SUAMIKU DOKTER DINGIN
Hari pernikahan itu diselimuti dengan awan gelap yang menggantung di atas kota. Di sebuah kuil tua di Beijing, Luis Zhang berdiri dengan wajah tanpa ekspresi di samping Ellena, gadis yang baru saja resmi menjadi istrinya. Tak ada bunga, tak ada tamu undangan, hanya keluarga dekat yang hadir, membuat suasana semakin sunyi dan hampa.
Setelah upacara singkat yang dipimpin oleh seorang pendeta tua, Luis dan Ellena duduk di ruang pertemuan kecil di belakang kuil. Mereka baru saja menandatangani surat perjanjian pernikahan yang mereka buat sendiri, dengan berbagai syarat dan ketentuan yang dirancang untuk menjaga jarak mereka satu sama lain.
Luis memecah keheningan dengan suara dingin dan datar, "Aku ingin ini jelas dari awal. Aku tidak mencintaimu, dan aku tidak akan berpura-pura mencintaimu di luar keluarga kita. Semua ini hanya untuk menghormati permintaan kakek."
Ellena menatap Luis dengan mata tajam, "Kau pikir aku peduli? Aku tidak pernah menginginkan pernikahan ini. Jadi, simpan drama itu untuk dirimu sendiri. Kita hanya perlu berpura-pura di depan keluarga, selebihnya aku tidak peduli."
Luis mengangguk, "Baiklah. Aku akan pastikan kita tidak bertemu lebih dari yang diperlukan. Kau bisa tinggal di rumahku, tapi kita akan punya kamar terpisah."
Ellena mendengus, "Kau sungguh tahu caranya membuat suasana semakin menyenangkan, ya? Jangan khawatir, aku akan menjaga jarak sejauh mungkin darimu."
Mereka lalu membahas detail lainnya dalam surat perjanjian. Mereka sepakat untuk tidak mencampuri urusan pribadi masing-masing dan tetap profesional dalam setiap situasi. Luis menekankan pentingnya menjaga penampilan di depan keluarga, terutama di hadapan kakek mereka.
"Jangan pernah berpikir untuk membawa masalahmu ke dalam keluargaku," tegas Luis memecah keheningan yang sempat menyelimuti. "Aku tidak mau ada drama."
Ellena mengangguk malas, "Santai saja. Kau juga jangan berpikir untuk ikut campur dalam hidupku. Aku akan tetap bekerja sebagai model dan kau tidak perlu tahu apa pun soal itu."
"Deal...."
------
Keheningan menyelimuti kebersamaan Ellena dan Luis saat mereka tiba di kediaman mewah milik Luis. Rumah besar itu tampak megah, dengan dua lantai, enam kamar, ruang tamu yang luas, ruang keluarga yang hangat, ruang makan besar, mini bar, dapur yang mewah, kolam renang besar di halaman belakang, serta taman bunga dengan gazebo di sudutnya.
Luis membuka pintu rumah dan mempersilakan Ellena masuk. Tanpa banyak bicara, dia langsung mengantarkan Ellena ke kamarnya yang terletak di lantai dua. Kamar mereka bersebelahan, sebuah kesepakatan yang telah mereka sepakati sejak awal.
"Ini kamarmu," ujar Luis dengan nada datar, menunjuk ke pintu di sebelah kiri.
Ellena mengangguk pelan. "Hm, kamarnya terlihat nyaman."
"Kamarku di sebelah. Aku akan pergi ke rumah sakit sekarang, ada operasi besar yang harus aku tangani."
"Baik, hati-hati," jawab Ellena singkat.
Tanpa banyak basa-basi, Luis segera berbalik dan berjalan turun tangga, meninggalkan Ellena sendirian di lantai dua. Langkah kakinya bergema di sepanjang lorong, menghilang seiring pintu depan tertutup rapat.
Ellena menarik napas panjang, berusaha menenangkan diri. Dia masuk ke kamarnya, melihat sekeliling sejenak, lalu berjalan menuju balkon. Malam itu, langit dipenuhi bintang, dan bulan tampak bersinar terang di singgasananya.
Gadis itu menghela nafas panjang. Dalam beberapa jam, statusnya telah berubah menjadi istri orang. Rasanya seperti mimpi, kini ia menjadi istri seorang dokter yang memiliki sifat dingin seperti kutub utara.
"Bintang-bintang itu," gumam Ellena pada dirinya sendiri, "mereka tampak begitu jauh, tapi tetap saja bersinar terang di langit. Mungkin seperti itu juga perasaanku sekarang, jauh dari hangat tapi tetap harus bersinar di depan orang lain."
Ellena menatap bintang-bintang, mencoba mencari sedikit kedamaian dalam kegelapan malam. Langit yang luas dan tak terbatas mengingatkannya bahwa hidup terus berjalan, meski pernikahannya dengan Luis terasa seperti sandiwara yang penuh kebekuan.
-------
Suasana di rumah sakit malam itu begitu sibuk. Lampu-lampu neon yang terang menerangi setiap sudut koridor, menciptakan suasana yang steril namun penuh tekanan. Suara langkah kaki tergesa-gesa, dering telepon, dan instruksi dokter serta perawat mengisi udara.
Luis Zhang berjalan cepat di sepanjang koridor rumah sakit. Dengan wajah tanpa ekspresi, ia menuju ruang operasi. Sebagai seorang dokter ahli bedah yang terkenal dengan ketepatan dan ketegasannya, Luis dikenal tidak pernah membuang waktu untuk hal-hal yang tidak perlu.
Tiba-tiba, seorang perawat muda menghampirinya dengan wajah cemas. "Dokter Zhang," panggilnya dengan nada mendesak.
Luis berhenti sejenak, menatap perawat itu dengan tatapan dinginnya. "Ada apa?" tanyanya tanpa basa-basi.
"Pasien di ruang 305 harus segera dioperasi. Keadaannya sangat mendesak. Jika kita tidak bertindak sekarang, nyawanya bisa terancam," jelas perawat itu cepat, tanpa membuang waktu.
Luis mengangguk singkat, "Kondisi pasien?"
"Trauma perut parah, kemungkinan besar ada pendarahan internal. Pasien mengalami kecelakaan mobil dan sudah kehilangan banyak darah," jawab perawat itu, berusaha menahan getaran di suaranya.
"Siapkan ruang operasi segera. Pastikan semua alat dan tim sudah siap dalam sepuluh menit," perintah Luis dengan nada yang tegas. "Aku akan cek kondisinya langsung."
Perawat itu mengangguk dan segera berlari untuk melaksanakan perintah Luis. Luis melanjutkan langkahnya dengan cepat menuju ruang 305. Sesampainya di sana, dia langsung melihat monitor yang menunjukkan tanda vital pasien. Matanya yang tajam dan terlatih cepat menangkap setiap detail penting.
"Berapa lama sejak kecelakaan?" tanya Luis kepada seorang dokter junior yang sedang memantau pasien.
"Kurang dari satu jam, Dokter. Pasien tiba di sini sekitar dua puluh menit yang lalu," jawab dokter itu dengan nada hormat.
Luis mengangguk, melihat luka di perut pasien yang terbuka parah. "Kita tidak punya banyak waktu. Kita harus segera melakukan laparoskopi untuk mengetahui sumber pendarahannya."
Dokter junior mengangguk. "Ya, Dokter. Ruang operasi sudah disiapkan."
Luis memandang pasien dengan dingin, tanpa menunjukkan emosi sedikit pun. "Ayo kita bawa dia ke ruang operasi sekarang. Kita tidak boleh kehilangan waktu lagi."
Dalam beberapa menit, pasien sudah dipindahkan ke ruang operasi. Luis mengenakan baju steril dan masker, mempersiapkan diri dengan cepat namun teliti. Begitu masuk ke ruang operasi, suasana di dalam berubah menjadi sangat serius. Semua tim medis sudah siap, menunggu instruksi dari Luis.
"Scalpel," perintah Luis sambil mengulurkan tangannya.
Seorang perawat menyerahkan pisau bedah dengan cepat. Luis mulai melakukan sayatan dengan gerakan yang sangat presisi. "Aku butuh pengisap," ujarnya, dan alat tersebut segera diserahkan kepadanya.
Semua tim medis bekerja dalam diam, mengikuti setiap instruksi dari Luis dengan penuh perhatian. Ketepatan dan efisiensi Luis dalam bekerja membuat suasana tegang sedikit mereda, meskipun situasi masih sangat kritis.
"Waktunya sangat terbatas," kata Luis kepada timnya tanpa menatap mereka. "Kita harus menemukan sumber pendarahan ini sekarang."
Setelah beberapa menit yang terasa seperti selamanya, Luis akhirnya menemukan sumber pendarahan internal dan mulai memperbaikinya dengan tangan yang mantap dan cekatan. Tim medis di sekitarnya bekerja dengan sinkronisasi sempurna, menunjukkan profesionalisme tinggi dalam situasi genting ini.
"Aku butuh lebih banyak tamponade di sini," kata Luis sambil menunjuk ke area yang masih berdarah.
"Segera, Dokter," jawab perawat sambil menyerahkan alat yang diminta.
Luis bekerja tanpa henti, tak membiarkan emosi atau kepanikan mengganggu konsentrasinya. Setelah beberapa saat, pendarahan berhasil dihentikan dan kondisi pasien mulai stabil.
"Selesai," ujar Luis dengan suara tegas namun tenang. "Bawa pasien ke ruang pemulihan dan pastikan dia mendapat perawatan intensif. Pantau tanda vitalnya setiap lima belas menit."
Tim medis segera melakukan instruksi Luis, membawa pasien keluar dari ruang operasi. Luis melepas sarung tangannya, menghela napas panjang, kemudian berjalan keluar dari ruang operasi dengan langkah mantap. Meski operasi telah selesai, dia tahu bahwa tanggung jawabnya belum berakhir. Sebagai pewaris tunggal rumah sakit ini, Luis tahu bahwa setiap tindakan dan keputusannya sangat penting bagi masa depan rumah sakit dan keselamatan pasien-pasiennya.
***
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 35 Episodes
Comments
sahabat pena
Mmm.. si kulkas.. ku sumpahin bucin akut sama istrinya. dan setelah sadar istrinya pergi nyesel deh.. 😅😅😜
2024-07-26
1
Sumawita
pasti seru nih ceritanya
2024-07-20
1
Puspa Trimulyani
semangat kak💪💪💪💪💪
2024-07-19
1