"Punya mata nggak?" mengabaikan permintaan maafnya, orang itu malah membentak. Ia menatap Rahma benci. "Kalo punya tuh dipake baik-baik, jangan asal nabrak aja." Pemuda berwajah rupawan itu mendengkus keras, kesal tentunya. "Dasar aneh," ucapnya lagi.
Ridho Ahmad Wibowo dari awal sekolah sangat tidak suka dengan gadis bernama Rahma. Bahkan tak segan-segan membully walaupun gadis itu tidak salah apa-apa.
Namun, takdir berkata lain dimasa depan ia malah menikahi gadis itu dengan perjuangan yang tak mudah.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon WidiaWati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ridho Sakit
Flashback off
"Rahma maafin gue, maafin semua kesalahan gue. Andai saja waktu bisa di putar gue nggak akan seperti itu," batin Ridho.
Tok tok tok...
Suara ketukan pintu membuyarkan lamunan seorang pemuda yang duduk di atas tempat tidur kamarnya.
"Den," panggil Bik Ira.
"Den Ridho," panggil Bik Ira lagi sambil mengetok pintu.
Beberapa saat kemudian, orang yang dipanggil menyahut, "Iya Bik ada apa?" Ridho membuka pintu kamarnya.
"Den Ridho udah makan? Dari tadi siang Bibik liat makanan di atas meja belum tersetuh sedikit pun," ucap Bik Ira.
"Ridho nggak lapar Bik."
"Aden makanlah, ini sudah malam. Dari tadi Den Ridho belum makan, nanti kalo Aden sakit gimana," ucap Bik yang berusaha menyuruh pemuda itu untuk makan.
"Nggak mau Bik, Ridho nggak mau makan." Ridho menutup pintu kamarnya, kemudian merebahkan diri di kasur.
"Ada apa dengan Den Ridho? Seperti dia sedang lagi ada masalah," gumam bik Ira sambil menuruni anak tangga.
Di sisi lain seorang gadis yang tampak duduk di meja belajar di kamarnya, tidak bisa fokus dengan belajarnya. Kata-kata pemuda di taman tadi siang masih saja membuatnya kepikiran.
"Apa benar dia menyukai ku, tapi bagaimana mungkin? Kayaknya aku tidak percaya, kenapa dia menangis? Baru kali aku liat dia menangis."
Di sekolah
"Hari ini dia tidak masuk kelas, dia kemana?"
Rahma yang kini duduk di taman saat ini sedang melamun. Entah kenapa ia selalu memikirkan pemuda yang sering menjahilinya dulu.
* * *
Sebuah motor balap warna hitam, kini sedang berhenti di sebuah rumah mewah. Pemilik motor itu tak lain ialah Indra.
"Pak Ridho di mana?" tanya Indra pada Satpam yang berjaga di rumah temannya itu.
"Den Ridho di dalam," jawab Satpam itu.
Indra langsung ke dalam Rumah itu, dan menuju kamar atas.
Tok tok tok...
Indra mengetok pintu sebuah pintu kamar milik temannya Ridho.
"Siapa?" sahut orang dari dalam kamar.
"Ini gue Indra," jawab Indra.
"Masuk aja, pintunya nggak di kunci," ucap Ridho.
Indra membuka pintu dan masuk, ia lihat temannya sedang terbaring di atas tempat tidur. Pemuda yang masih menggunakan seragam sekolah itu mendekati temannya.
"Ngapain lo ke sini?" tanya pemuda yang berbaring di kasur itu.
"Gue ke sini mau jenguk lo, kata Bik Ira lo sakit," jawab Indra yang kini sedang berdiri menatap temannya.
Indra menempelkan tangannya di kening temannya itu
"Gila Bro, badanmu panas sekali. Lo udah minum obat?" tanya Indra khawatir.
"Den Ridho belum minum obat Den, dari kemaren dia juga belum makan," ucap bik Ira yang entah dari kapan berada di dekat pintu kamar yang terbuka.
"Dari kemaren lo nggak makan, kenapa nggak makan? Sekarang lo makan ya." Indra menatap temannya itu dengan heran. Kenapa dia betah sekali sakit, emang sakit yang kemaren belum cukup, pikirnya.
"Nggak gue nggak mau makan," jawab Ridho dengan suara pelan.
"Kayak anak kecil lo Bro makan aja harus di paksa," ledek Indra.
Ridho yang tak terima dengan perkataan temannya itu, melemparnya dengan bantal mengenai wajah Indra.
"Pulang lo sana, gue mau sendiri," usir Ridho.
"Yaelah Bro, kok gue di usir. Gue kesini kan mau jengukin lo. Niat baik gue nggak lo hargai sama sekali, yaudah gue pulang. Jangan kangen sama gue ya."
"Ngapain juga gue kangen sama lo, udah pulang sana," ucap Ridho membalikkan tubuhnya memunggungi Indra.
"Bro awas lo ya kalo kangen sama gue," ucap dan keluar dari kamar Ridho.
Terdengar suara langkah yang memasuki kamar pemuda bernama Ridho.
"Ngapain lo masih di sini, pulang sana udah gue usir juga," ucap Ridho yang mengira itu adalah Indra.
"Maaf, aku akan pulang sekarang," ucap seseorang yang Ridho punggungi.
Mendengar suara yang berbeda Ridho membalikan badannya.
"Rahma, lo mau kemana?" tanya Ridho saat gadis itu hedak pergi.
"Kata kamu tadi aku kamu suruh pulang, yaudah aku pulang sekarang," jawab gadis itu.
"Tadi gue kira itu Indra, bukan lo yang gue suruh pulang," ucap Ridho.
"Lo kok bisa ada di sini, lo kan nggak tau alamat gue, siapa yang kasih tau alamat rumah gue?" tanya Ridho heran.
"Indra yang kasih tau," ucap gadis itu.
"Berarti yang nyuruh lo ke sini juga Indra dong," ucap Ridho yang dibalas anggukan gadis itu.
"Kata Indra kamu sakit, sakit apa emangnya?" tanya gadis itu.
"Sakit hati," jawab Ridho yang membuat gadis itu terkejut.
"Sakit hati? Kenapa nggak ke rumah sakit?" tanya gadis itu dengan polosnya.
Ridho tersenyum gadis ini benar-benar polos, pikirnya. Ia tak mengerti maksud Ridho yang sebenarnya.
"Nggak perlu, sakit hatinya udah ilang kok," jawab Ridho yang melebarkan senyumnya.
"Kok bisa?" tanya gadis itu bingung.
"Karna penawarnya udah ada di sini," ucap Ridho yang membuat gadis itu jadi gugup.
"Kata Bik Ira kamu belum makan dari kemaren, a-aku ke dapur dulu ya mau bikin bubur." Rahma cepat-cepat pergi ke dapur karna ucapan Ridho yang membuatnya sangat gugup sekali.
"Dia aneh sekali, gue benar-benar menyukainya," ucap Ridho dalam hati.
Beberapa saat kemudian Rahma kembali ke kamar Ridho dengan semangkok bubur dan air putih yang ada di tangannya.
"Ayo makan bubur nya," ucap Rahma sambil menyodorkan bubur itu kepada Ridho.
Bukannya mengambil bubur itu tetapi dia malah menggelengkan kepalanya.
"Kalo kamu nggak makan, gimana mau sembuh," ucap Rahma lagi.
"Aku nggak mau makan, kalo nggak kamu suapin," ujar Ridho dengan manjanya.
Gadis itu jadi heran atas tinggah pemuda itu, bagaimana bisa pemuda yang dulu sombong itu bertingkah manja seperti ini. Tapi mau tidak mau gadis itu terpaksa menyuapinya. Dengan gugup, dan tangan sedikit gemetar ia menyuapi pemuda itu. Dan pemuda itu menerima suapannya dengan senang hati.
Ia menatap wajah gadis itu yang sedang menyuapinya. Rasa cinta terhadap gadis itu makin lama semakin bertambah. Rasanya pemuda itu tidak mau melewati momen ini. Ia ingin keadaan itu terjadi setiap waktunya.
"Rahma apakah kita masih berteman?" tanyanya.
Gadis tidak menjawab, ia terus sibuk menyuapi bubur kepada pemuda itu.
"Apa lo marah? Gue minta maaf," ucap Ridho sambil menatap gadis itu.
"Aku nggak marah, tapi sebaiknya kita jangan terlalu dekat," jawab gadis tanpa menatap pemuda yang di depannya.
"Kenapa? Karna lo nggak suka sama gue. Gue tau Rahma mana mungkin orang seperti gue lo suka. Gue nggak akan maksa lo kok buat suka sama gue. Tapi tolong jangan jauhin gue."
Gadis itu hanya diam saja tidak menjawab ucapan pemuda itu.
"Kamu minum obat dulu, habis itu istirahat," ucap gadis itu setelah terdiam beberapa saat.
Setelah minum obat Ridho membaringkan tubuhnya.
"Aku mau pulang, jangan lupa nanti di minum lagi obatnya. Semoga kamu cepat sembuh, aku permisi dulu," pamit Rahma.
"Jangan pulang, lo di sini aja dulu sampe gue tidur," larang Ridho dengan suara agak lemah.
"Nggak baik aku berlama-lama disini, apalagi cuma berdua," ujar Rahma menjelaskan.
Ridho pun mengerti, dia tau apa maksud gadis itu. Bahwa laki-laki dan perempuan di arang berdua-duan, apalagi berdua di kamar, dan pada akhirnya ia memperbolehkan gadis itu pulang.
* * *
Ke esokan harinya Ridho sudah rapi dengan seragam sekolahnya. Ia menuruni anak tangga dan menuju ke meja makan buat sarapan.
Di meja makan udah di sajikan beberapa makanan di sana serta susu putih hangat yang memang kebiasaan bik Ira menyiapkan untuk anak majikannya.
Setelah selesai makan, Ridho berangkat sekolah dengan mobil mewahnya.
Di sekolah
Saat jam istihat Dino, Fiko, dan Tito ke kelas Ridho untuk membahas tentang Doni ketua geng Ranjes.
"Bro lo udah sembuh, kemaren gue denger dari Indra lo sakit?" tanya Tito sambil di meja Ridho.
"Iya kemaren gue sakit, tapi sekarang udah sembuh," jawab Ridho tenang.
"Cepet amat sembuhnya," timpal Fiko dengan suara lantangnya, sehingga orang-orang yang berada dalam kelas jadi menoleh ke arahnya.
"Dasar teman laktat, bukan malah senang liat temannya sembuh malah nanyain kayak gitu," sahut Tito yang membuat mereka berdua saling bertatap dengan wajah sedikit garannya.
Indra yang melihat kedua temannya itu hanya bisa geleng-geleng kepala.
"Jadi gimana nih, kita harus susun rencana buat ngehajar si Doni ketua geng Ranjes itu," ujar Dino, yang membuat dua temannya bersitatap jadi teralihkan.
"Kita langsung aja bawa anak-anak geng Rasta ke basementnya, anak geng kita kan lebih banyak dari mereka, anak geng Ranjes kan cuma 20 puluh orang," sahut Tito yang langsung bersemangat buat memberi pelajaran sama Doni dan gengnya.
"Gue nggak setuju," ucap Ridho yang membuat pandangan keempat temannya teralihkan padanya.
"Lho kenapa Bro?" tanya Indra heran.
"Gue nggak setuju kalo kalian ngelibatin anak geng kita, urusan ini biar gue sama Doni aja yang lain nggak usah ikut-ikutan,"
"Tapi Bro kita harus ikut dengan lo, tangan gue udah gatel buat ngehajar muka si Doni sialan itu," ujar Tito yang tiba-tiba semangat jadi hilang.
"Kalo lo pergi sendiri ke Doni ntar yang ada lo kalah lagi, kan lo baru beberapa hari ini keluar dari rumah sakit," ujar Indra merasa khawatir terhadap temannya itu.
"Pokoknya ini urusan gue, lo nggak perlu ikut campur," ucap Ridho yang tetap pada pendiriannya.
"Yaudah deh terserah lo aja," sahut Dino sama Fiko serentak.
Dan mereka bertiga pun meninggalkan Ridho dan Indra di kelas itu.
Di koridor sekolah mereka bertiga bercakap-cakap.
"Kita harus tetap ngawasin Ridho, Doni itu orangnya sangat licik," ucap Tito.
"Gue rasa juga begitu," sahut Dino.
"Jangan sampe Ridho tau kalo kita ngawasin dia," ujar Tito yang dijawab anggukan kedua temannya.
Terimakasih telah membaca😇