Dalam rumah tangga, CINTA saja tidak cukup, ... Masih diperlukan kesetiaan untuk membangun kokoh sebuah BIDUK.
Namun, tak dipungkiri TAKDIR ikut andil untuk segala alur yang tercipta di kehidupan FANA.
Seperti, Fasha misalnya; dia menjadi yang KEDUA tanpa adanya sebuah RENCANA. Dia menjadi yang KEDUA, walau suaminya amat sangat MENCINTAI dirinya. Dia menjadi yang KEDUA, meski statusnya ISTRI PERTAMA.
Satu tahun menikah, bukannya menimang bayi mungil hasil dari buah cinta. Fasha justru dihadapkan kepada pernikahan kedua suaminya.
Sebuah kondisi memaksa Samsul Bakhrie untuk menikah lagi. Azahra Khairunnisa adalah wanita titipan kakak Bakhrie yang telah wafat.
Tepatnya sebelum meninggal, almarhum Manaf memberikan wasiat agar Bakhrie menikahi kekasihnya yang telah hamil.
Wasiat terakhir almarhum Manaf, akhirnya disetujui oleh Bakhrie dan keluarganya tanpa melihat ada hati yang remuk menjadi ribuan keping.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pasha Ayu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAM TIGA EMPAT
Gantara baru keluar dari Rumah yang dia bangun secara bertahap. Yah, ... Satu setengah tahun, Gantara mendirikan kediaman ini.
Tak dipungkiri, almarhum ayahnya ikut berkontribusi dengan gigih, selama bertahun-tahun bekerja di keluarga King Miller, Rahmat mengumpulkan uang untuk membeli sebidang tanah di sini.
Hari ini tidak ada honey moon, Gantara justru bersiap pergi mengantarkan Abrar dan Fasha ke Rumah Sakit demi membesuk Fatima yang notabenenya mantan mertua istrinya.
Tiba di mobil, Gantara sempat dibuat melongo karena Fasha tak duduk di depan, melainkan duduk di belakang bersama Abrar, dan membiarkan jok depan kosong.
Meski demikian, Gantara tak terbiasa berpikir negatif, yah, mungkin Fasha masih terbiasa dengan predikat Nona muda. Makanya duduk di belakang bersama Abrar.
Demi menghindari tilang lalu lintas, Gantara menelepon Izzul agar menunggu mobilnya datang di depan komplek. Beruntung, Izzul menurut meski harus merutuk saat masuk dan duduk di jok depan dengan wajah kantuk.
"Ah, elah, ngapain sih masih ganggu tidur Izzul hah?! ... Udah punya istri, harusnya Boss perempuan yang duduk di sini!!"
Fasha baru ngeuh, soal kursinya. Bukankah seharusnya, Fasha duduk di samping Bang Tara yang sudah menjadi suaminya.
"Udah lanjut tidur."
Gantara sengaja membungkam mulut Izzul yang ceplas ceplos. Tapi, agaknya, Izzul memang tak melihat ada Fasha di jok belakang, sebab Izzul bergumam kesal tanpa menoleh ke kiri dan kanan saking kantuknya.
Bahkan, merendahkan jok lalu memunggungi Gantara. "Sampai mana tadi mimpinya, mana lupa lagi mau nyambungnya dari mana!"
Gantara hanya terkekeh sambil melirik spion dalam demi memastikan Fasha dan Abrar dalam kondisi yang baik.
Memang baik, tapi Fasha merasa tidak enak dengan kursi duduknya yang tanpa sadar, mungkin telah menyakiti Gantara.
Hampir 40 menit berlalu, mobil putih Gantara telah tiba di parkiran depan sebuah Rumah Sakit swasta. Gantara keluar lebih dulu lantas membukakan pintu untuk Fasha.
Fasha keluar menggendong Abrar, dan wajah cantiknya tampak tak nyaman. "Maaf ya soal tadi, Bang, maaf sekali," ucapnya.
"Untuk apa?"
"Acha belum terbiasa duduk di depan sama Bang Tara. Tapi jangan ambil hati ya. Fasha beneran lupa soal kursi duduk Fasha."
"Nggak masalah." Gantara mengusap kepala berkain biru Fasha. Lalu meraih stroller Abrar untuk kemudian dipakai batita mungilnya.
Suasana di jam sembilan ini masih belum terlalu terik, tapi suasana di kamar Fatima sudah mulai memanas.
Terlihat, Fatima yang terbaring di ranjang pasien, sanggup untuk menunjuk lurus kepada Fasha yang baru tiba di ambang pintu.
"Lihat, Bachrie, istri kamu bawa pulang laki- laki lain! Istri kamu selingkuh!" tuduhnya.
Bachrie tampak terenyuh, semakin hari bukan membaik Fatima semakin drop. "Ummi, kami sudah bercerai, Fasha bukan istriku lagi."
"Kenapa harus bercerai?!" sergah Fatima, dan seperti biasa, Fatima melantur. "Pasti karena Fasha lebih memilih selingkuhannya kan?!"
"Ummi..." Bachrie menegur, "istighfar."
"Astaghfirullah," lirih Fatima. "Kamu kasihan sekali, Ngger. Gara- gara Zahra kamu harus cerai sama Fasha."
"Doakan saja yang terbaik."
"Kurang apa doa Ummi selama ini? Kenapa kamu masih harus mengalami ini?"
Bachrie mulai berkaca- kaca, miris, karena akibat dari konsumsi obat, sering kali Fatima berhalusinasi yang tidak-tidak.
Begitu sabar, Jatmiko mengusap pucuk kepala Fatima. "Istighfar, Fatima, tidak boleh menyalahkan Allah atas apa yang terjadi."
Gantara yang mengangkat Abrar hingga berakhir di gendongan Bachrie. Fasha lekas berjalan keluar setelah Bachrie menangis.
Gantara sempat menyimak betapa tak teganya Fasha melihat pilu dan sendu yang disiarkan Bachrie.
Setengah jam Gantara berdiri di sini, cukup puas agaknya Jatmiko bermain- main dengan cucunya.
Setidaknya, cukup, untuk pelipur hati setelah kemarin hanya menangisi kesakitan Fatima yang entah kapan akan berakhir.
Fasha menunggu di lobby bersama Izzul.
Barusan Izzul yang menginformasikan keamanan Fasha lewat chat sambil merutuk kenapa tidak bilang kalau mereka datang ke sini bersama Boss perempuan juga. Tahu begitu, Izzul tidak merutuk saat masuk ke mobil tadi.
"Terima kasih sudah mau mengantar Fasha dan Abrar ke sini." Bachrie menepuk pundak Gantara yang kemudian mengangguk.
"Sama- sama." Abrar diam di dalam stroller, Gantara lekas membawa anak sambungnya keluar setelah Fatima bisa tertidur.
Sejauh ini, Bachrie masih berterima kasih pada Gantara yang mau bersikap dewasa, bahkan mengizinkan Fasha datang ke sini untuk membesuk keluarganya.
Hal yang mungkin tidak akan pernah Bachrie lakukan andai menjadi Gantara. "Kau sudah mendapatkannya?"
Tolehan sontak lalu Gantara berikan, pria itu juga sempat terdiam sejenak. "Masih terlalu dini untuk dibilang gagal bukan?"
Benar, Bachrie setuju. "Fasha over protective saat mencintai seseorang, Fasha tak bisa menahan rindu pada orang yang dicintainya, Fasha tidak bisa tidak mendengar kabar walau hanya satu jam pun untuk seseorang yang dia cinta, Fasha akan terus menerus menghubungi lewat chat, panggilan, atau apa pun, dan kalau Fasha sudah ada di fase ini bagimu, maka aku bisa klaim, bahwa kamu sudah berhasil mendapatkan cintanya."
Gantara diam tak menimpalinya. Jujur saja, ada kalanya dia pesimis, walau akhirnya diyakinkan kembali oleh senyuman manis wanita yang kini menjadi istrinya.
Bachrie menyentuh lengan Gantara dengan tatapan yang penuh harapan. "Seperti janji mu. Kamu tidak akan pernah memaksanya mencintai mu."
"Gantara!" Bachrie menegur lebih keras setelah tak cukup mendapatkan respon baik dari pemilik nama.
Gantara bersuara pelan. "Walau terlalu sulit, tapi aku bisa memastikan jika kata kata ku akan bisa dipercaya, karena aku setuju saat ada yang mengatakan, tingkat paling tinggi dari mencintai seseorang adalah merelakan."
Setengah tersinggung Bachrie memangkas kata-kata Gantara. "Dalam kata lain, kau meragukan cinta ku, begitu?"
"Aku tidak bilang begitu."
...][∆°°°°^°°∆°°^°°°°∆][...
Di penghujung bulan, masa honey moon telah berakhir. Gantara sudah memutus masa cuti dan mulai kembali berkutat dengan pekerjaan kesehariannya.
Kemarin, Fasha sudah mulai mengajar sambil mengasuh Abrar. Mereka berangkat bersama, pulang bersama sebagai kekasih yang halal.
Hari ini, Gantara berada di bengkel. Dan sampai saat ini, Gantara masih memikirkan perkataan Bachrie tentang bagaimana cara Fasha mencintai.
Chat..? Oh tidak, bahkan tak ada satu pesan Fasha pun yang masuk jika Gantara sendiri tidak memulai percakapan di chat.
Telepon..? Kangen..? Atau, apa pun yang menjadi ciri khas ketika Fasha mencinta seseorang, bahkan sampai detik ini tak ada satu pun yang Gantara lihat.
"Boss!!!"
Teriakan Izzul menyadarkan Gantara akan lamunan yang hampir saja membuat Izzul tertimpa pelek mobil.
Gantara tengah mengecek benda melingkar yang dia gantung untuk diwarnai. Barusan, hampir saja sebuah pelek mengenai wajah Izzul yang mendongak di bawahnya.
Beruntung, Izzul reflek mundur. "Ah, maaf Zul! ... Saya nggak sengaja."
Seperti biasa, Gantara tertawa di tengah rutukan Izzul. "Untung nggak kena muka ganteng Izzul, mana belum asuransi!"
"Sorry ... Tadi nggak fokus." Gantara turun dengan melompat, lalu meraih pelek yang sebelumnya menggelontor serampangan.
"Lagian kerja beginian ngapain pake acara melamun sih?! ... Boss perempuan belum jatuh cinta, ya?" sindirnya.
Gantara menatap pria itu tajam. Mendadak, ia sensitif perihal istri. "Urusan rumah tangga orang, jangan kepo, Zul!"
"Baiklah, Ustadz."
"Nggak usah panggil begitu." Gantara menepi, memeriksa ponsel yang hanya dia gunakan untuk berkomunikasi dengan klien.
Dalam satu minggu, hanya ada satu pesan Fasha yang sampai, itu pun karena Gantara menanyakan kabar Abrar. Selebihnya, Fasha hanya mengangkat telepon ketika Gantara menanyakan mau makan apa.
"Boss nggak pulang?"
Wisnu bertanya dari kejauhan dan Gantara hanya berpesan untuk dibangunkan saat adzan Maghrib berkumandang.
Kantuk setelah seharian bekerja di bengkel, Gantara meletakkan ponsel di meja kerjanya, ia menunduk, menjadikan sebelah lengannya sebagai alas untuk kening.
...BTW, kalian sudah baca karya Kak shakila kanza belum?? Sambil nunggu Gantara yuk melipir ke sana... Cari saja namanya yaa......