Pindah sekolah dua kali akibat dikeluarkan karena mengungkap kasus yang tersembunyi. Lima remaja dari kota terpaksa pindah dan tinggal di desa untuk mencari seseorang yang telah hilang belasan tahun.
Berawal dari rasa penasaran tentang adanya kabar duka, tetapi tak ada yang mengucapkan belasungkawa. Membuat lima remaja kota itu merasa ada yang tidak terungkap.
Akhir dari setiap pencarian yang mereka selesaikan selalu berujung dikeluarkan dari sekolah, hingga di sekolah lain pun mengalami hal serupa.
Lantas, siapakah para remaja tersebut? Apa saja yang akan mereka telusuri dalam sebuah jurnal Pencari Jejak Misteri?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon zennatyas21, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 11. Takut Kehilangan
Disela-sela Ratu hendak membantu menyembuhkan Panca, tiba-tiba ia mendengar suara laki-laki yang dirinya duga ialah suara Panca.
Sudah, Ratu. Jangan bantu aku, karena semuanya akan sia-sia. Dukun itu sudah memasukkan makhluk ini ke dalam tubuhku. Tolong, jangan dekati aku. Aku takut hilang kendali dan melukaimu.
Langkah Ratu mendadak berhenti untuk menghampiri Panca. Dada nya terasa begitu sesak, batinnya kembali mencari suara Panca.
Persyaratan untuk bisa keluar dari desa ini sudah terlaksana, Ratu. Kamu sudah bisa keluar tanpa pamit bersama adik dan teman-temanmu. Karena aku, aku akan pergi dari kehidupanmu. Aku berhasil menebus kesalahanku yang telah membuatmu marah dengan menyerahkan diri ke dukun itu. Tenanglah, aku baik-baik saja. Sekarang, kalian cepat pergi dari sini. Sebelum dukun itu mengetahui identitas kamu serta Reyza.
Setelah itu suara Panca seketika hilang. Ratu pun meneteskan air mata kehilangan. Ia menatap sosok Panca yang masih kerasukan. Meski terlihat jelas mata Panca menatapnya dari tengah-tengah para pemain lain, Ratu tetap saja belum mampu menerima kenyataannya.
"Kak? Kak Ratu, kenapa?" tanya Reyza bingung.
Di antara banyaknya penonton, Ratu berjongkok sambil mengusap wajahnya gusar. Menghapus air mata yang tak kunjung surut dari pipinya.
Dalam tangis Ratu yang tertahan hingga nafas tercekat membuat dadanya semakin sesak.
Aku belum bisa untuk ikhlas sekarang ... batin Ratu.
Ketika ikhlas masih harus dipaksakan, serta diri yang tidak kuat menerima sebuah kenyataan, Ratu beranjak berdiri lalu menarik tangan Reyza.
"Kita pulang. Gak ada yang bisa diharapkan, dan jangan ingin kembali ke sini lagi." kata Ratu, diikuti oleh Bisma, Ninda dan Intan yang menyimpan tanda tanya.
...••••••...
Sesampainya di tempat penginapan, Ratu dihampiri oleh Reyza saat terduduk melamun di kamarnya.
"Kak Ratu kenapa? Jangan pendam semuanya sendiri, Kak. Aku adik kandung kakak, ceritain semuanya ke Eyza, ya?" ucap Reyza.
Masih dalam tatapan kosong Ratu menjawab, "Intinya kita harus cepat pulang. Lupakan semua yang telah terjadi di sini. Anggap saja kita tidak pernah ada di tempat ini."
Reyza mengernyit. "Loh? Emangnya ada apa, Kak? Terus, kenapa kita tinggalkan Mas Panca sendirian di sana? Lalu, bagaimana untuk kelanjutan dari rencana kita, Kak?" Ada banyak yang ingin Reyza tanyakan. Namun, ia mencoba terus maklum untuk keadaan kakaknya saat ini.
Ratu tak menjawab.
Bisma, Ninda serta Intan pun sedikit canggung untuk memberi pertanyaan pada Ratu.
"Kakak lo kenapa, Rey?" tanya Bisma.
Reyza menoleh seraya menghela nafas berat.
"Gak tau juga gue, sebelumnya dia gak pernah kayak gini."
Ketika hendak mengunci pintu rumah penginapan itu, kelima anak itu dikejutkan oleh kehadiran Panca yang dipapah dalam keadaan lemah.
"Kakek?" Ratu heran sekaligus menatap Panca penuh tanda tanya.
"Kok kakek Sudirjo ada di sini? Bawa Panca juga, kenapa?" tanya Bisma.
"Sudah, buka saja pintunya! Kasihan anak ini!" kata Sudirjo — kakeknya Ratu dan Reyza dari Jawa.
Sebelum dibawa masuk Panca lebih dulu berjongkok. "Sebentar, Kek. Aku mual,"
Ratu melihat Panca yang berjongkok karena mual. Sedangkan Reyza langsung menghampiri.
"Eh, Mas? Kok batuk darah? Aduh, eh, anu Mbah ini Mas Panca kenapa?" tanya Reyza khawatir.
Bisma pun jadi menghampiri. "Mimisan juga, Mas. Apa gak bahaya ini, Kek?" Sambil mengamati, Bisma ikut bertanya.
Sudirjo hanya menghela nafas. Kemudian mendekati Panca seraya membawa laki-laki itu ke hadapan Ratu.
"Satu jam lagi tidak akan terselamatkan. Tenaganya sudah sangat lemah," ujar Sudirjo.
"Sakit banget, Kek. Panca gak kuat, apa ini rasa sakit Panca yang terakhir sebelum Panca tenang di alam—"
"Kalau ngomong jangan ngelantur!" tegas Ratu memotong ucapan Panca.
Panca mendongak lemas. "Kenapa? Biasanya kalau orang udah bicara ngelantur 'kan tandanya mau —"
"Panca, udah!" Kali ini Ratu benar-benar menangis sejadi-jadinya. Sudirjo pun melepas merangkul Panca.
Reyza dengan sengaja menyenggol punggung kakaknya, akhirnya Ratu jatuh ke pelukan Panca.
"Maaf, Rat, baju aku kena darah. Nanti kamu ikut kotor, ini juga bekas kena berbagai sesajen di sana." kata Panca tapi dibiarkan oleh Ratu.
"Gak papa, aku gak mau kehilangan Mas Panca ..." lirih Ratu setelah melepas pelukan.
"Ya Allah, segitu khawatirnya kamu ke aku? Maafin aku, ya? Kalau bisa, tolong jangan dekati aku dulu, ya? Aura di tubuh aku masih belum sepenuhnya seperti semula, aku takut ada yang nempel ke kamu."
"Ya sudah, Panca langsung bersihkan diri di penginapan ini. Setelah itu, kita pulang ke kota. Hari sudah hampir gelap, jangan sampai kita masih ada di desa ini malam hari." tutur Sudirjo.