Kisah tentang tiga anak indigo yang berjuang demi hidup mereka di dalam kiamat zombie yang tiba tiba melanda dunia. Mereka mengandalkan kemampuan indigo mereka dan para hantu yang melindungi mereka selama mereka bertahan di tempat mereka, sebuah rumah angker di tengah kota.
Tapi pada akhirnya mereka harus meninggalkan rumah angker mereka bersama para hantu yang ikut bersama mereka. Mereka berpetualang di dunia baru yang sudah berubah total dan menghadapi berbagai musuh, mulai dari arwah arwah penasaran gentayangan, zombie zombie yang siap menyantap mereka dan terakhir para penyintas jahat yang mereka temui.
Genre : horror, komedi, drama, survival, fiksi, misteri, petualangan.
Mohon tinggalkan jejak jika berkenan dan kalau suka mohon beri like, terima kasih sebelumnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mobs Jinsei, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 8
Malamnya, setelah makan, mereka kembali duduk di ruang tengah dan hanya di terangi sebuah lilin dengan para hantu yang masih duduk tidak bergerak di kursi meja makan.
“Ren, gue mau mastiin lagi nih, sebelum hantu tadi muncul yang lo liat kayak kunti gitu ya ?” tanya Dewi.
“Iya, lo ga bisa liat ya,” jawab Reno.
“Gue ga liat apa apa, Felis juga enggak, yang bisa liat kayak gituan lo doang,” ujar Dewi.
“Hmm...mungkin karena gue udah terbiasa kali ya, alasan kenapa gue kadang ngikutin orang orang itu karena ada yang model seperti tadi mengikuti mereka dan menempel pada mereka,” gumam Reno.
“Gitu, berarti sebenernya lo niat nolong dong ?” tanya Dewi.
“Iya, sebab waktu itu gue ga tau dan gue diemin, tau tau orang yang di tempel itu ketabrak mobil...di depan gue dan arwah penasaran itu menarik hantu orang itu keluar kemudian menjadikannya arwah penasaran juga, tapi....waktu itu arwah penasaran orang itu ngedeketin gue karena gue bisa liat dia, karena takut gue naikin telapak gue dan tiba tiba dia bergerak berantakan trus berubah jadi kayak semula, trus dia tersenyum kayak bilang terima kasih gitu ama gue, gue jadi seneng,” jawab Reno.
“Hmm...hmm...hmm,” gumam Dewi.
“Kaga percaya ya lo ?” tanya Reno.
“Setengah, paling ga gue percaya lo ga ambil kesempatan di dalam kesempitan karena pengen megang gue hehe,” jawab Dewi.
“Itu sih sama aja lo kaga percaya gue, parah,” ujar Reno.
“Felis percaya kak Reno, Felis emang ga liat, tapi Felis merasa emang ada yang berdiri di depan tadi,” celetuk Felis.
“Nah...makasih Felis dukungannya,” balas Reno sambil mengelus kepala Felis.
“Karena Felis bilang gitu, ya udah deh, gue percaya, tapi lo hebat juga ya bisa bikin arwah penasaran kembali jadi seperti semula,” balas Dewi.
“Gue sendiri ga ngerti kok, tau tau bisa sendiri, ya itu tadi, karena takut dia mau nerkam gue, reflek gue ya ngangkat tangan dan berteriak, taunya malah jadi kayak gitu,” balas Reno.
“Kalau kak Dewi ingatannya kuat, dia bisa ingat kejadian udah lama sekalipun,” ujar Felis.
“Hus...jangan ngomong sembarangan ah,” balas Dewi mengelus kepala Felis.
“Hmm kalau di pikir pikir sih iya juga, lo inget nama gue, padahal lo duduk di belakang gue, yang di sebelah gue aja tiap hari nanya nama gue....sedih gue, hik,” ujar Reno menunduk.
“Hehe iya, padahal kita jarang ngobrol dan lo kenalan ama gue cuman sekali, itu juga waktu perkenalan di kelas satu,” ujar Dewi.
“Tapi gue inget elo kok,” balas Reno.
“Hmm ya wajar sih, lo kan sering melirik gue diem diem sejak kelas 1 hehe,” balas Dewi.
“Lah maksud lo gue naksir lo gitu ?” tanya Reno.
“Kalau ga ngapain lo ngelirik gue ?” tanya Dewi.
“Yang gue lirik kan kakek lo yang selalu ngikutin lo,” jawab Reno.
“Loh...oh...bener juga ya,” wajah Dewi langsung mendadak jadi merah.
“Hmm jangan jangan lo yang naksir gue ya hehe,” balas Reno bercanda.
“Bodo ah, diem jangan ngomong, gue mau tidur, gue masuk kamar,” balas Dewi sambil berdiri.
“Brak,” Dewi langsung berlari masuk ke kamar dan menutup kencang pintunya, Reno melihatnya dengan wajah bingung, dia menoleh melihat Felis,
“Dia kenapa sih ?” tanya Reno.
“Hehe...malu kak, sebab yang kakak bilang bener,” jawab Felis.
“Hah maksudnya dia beneran naksir aku gitu ?” tanya Reno penasaran.
“Iya, kalau mau tidur tiap malam, dia selalu ceri....”
“Brak,” pintu kamar di buka kencang dan sebelum Felis menyelesaikan kalimatnya, Dewi langsung menangkapnya dan menggendongnya kembali masuk ke kamar. Reno menggaruk garuk kepalanya yang tidak gatal sambil melihat pintu kamar yang sudah tertutup rapat. Tapi hatinya sedikit berbunga bunga dan dia tersenyum senyum sendiri karena mendengar ucapan Felis.
“Gila, ga nyangka, salah satu cewe cakep di angkatan gue naksir gue, serasa jadi mc (main character atau tokoh utama) nih hehe, dah ah, kebanyakan ngayal, tidur juga deh,” ujar Reno di dalam hati sambil berdiri.
Reno berjalan ke kamar dan dia menoleh melihat empat hantu yang masih duduk tenang dengan wajah tanpa ekspresi, tangannya memegang pegangan pintu, tapi “grek,” “gredek...grek,”
“Loh di kunci ? Wi....Wi....buka Wi, gue mau tidur juga,” teriak Reno.
“Lo tidur di luar,” teriak Dewi dari dalam.
“Hah....kok gitu ? kenapa ?” tanya Reno berteriak.
“Ga apa apa, gue pengen sendirian,” jawab Dewi dari dalam.
“Lah....kok gitu...ini kan kamar gue,” ujar Reno dalam hati.
"Plis," teriak Dewi dari dalam.
Akhirnya Reno dengan pasrah berjalan kembali ke sofa dan berbaring di sana, dia langsung memejamkan mata untuk berusaha tidur. Sementara itu di dalam kamar,
“Gue goblok banget, kalau aja gue tau yang waktu itu yang dia liat adalah kakek gue, ga bakal gue kayak gini huuuuu.....gue mulai jatuh hati ama dia waktu kelas satu,” ujar Dewi dalam hati sambil jongkok di balik pintu dan memegang kedua pipinya yang merah.
Pikirannya kembali mengenang ketika dia kelas satu sma, hari pertama ketika masuk ke dalam kelas, Dewi yang tidak pernah bergaul dengan siapapun semasa smp merasa terasing di kelas karena tidak ada satupun yang mengajak bicara dirinya, tapi tiba tiba dia merasakan seseorang menatapnya dari samping, dia menoleh melihat Reno yang duduk sedikit jauh darinya sedang melirik ke arah dirinya dan pandangan mereka bertemu, tapi Reno tidak memalingkan wajah dari dirinya melainkan tersenyum dan mengangkat tangannya.
Dewi yang bingung akhirnya juga mengangkat tangannya dan memaksakan diri membalas tersenyum, setelah itu Reno berbalik kembali melihat ke depan. Setelah perkenalan, barulah Dewi tahu kalau nama laki laki yang meliriknya bernama Reno Setiawan, awalnya dia merasa cuek dan tidak merasa apa pun terhadap Reno, tapi hari demi hari, Reno terus melihat dirinya yang duduk di ujung. Pertengahan semestes, karena Reno terus melirik dirinya, mulailah Dewi membalas melirik Reno dengan intens, dia melihat Reno juga sama seperti dirinya, tidak pernah berbicara dengan siapapun dan tidak memiliki teman. Tapi dia melihat Reno seperti hidup di dunianya sendiri dan tidak terlihat sedih sama sekali.
Dewi pun mulai menaruh perhatian kepada Reno, dia mulai merasakan ada perasaan yang tumbuh terhadap Reno, tapi ketika dia baru menyadari perasaannya, dia langsung kecewa karena melihat Reno yang sering mengikuti gadis lain secara diam diam bahkan sampai di luar sekolah. Bukan hanya itu, dia juga melihat Reno mengikuti orang lain baik pria atau wanita yang dia temui di jalan, stasiun, terminal atau mall,
“Apaan sih dia, doyan amat ngikutin orang,” ujar Dewi yang saat itu kesal melihat Reno.
Setelah itu, karena kecewa, Dewi tidak mau lagi memperhatikan Reno, dia mulai mencari pergaulannya sendiri, sampai suatu hari ketika sudah selesai ujian kenaikan kelas, seorang siswa teman sekelas yang bernama Toni mendekati Dewi dan menyatakan perasaannya kepada Dewi, tentu saja Dewi yang tidak memiliki perasaan apa apa padanya dan hanya menganggap dirinya sebatas teman, menolah Toni, tapi di luar dugaannya Toni terlihat marah dan malah memaksanya. Karena ketakutan, Dewi lari meninggalkan Toni yang terus mengejarnya, ketika berbelok di lorong sekolah, “duaaak,” Dewi bertabrakan dengan Reno yang sedang berjalan ingin ke arah tangga di belakangnya.
Dewi yang ketakutan secara reflek bersembunyi di belakang Reno karena Toni sudah mengejarnya. Tiba tiba Reno terlihat mengamati Toni dan tangannya memegang pundak Toni, tiba tiba saja sifat Toni berubah dan dia masih ingat percakapan antara Toni dan Reno,
“Loh, Ren, sori, gue kenapa ya ?” tanya Toni seperti orang bingung.
“Dah, ga apa apa, lo kenapa ngejar Dewi ?” tanya Reno sambil melirik Dewi di belakangnya.
“Eh...gue ngejar Dewi ? seinget gue, gue ngajak Dewi ke belakang trus....gue nembak dia, tapi dia nolak dan gue pikir ya udah,” jawab Toni bingung.
“Eh...beneran Wi ?” tanya Reno menoleh.
Saat itu Dewi tidak menjawab dan mengangguk, Dewi sempat melihat wajah Reno yang terlihat sedikit kecewa dan hal itu membuatnya sedikit senang. Reno terlihat berpikir sejenak kemudian dia melihat Toni lagi,
“Lo juga sih Ton, nembak kok di belakang sekolah,” ujar Reno tiba tiba.
“Abisnya gimana, di sono kan sepi, emang gue kenapa sih, tolong dong jelasin, gue ga enak nih,” ujar Toni.
Reno menjelaskan kalau Toni mengejar Dewi, melihat Dewi yang ketakutan di belakang Reno, walau kaget dan dia tidak merasa dirinya mengejar Dewi, akhirnya Toni minta maaf kepada Dewi dan langsung berlari pergi. Setelah itu Reno berbalik dan melihat ke belakang Dewi sampai Dewi menoleh ke belakang, Reno tersenyum dan kata kata Reno setelah ini tidak pernah hilang dari ingatan nya,
“Wi, lo sekarang harus hati hati, hidup lo bukan hanya milik lo, ada yang sedih kalau lo sampai kenapa napa, kalau ada apa apa atau lo lagi ada masalah, lo langsung cari gue, gue pasti akan nolong lo kalau lo lagi kesusahan,” ujar Reno sambil memegang kedua pundak Dewi.
Dewi tidak menjawab, tapi dia mengangguk, dia tidak bisa bicara karena saat itu hatinya berbunga bunga mendengar kata kata Reno. Perasaan Dewi semakin kuat karena ketika kelas dua Reno sekelas lagi dengan dirinya dan duduk tepat di depannya, di tambah Reno mulai berbicara pada dirinya dengan normal kemudian mereka menjadi sedikit lebih dekat dari sebelum nya. Kembali ke masa kini,
“Aaaah itu makanya gue kesini sekarang, gue bohong kalau gue bilang gue keliling stasiun ketika di usir, untung dia ga nyadar, dari awal emang gue cari dia sebab gue tau dia tinggal di daerah sini, tapi karena gue ga tau rumah dia, gue keliling dari siang terus pingsan di tengah jalan karena kelaparan....tapi sekarang, setelah gue tau kalau dia sama kayak gue yang bisa lihat aneh aneh, gue jadi ngerti maksud kata kata dia, yang sedih kalau gue kenapa napa bukan dia, tapi kakek gue yang ngikutin gue, apalagi sekarang gue tau alasan dia ngikutin orang lain buat nolong orang, jujur aja, gue nambah suka ama dia (wajah Dewi semakin merah) wuaaaaaaaaaa, gue tengsin bangeeet.....kaga mau tau, dia harus tanggung jawab ama kata kata dia yang bikin gue salah sangka kayak gini, liat aja lo Ren, serangah gue di mulai, gantian sekarang lo yang gue bikin klepek klepek ama gue,” ujar Dewi dalam hati dengan wajah merah.