoknya, menghisap dalam-dalam sambil memandang langit malam yang berbintang. Pikiran-pikirannya melayang, merenung tentang apa yang baru saja terjadi.
Namun, ketenangan malam itu terganggu oleh suara langkah kaki yang mendekat. Luis menoleh dan melihat Adelia berjalan mendekat, ekspresi wajahnya menunjukkan campuran antara kecemburuan dan kesedihan. Ia berhenti beberapa langkah dari Luis, memandang pria itu dengan tatapan yang sulit dibaca.
"Untuk apa kau kemari," Luis bertanya tanpa basa-basi, suaranya tetap dingin namun ada sedikit ketegangan yang terasa.
Adelia menghela napas, mencoba menahan emosinya. "Luis, aku... aku masih mencintaimu," katanya, suaranya bergetar. "Aku tidak rela kita berpisah begitu saja. Apakah tidak ada cara lain? Apakah kita tidak bisa memperbaiki semuanya?"
Luis menatap Adelia, matanya dingin dan tak berperasaan. Ia menghisap rokoknya sekali lagi, lalu menghembuskan asapnya perlahan. "Adelia, hubungan kita sudah berakhir," katanya dengan nada yang tegas namun tenang. "Tidak ada yang bisa diperbaiki lagi. Aku sudah membuat keputusan, dan aku tidak akan mengubahnya."
Adelia merasakan hatinya terhimpit mendengar kata-kata Luis. "Tapi, Luis...," ia mencoba membantah, tetapi Luis mengangkat tangan, menghentikannya.
"Tidak, Adelia. Ini bukan tentang kau atau aku lagi. Ini tentang kita, dan aku telah memilih untuk melanjutkan hidupku tanpa dirimu," ujar Luis dengan dingin. "Aku sudah cukup lama berpikir dan menyadari bahwa kita tidak bisa bersama. Lebih baik kau menerima kenyataan ini dan melanjutkan hidupmu."
Adelia menatap Luis dengan mata berkaca-kaca. "Bagaimana dengan wanita itu? Apakah dia benar-benar penting bagimu?" tanyanya, suaranya hampir pecah.
Luis menatap Adelia dengan tatapan tajam. "Ellena adalah istriku, dan dia adalah orang yang sekarang ada di hatiku," katanya tegas. "Aku tahu ini sulit bagimu, tetapi kau harus menerima kenyataan ini. Aku tidak akan kembali padamu, dan kau harus berhenti berharap."
Adelia merasa seolah-olah dunia runtuh di sekitarnya. Ia menunduk, menahan air mata yang hampir jatuh. "Baiklah, jika itu yang kau inginkan," katanya dengan suara pelan, penuh kepasrahan.
"Aku harap kau bisa menemukan kebahagiaanmu sendiri," katanya dengan nada datar. "Aku tidak ingin ada kebencian atau dendam di antara kita. Ini adalah keputusan terbaik untuk kita berdua."
Adelia hanya mengangguk, tidak mampu berkata-kata lagi. Luis menghisap rokoknya untuk terakhir kali, lalu membuang puntungnya dan menginjaknya. Tanpa mengucapkan sepatah kata pun, ia berbalik dan berjalan menjauh, meninggalkan Adelia yang masih terdiam di tempatnya.
Adelia merasa hancur, tetapi ia tahu bahwa ini adalah kenyataan yang harus diterimanya. Ia menyaksikan punggung Luis yang semakin menjauh, merasa perasaan cemburu, sakit hati, dan penyesalan bercampur aduk dalam dirinya. Dengan langkah berat, ia akhirnya berjalan menjauh, mencoba menerima kenyataan bahwa cinta yang ia harapkan tidak akan pernah terwujud.
Luis kembali ke kamar, mendapati Ellena masih tertidur dengan damai. Ia duduk di tepi tempat tidur, menatap wajah istrinya dengan perasaan yang campur aduk.
Ia menyentuh tangan Ellena yang lembut, merasakan kehangatan dan kenyamanan dari kehadiran istrinya. Dalam hatinya, Luis berjanji untuk menjadi suami yang lebih baik, untuk mencintai dan melindungi Ellena dengan segenap hatinya.
***
Bersambung
agar bisa menyenangkan suamimu...❤️❤️