Di masa putih abu-abu, Juwita dan Calvin Cloud menikah karena kesalahpahaman. Calvin meminta Juwita untuk menyembunyikan status pernikahan mereka.
Setelah lulus sekolah, Calvin pergi ke luar negeri untuk menempuh pendidikan. Sedangkan Juwita memilih berkuliah di Indonesia. Mereka pun saling menjauh, tak memberi kabar seperti kebanyakan pasangan lainnya.
Lima tahun kemudian, Juwita dan Calvin dipertemukan kembali. Calvin baru saja diangkat menjadi presdir baru di perusahaan Lara Crop. Juwita juga diterima menjadi karyawan di perusahaan tersebut.
Akan tetapi, setelah bertemu, sikap Calvin tetap sama. Juwita pun menahan diri untuk tidak memberitahu Calvin jika beberapa tahun silam mengandung anaknya.
Bagaimanakah kelanjutan hubungan Juwita dan Calvin? Apakah Juwita akan tetap merahasiakan buah hatinya, yang selama ini tidak pernah diketahui Calvin?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ocean Na Vinli, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
2. Kala Itu
...Hai, saya kembali lagi dengan karya terbaru saya, semoga suka ya! Jika suka tambahkan jadi favorit dan jangan lupa dilike setiap babnya, like bisa membuat saya jadi lebih semangat lagi update-nya :)...
...Salam hangat ~...
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Mendengar tawa Putri, Juwita tanpa sadar mengepalkan kedua tangan. Dadanya terasa sangat panas dan terbakar. Ternyata Putri belum berubah sama sekali. Masih suka menghina dan memandang remeh orang lain.
Mendadak kejadian lima tahun lalu berputar-putar di kepalanya sekarang. Kejadian di mana dia dan Calvin terpaksa menikah karena sebuah kesalah
pahaman.
Kala itu ....
Masa putih abu-abu merupakan masa yang sangat dibenci Juwita. Dia sering kali dibuli hanya karena penampilannya yang cupu. Saat menginjak kelas 3 SMA, memasuki semester akhir.
Juwita dan teman-temannya mengikuti kegiatan volunteer di desa terpencil. Desa yang jaraknya lumayan dekat dengan tempatnya berasal. Juwita sangat antusias menjalankan program volunteer, yang di mana bertujuan meningkatkan softskill. Meskipun selama bersekolah dia tidak memiliki teman karena dia miskin dan wajahnya yang kurang enak dipandang.
Sore itu, hujan turun sangat deras. Juwita tak bisa kembali ke rumah khusus anak-anak volunteer. Sebab sedari tadi Juwita membantu seorang nenek memperbaiki kompor karena nenek itu hidup sebatang kara. Jadi dia pun terjebak di rumah sang nenek dan memutuskan berteduh sebentar di rumah itu.
"Dek Juwita, ayo dimakan ini singkong rebusnya," tawar sang nenek. Menatap sendu Juwita yang sejak tadi duduk di dekat teras, tengah melihat hujan turun.
Secara diam-diam, Juwita berencana akan menerobos hujan karena tidak ada tanda-tanda hujan akan berhenti. Sementara di luar, langit mulai menggelap.
"Hehe iya Nek, nggak usah repot-repot. Juwita masih kenyang."
"Yakin? Enak loh ini singkongnya, maaf ya Nenek nggak punya makanan lain selain singkong," balas nenek dengan raut wajah memancarkan kesedihan.
Juwita tak enak hati. Dengan gesit meraih singkong rebus dari dalam piring sambil mengembangkan senyuman. "Terima kasih ya Nek."
Melihat hal itu, sang nenek tersenyum lebar.
"Permisi Nek, numpang berteduh dulu!" seru seseorang dari depan pekarangan rumah tiba-tiba.
Obrolan Juwita dan sang nenek seketika terpotong. Keduanya menoleh cepat ke sumber suara.
Juwita sedikit terkejut. Melihat Calvin dalam basah kuyup. Entah dari mana lelaki itu, namun yang jelas sepertinya dari sawah karena banyak lumpur di kakinya.
"Ayo masuk, ini Dek Juwita juga lagi berteduh." Sang nenek terlihat antusias menawarkan rumahnya untuk berteduh.
"Saya numpang berteduh di depan sini saja ya Nek. Lagian kaki saya kotor," balas Calvin tanpa sedikit pun menoleh ke arah Juwita.
Juwita tak heran. Teman kelas sekaligus teman yang duduk di depannya ini, memang jarang menegur orang. Sikapnya sangat dingin, kalau berbicara hanya seperlunya saja. Tapi, meskipun begitu Calvin tidak pernah membulinya. Hanya memandangnya datar setiap kali tak sengaja berpapasan.
"Hei jangan, masuk saja nanti bisa dibersihkan kakimu. Tunggu sebentar, nenek ambil gayung dulu buat kamu bersihkan kaki, di samping ada sumur kecil sama WC." Belum juga Calvin menanggapi. Sang nenek beranjak dari lantai kemudian berjalan menuju dapur.
Sepeninggalan sang nenek, suasana di sekitar mendadak canggung. Juwita tak berani menegur Calvin, sibuk mengunyah singkong rebus. Sedangkan Calvin memandang ke depan sambil menahan gigil. Sampai pada akhirnya sang nenek kembali sambil membawa gayung dan beberapa helai pakaian serta handuk.
"Nah ini gayungnya, kalau mau berganti pakaian pakai saja baju cucu nenek, sepertinya muat sama badan kamu." Sang nenek menyodorkan gayung dan pakaian pada Calvin.
Calvin tak membantah atau pun menolak. Dia mengambil alih gayung dan pakaian tersebut.
"Minimal ucapin terima kasih kek," celetuk Juwita tanpa sadar membuat Calvin menoleh ke arahnya.
"Ngomong apa kamu?" tanya Calvin dengan tatapan yang sangat tajam.
Juwita tersenyum getir. Karena kelepasan bicara, seharusnya dia mengucapkan protes di dalam hatinya saja. "Nggak, aku cuma bilang ...." Juwita mulai kebingungan mencari alasan.
"Sudah, kalian tunggu di sini saja, Nenek mau ke dapur sebentar, buat teh hangat sama ambil singkong,"kata sang nenek menginterupsi keduanya.
"Nek, Juwi ikut ya." Juwita hendak menghindari Calvin. Karena sejak tadi tatapan tajam Calvin menembus dadanya. Tentu saja dia ketakutan dengan lelaki itu.
"Jangan, di sini saja dulu ya, Nenek nggak lama kok." Belum juga mendengarkan tanggapan Juwita. Sang nenek melangkah cepat menuju dapur kembali.
Suasana canggung tercipta lagi di sekitar.
"Maaf Calvin, tadi aku cuma bercanda." Juwita memberanikan diri membuka suara.
Calvin tak menyahut malah berjalan ke samping rumah hendak membersihkan diri. Juwita membuang napas berat, melihat kepergian Calvin. Kemudian melanjutkan memakan singkong sampai habis. Namun, belum sampai lima menit. Terdengar teriakan Calvin dari samping.
Juwita membelalakan mata. Spontan beranjak dari lantai lalu berlari cepat ke samping. Melihat Calvin berteriak-teriak.
"Calvin, ada apa?" tanya Juwita dengan raut wajah panik.
"Juwita ambil kodok itu dia lompat-lompat di badanku!" Calvin bergerak kesana kemari sambil menepuk-nepuk badannya yang sialnya sang kodok melompat-lompat sejak tadi.
Juwita terkejut bila Calvin takut dengan kodok. Meskipun begitu Juwita tak mempermasalahkan hal itu. Dengan gesit matanya mencari kodok hendak menangkap. Akan tetapi, sang kodok justru. mendarat di tempat terlarang.
Tanpa pikir panjang Juwita meraih dengan cepat kodok itu hingga membuat celana pendek Calvin melorot. Juwita tak menyadari keadaan mereka menimbulkan kesalahpahaman bagi siapa pun yang melihat.
"Dapat!" seru Juwita, membuang kodok ke sembarang arah sambil tersenyum lebar. Namun, senyumnya seketika memudar.
"Astaghfirullahaladzim Juwita, Calvin!" teriak seorang pria dari samping. Tak lain dan tak bukan Pak Bolot, guru yang bertanggungjawab dengan atas KKN mereka.
"Apa yang kalian lakukan?! Kalian berbuat mesum di kampung saya!" Pak RT yang kebetulan bersama Pak Bolot ikut berteriak.
Detik selanjutnya Juwita menutup mata sejenak. Dia baru sadar jika celana dalam Calvin terlihat saat ini.
"Ini tidak seperti yang Bapak pikirkan, tadi saya mengambil kodok di celana Calvin, iya kan Calvin?" Juwita mulai panik. Melirik Calvin ke samping, sedang menaikkan celananya.
Calvin ikut buka suara."Iya benar Pak, kami tidak ber—"
"Banyak alasan kalian, jelas-jelas tadi saya lihat gadis ini menarik celanamu! Dasar mesum! Ini namanya penghinaan, kalian harus segera dinikahan sekarang, benar kan Pak Bolot?!" murka Pak RT dengan muka merah padam.
Pak Bolot tak langsung menanggapi, malah menatap Pak RT dengan kening berkerut kuat. "Dikebiri?"
"Bukan Pak Bolot, dinikahkan!!!" teriak Pak RT tepat di kuping Pak Bolot. Karena pendengaran Pak Bolot memang sedikit terganggu.
"Oh iya, iya dikebiri, silakan," kata Pak Bolot dengan muka polosnya.
Pak RT mendengus, sudah pasrah dengan kelakuan Pak Bolot, memilih melihat ke depan. Di mana sang nenek yang tidak tahu menahu keluar dari rumah seketika.
"Ada apa ini?" tanyanya.
"Dua anak kota ini berbuat mesum di desa kita, mereka harus dinikahkan!" seru Pak RT berapi-api.
"Jangan Pak, kami tidak salah, semua ini hanya kesalahpahaman saja, tadi saya tidak sengaja menarik celana Calvin." Dalam keadaan hujan turun dengan sangat deras. Juwita mendekati Pak RT.
"Benar Pak, Juwita tidak sengaja menarik celana saya!" Dari kejauhan Calvin ikut menimpali.
"Tidak ada alasan, kalian harus dinikahkan. Gadis mesum kamu rupanya ya! Mukamu saja yang polos! Panggil Bapakmu ke sini!"
Juwita kalang kabut. Calvin juga sudah menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi. Pada sore itu, bapak Juwita dipanggil ke desa tersebut. Mereka menikah siri. Namun, seminggu setelah KKN berakhir. Dalam keadaan sakit keras, Bapak Juwita pergi ke Jakarta. Meminta keluarga Calvin menikah dengan Juwita secara sah bukan hanya siri.
Berbagai ancaman dilayangkan bapak Juwita dan pada akhirnya Juwita resmi menjadi istri Calvin. Walau tak ada pesta meriah atau pun ucapan selamat dari orang-orang di desa.
"Sebelum bapak pergi, bapak minta sama kamu jangan sekali-kali meminta cerai dari Calvin, sekarang kamu harus jadi wanita kuat, jangan mau ditindas terus, banggakan bapak dan mamakmu ya Nduk," ucap bapak Juwita waktu itu, sebelum akhirnya menghembuskan napas terakhir.
Juwita memiliki janji yang tidak bisa dilanggar dan sampai saat ini masih menjadi istri Calvin Cloud yang tidak diketahui semua orang.
"Kenapa kamu, marah?" Dengan melempar senyum sinis, Putri melangkah cepat ke arah Juwita.
Lamunan Juwita mendadak buyar.
"Maaf Putri, aku sama sekali tidak marah hanya kasihan saja sikapmu tidak berubah sama sekali, masih suka menghina orang lain, aku heran kenapa wanita cantik sepertimu hatinya malah tidak cantik," kata Juwita seraya mengulas senyum. Sebuah senyuman yang membuat wajah Putri memerah.
"Kamu berani sama aku?!" Putri melebarkan mata hendak menjambak rambut Juwita. Namun, perkataan Calvin membuat Putri mengurungkan niatnya.
"Putri, keluar dari ruanganku sekarang!" titah Calvin kemudian tanpa menunjukkan ekspresi sama sekali. "Aku ingin berbicara dengan Juwita."
Putri tak membantah, malah mengendus kemudian berbisik pelan di telinga Juwita. "Awas saja kamu, aku akan membuat kamu menderita nanti."
Juwita enggan membalas, justru membalas perkataan Putri dengan sebuah senyuman lebar.
Selepas kepergian Putri. Juwita tertunduk dalam, tengah menunggu apa yang ingin disampaikan Calvin. Dengan sabar dia menunggu Calvin membuka suara hingga lima menit kemudian. Juwita memberanikan diri mengangkat dagu.
"Pak Calvin, mau bicara apa? Saya masih ada kerjaan yang belum saya tuntaskan," kata Juwita.
Calvin tak membalas, malah melangkah cepat mendekati Juwita dengan tatapan datar.
Juwita mulai gugup. Dia reflek memundurkan langkah kaki sambil berkata dengan terbata-bata.
"Pak, mau apa? Sa—ya masih ada kerjaan ...."
"Pak!"
o ya ko' Chester bisa ke perusahaan sendiri,dia kan masih bocah... sementara kan jarak rumah ke perusahaan jauh?