Lusiana harus mengorbankan dirinya sendiri, gadis 19 tahun itu harus menjadi penebus hutang bagi kakaknya yang terlilit investasi bodong. Virgo Domanik, seorang CEO yang terobsesi dengan wajah Lusiana yang mirip dengan almarhum istrinya.
Obsesi yang berlebihan, membuat Virgo menciptakan neraka bagi gadis bernama Lusiana. Apa itu benar-benar cinta atau hanya sekedar obsesi gila sang CEO?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sept, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Jantung Yang Berdegup
Jantung Lusi hampir saja berhenti memompa dengan sempurna, perkara Virgo yang langsung mendekapnya. Sebentar marah, sebentar lembut. Sikap Virgo benar-benar membuat Lusi bingung. Namun, Lusi akui saat dalam dekapan Virgo, gadis ini merasa nyaman.
"Ehem!" Lusi berdehem. Karena merasa pengap.
Deheman itu mampu membuat Virgo langsung menjauh.
"Ganti pakaianmu. Kau bau!" ucap Virgo mendorong pundak Lusi dengan ujung jarinya. Seolah badan Lusi penuh bakteri.
Setelah mengatakan itu, Virgo langsung naik ke lantai atas. Ke kamar sendiri.
"Bodohhh ... Dia bukan Reva! Kenapa aku memeluknya!"
Virgo mengumpat kesal, karena menyesal sudah menyentuh Lusi, meskipun cuma pelukan.
Drett!
Ponsel Virgo bergetar dan berdering nyaring.
"Ya!" jawab Virgo ketus saat melihat siapa yang menelpon.
"Pak Virgo nanti sampai jam berapa bermain golf, biar jadwalnya untuk meeting bisa saya atur."
"Cancel semua!" ucap Virgo ketus. Laki-laki tersebut sedang badmood, perkara keceplosan memeluk Lusi.
"Baik, Pak."
Telpon langsung dimatikan, dengan kasar Virgo melempar smartphone miliknya ke atas ranjang.
Dia lepaskan kaos untuk bermain golf, tidak jadi. Semua agendanya berantakan karena seorang Lusi.
Sudah dengan sengaja dijadikan pelayan di rumahnya, agar Virgo sadar. Kalau hanya wajah mereka yang mirip, itu adalah orang yang berbeda. Virgo ingin membuka pemikirannya yang terjebak pada seseorang dengan wajah sama dengan mendiang.
Alih-alih biar logikanya kembali sehat dan tak menganggap kalau itu orang yang sama, sampai Lusi diberikan seragam pelayan, justru Luis membuat Virgo pusing. Gadis itu berputar-putar di dalam kepalanya.
Ditinggal mati sang istri, bertemu orang yang sangat mirip, ternyata rasanya sangat menyiksa. Ditambah Virgo membawa gadis itu ke dalam rumahnya, dia seperti menciptakan masalahnya sendiri.
***
Virgo selesai ganti baju, dia langsung pergi dengan setelan jas rapi. Laki-laki itu langsung menuju kantor, padahal tadi katanya semuanya di cancel, tapi moodnya langsung berubah setiap saat.
Yang paling dibuat pusing adalah Roy, dia harus sigap menghandle apapun. Harus siap dengan situasi yang tak pasti cepat berubah-ubah sesuai mood sang bos.
...
Virgo sudah duduk di tengah-tengah di antara jajaran petinggi perusahaan. Untuk saat ini, dia masih bisa fokus pada pekerjaan. Namun, setelah meeting selesai, tiba-tiba kepikiran Lusi yang ada di rumah.
"Roy! Kau cari tahu latar belakang gadis ini."
"Baik, Pak. Apa ada lagi?'
"Tidak! Itu saja!"
Roy pun mengangguk, mulai mencari data-data tentang Lusi. Tidak akan bertanya terlalu banyak, Roy cukup melakukan apa yang bosnya minta.
***
Menjelang sore, Roy datang dengan beberapa kertas dalam map biru, berisi segala informasi tentang Lusiana. Mulai dari tanggal lahir, tempat kelahiran, bahkan lahir di rumah sakit apa, semuanya tertulis.
"Pak Virgo, ini informasi yang Bapak butuhkan."
"Letakkan di meja!" kata Virgo cuma melirik. "Sekarang kau boleh pergi."
"Baik."
Begitu Roy pergi, Virgo langsung membuka segala informasi yang ada di kertas-kertas di depannya.
'Hanya gadis miskin, dia kuliah pun beasiswa ... tinggal dengan ibu tiri dan kakak tirinya, kawasan sempit,' ucap Virgo cuma dalam hati sambil menganalisis data-data informasi di tangannya.
Dia menjadi begitu tertarik dengan latar belakang Lusiana. Gadis ini tiba-tiba mengusik pikirannya. Padahal dia tahu, ini tak masuk akal. Namun, dia tetap penasaran.
***
Tok tok tok
"Pak, sudah jam 6 sore. Apa Bapak tidak pulang?"
Roy datang ke ruang kerja Virgo, takut bosnya lupa untuk pulang.
"Kita ke tempat biasanya!"
"Baik!" Roy langsung paham. Pasti bosnya butuh hiburan.
Ternyata tempat yang dimaksud adalah sebuah klab malam. Yang pasti bukan klab pada umumnya. Hanya klab untuk kalangan terbatas.
"Apa Pak Virgo mau saya panggilkan seseorang?" tawar Roy.
"Aku mengajakmu ke sini bukan untuk tidur dengan perempuan!" omel Virgo yang mulai mabok.
Ray langsung menutup mulutnya rapat-rapat, takut salah ucap.
***
Di atas meja sudah ada satu botol kosong, satunya lagi masih separuh. Hanya Virgo yang minum, karena Roy harus jadi supir malam ini.
"Pak, sudah jam 2 pagi. Apa sebaiknya kita pulang saja?"
"Kau terlalu berisik, kau berisik sekali!" oceh Virgo lalu kembali minum untuk gelas terakhirnya, karena setelah itu ia langsung meletakkan kepalanya di atas meja.
Roy menghela napas berat, menjadi sekretaris Virgo harus banyak skillnya. Salah satunya harus jadi bodyguard saat Virgo telerrr. Dengan bantuan pegawai di sana, Virgo dimasukkan ke dalam mobil untuk diantarkan pulang.
...
Pukul 3 dini hari
Setelah mengantarkan Virgo sampai kamarnya, Roy langsung pulang ke apartemen. Tadi dia harus membangunkan kepala pelayan, untuk membersihkan sisa muntahan Virgo di lantai kamar.
Sebelum pergi, Roy sempat mencari-cari yang namanya Lusi. Mungkin sudah tidur. Akhirnya dia pergi saja sebelum melihat Lusi, karena besok pagi sudah harus ngantor kembali. Meskipun ia penasaran, bagaimana nasib gadis tersebut. Apa masih di sana, atau sudah pergi.
***
Jam 5
Lusi sudah dibangunkan untuk kembali menjemur pakaian di lantai 3. Segala gorden, selimut, semuanya dijemur. Kali ini yang memerintah bukan pelayan yang kemarin, tapi kepala pelayan langsung.
"Selesai mengerjakan tugas mu, tolong pel kembali lantai kamar pak Virgo. Jangan sampai tercium bau apapun lagi. Semalam aku sudah membersihkannya. Tapi tolong bersihkan lagi."
Lusi mengangguk patuh, ini karena cara bicaranya agak lain. Apalagi ada kata-kata minta tolong. Dan mungkin usianya agak tua, jadi Lusi canggung kalau mau membantah.
"Baik."
"Bagus! Kerjakan dengan tenang, jangan membuat pak Virgo terbangun karena suara apapun."
"Baik," Lusi mengangguk paham.
Setengah jam selesai menjemur, Lusi langsung turun ke lantai 2. Dia masuk ke kamar Virgo. Terdapat bau yang kurang enak. Sambil menambahkan cairan khusus di ember yang dia bawa, Lusi kemudian mengepel lantai sangat pelan.
Hanya 10 menit, lantai kamar langsung terlihat kinclong dan wangi cemara. Yakin tugasnya selesai, Lusi langsung bergegas keluar. Namun, dia malah penasaran. Menoleh ke belakang dan menatap ranjang. Ada Virgo yang tidur tengkurap sambil memeluk guling.
"Sebenarnya dia ganteng sekali kalau tanpa marah-marah."
Lusi kemudian kembali jalan, tapi mungkin lupa, lantainya agak basah dan gadis itu malah terpeleset dan kakinya tak sengaja menyenggol meja lampu tidur.
BRUKKK!
Ia jatuh dengan posisi terduduk.
"Ish ... aduh."
Virgo mengerjap, pria itu perlahan terbangun. Sedangkan Lusi, dia juga bangun dari posisinya. Kebetulan Lusi menoleh, sekedar memastikan kalau Virgo tidak terbangun, akan tetapi lelaki itu justru menatapnya. Keduanya tak sengaja saling bertatapan.
"Maaf, Saya tidak sengaja!" Buru-buru Lusi membetulkan lampu tidur, untung tidak pecah.
Lusi juga buru-buru mengambil ember tempat pel-pelan. Namun, tangannya keburu disambar oleh Virgo yang langsung cepat turun dari ranjang.
"Maaf, membuat tidur Bapak terganggu," kata Lusi sambil menari tangannya.
Virgo yang masih belum sadar 100 persen, pria itu langsung saja menarik lengan Lusi dan memojokkan ke dinding. Mengunci gerakan Lusi.
Sedangkan Lusi, dia mencoba menahan badan Virgo yang merapat padanya dengan kedua lengannya. Situasi yang hampir sama saat dia diserang om-om hidung belang. Namun, saat hal ini dilakukan oleh Virgo, Lusi tidak menangkalnya dengan keras. Lusi kelihatan terhipnotis dengan sosok Virgo yang memang menawan dan rupawan. Lengan Lusi bahkan bisa merasakan kerasnya otot-otot Virgo. Ada sensasi yang lain, yang membuat jantung Lusi tak terkontrol.
Apalagi saat wajah Virgo mulai merendah, tiba-tiba saja Lusi merasakan sensasi dingin di bibirnya dan disambung di bab selanjutnya.
terimakasih juga kak sept 😇