Sekar ayu terpaksa harus jadi pengantin menggantikan kakaknya Rara Sita yang tak bertanggung jawab.Memilih kabur karena takut hidup miskin karena menikahi lelaki bernama Bara Hadi yang hanya buruh pabrik garmen biasa.
Namun semua kenyataan merubah segalanya setelah pernikahan terjadi?!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Shania Nurhasanah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB TUJUH BELAS
Malam hari tiba, setelah makan malam bara langsung masuk ke kamar Sekar untuk bersiap-siap. Dengan memakai kaos hitam yang dilapisi jaket warna krem juga topi hitam untuk menutupi rambutnya yang disisir rapih juga celana jeans robek membuat aura Bara menjadi awur awuran.
Sekar yang dari tadi berada dikamar berusaha mencari kesibukan dengan membaca koleksi novel miliknya supaya bisa mengalihkan pandangan dari Bara. Namun tetap saja magnet nya sangat kuat sekali sehingga Sekar selalu curi pandang ke arah Bara yang stuning bukan mengajak istrinya malam mingguan malah Sutrisno yang jadi pilihan. Memang pesona Sutrisno mampu mengalihkan dunia Bara.
"Kalau mau lihat, tinggal lihat kali, ngapain ngumpet ngumpet segala," ucap bara yang dari tau istrinya Sekar selalu curi pandang kepadanya.
"Enggak, mas Bara kepedean banget," sangkal Sekar sembari membalikkan buku yang dibuka, namun malah membaca raut wajah bara yang terang benderang.
"Alasan."
"Alasan apa sih, mas. Enggak ya,"sangkal Sekar lagi, tak lantas membuat ia percaya karena dia mulai tau kebiasaannya berbohong dengan menggigit bibirnya membuat Bara ingin menggantikannya.
Ngomong-ngomong Sekar hari ini menggemaskan sangat, dengan memakai piyama lebah kuning, juga rambut di cepol asal apalagi wajah tampa polesan make up karena mau tidur bukan untuk ngereog menambah kesederhanaan sekar. Namun terlihat sangat ayu menurut Bara, sampai lupa bibir merah alami kecil berbentuk love saat tersenyum. Membuat Bara keleyengan ingin hilap untuk minta cium.
"Lo, lagi baca buku apaan?"
"Oh, ini novel, mas," ucap Sekar sambil mengangkat sedikit buku yang ia baca.
Bara yang sedang memakai sepatu langsung manggut-manggut mengerti, setelah melihat buku yang ditunjukkan Sekar, "hebat juga lo bisa baca buku kebalik gitu"
"Hah!" Sekar langsung melirik buku nya yang ternyata memang terbalik, lalu saat melihat Bara ternyata sedang menahan tawa karena kelakuan konyolnya membuat wajahnya memerah seketika.
Untuk menutupi rasa malunya Sekar berencana keluar kamar bermaksud ke kamar mandi dekat toilet. Namun saat melangkah dia terserinpet ujung lantai yang dilapisi karpet, menyebabkan hampir terjerembab ke depan untungnya tangan Bara sigap menarik Sekar berakhir jatuh terduduk di paha Bara. Tangan Sekar yang berada tepat berada didada bara merasakan ritme jantung yang sama cepatnya seperti dirinya membuat pipi Sekar memanas seketika.
Ketika Sekar ingin mendongak melihat wajah bara tak sadar hidung mereka bersentuhan saking dekatnya. Perlahan saat bibir mereka hampir menyatu dan Sekar menutup mata bersiap menyambut bara namun yang terjadi dia hanya mencium angin karena wajah bara yang malah menjauh memandang dirinya dengan senyum smirk meledek dirinya yang kepedean ingin dicium.
"Kenapa Sekar mau dicium," ledek Bara dengan wajah tengilnya.
Sekar langsung menggelengkan kepalanya,"Enggak kok mas saya gak gitu," ucapnya berbohong.
"Bisa aja kamu, terus tadi ngapain tutup mata bibir monyong begitu," tanya bara dengan alis terangkat sebelah.
"Ya, terserah aku lah,"
"Ngaku aja, deh?"
"Ih, mas Bara," panggil Sekar dengan memukul mukul dada Bara bertubi-tubi hingga hampir terjatuh. Untungnya segera ia lingkarkan lengannya ke badan Sekar yang terasa kecil, namun terasa pas di badan besarnya dan berakhir Sekar mencium ujung hidung bara yang mancung membuat mata mereka melotot sambil memandang.
Buru-buru Sekar beranjak bangun dari pangkuan Bara, lalu ia merapikan rambut untuk menyembunyikan rasa malunya dan berakhir terjadi keheningan beberapa saat. Sampai akhirnya dering ponsel mengagetkan keduanya, segera Bara angkat telponnya yang berisik ketika ia melihat siapa yang menelepon terlihat nama 'supri' disana.
"Halo, Supri," ucapan pertama saat menerima telepon tersebut.
"Mas! saya kayaknya udah didepan rumah mertua mas yang tadi di share lock kalau gak salah," ungkap Sutrisno setelah sampai ditempat yang ditunjukkan Bara.
"Udah sampai berarti, mau masuk dulu gak?" tanya Bara menawari Trisno.
"Enggak mas, nanti kemalaman gimana?"
"Bener juga ucapan lo, gue kan gak tau jam berapa waktu mereka lakuin. Kalau gitu gue siap-siap dulu."
"Iya mas, kalau gitu saya tutup telponnya."
Setelah melihat layar ponsel berubah warna gelap, segera ia melanjutkan siap siap yang tadi tertunda lalu ia menghampiri Sekar yang sudah kembali dari dapur segera melangkah ke teras rumah mengantar Bara.
"Sekar, gue berangkat sekarang."
"Iya, mas," ucap sekar sambil mengambil tangan Bara untuk dicium takzim, "hati-hati dijalan ya, mas "
Melihat Bara yang melangkah menuju motor yang terparkir, Sekar langsung berbalik masuk rumah saat dia menoleh terlihat ibunya yang sudah nangkring menyender daun pintu.
"Udah berangkat?" tanya ibu melongok melihat motor yang melaju berlalu pergi.
"Udah, Bu."
"Ngapain dia, pergi cari istri baru?"
"Bu, ngomongnya."
Dengan mengangkat bahunya acuh ibu menjawab, "ya siapa tau, kan kalian nikah terpaksa jadi dia nyari yang lebih cantik juga punya badan bagus kayak gitar spanyol, gak seperti kamu?" ucapnya sambil melihat badan Sekar.
"Memangnya, aku kenapa?" tanya Sekar kepada ibunya.
"Cungkring," celetuk ibu sambil berlalu masuk kedalam rumah.
"Buset punya ibu roasting mulu untuk gak baperan cuman rada sesak di ati aja" gumam Sekar sambil mengelus dada"sabar memang yang kayak gitu harus dihajar fakta biar tau rasa, semoga mas Bara berhasil dalam misinya" ucap Sekar pelan sambil masuk kedalam rumah.
---+---+---
Motor Bara yang dikendarai oleh Sutrisno membelah jalanan kampung dimalam hari. Terlihat disepanjang jalan masih terdapat rumah yang jaraknya berjauhan, pohon pohon yang masih berdiri kokoh disisi jalan juga lampu temaram menambah kesunyian hari ini.
"Mas?" panggil Trisno sambil berteriak takut tak didengar bara karena suara motor.
"Hmm"
"Rada serem juga ya disini."
"Namanya juga kampung."
"Iya sih, tapi beda sama kampung tempat ngontrak kita."
"Ya, mau gimana lagi, jodohnya orang sini. Cepetan jalannya, takut ada yang minta ikut."
"Yaelah mas, pake nakutin segala."
"Ya bahaya, bukannya kita nyampe sana lo malah kesambet disini mana gak ada orang lewat lagi." Mendengar omongan Bara langsung saja Sutrisno menambah kecepatan motornya karena dia mulai merasakan bulu kuduknya berdiri seketika.
Setelah melewati kampung Sekar barulah Trisno bernafas lega, karena kini jalan yang dilalui olehnya ramai kendaraan yang berlalu lalang juga lampu jalanan terang benderang. Ketika sudah mulai dekat dengan pabrik bara menepuk pundak Trisno untuk berhenti.
"Ngapain, mas bara?"
"Kita berhenti di warung sebrang dekat pabrik"
"Kenapa gak langsung kesana?"
"Kita lihat situasi dulu."
Segera Trisno memarkir motornya didekat warung tempat nongkrong karyawan pabrik saat pulang kerja, kebetulan pemilik warung kenal dengan mereka lalu segera menyapa.
"Loh mau pada kerja?" tanya pemilik warung
"Enggak lah Bu, masa ibu lupa ini malam minggu lagian pabrik tutup kali."
"Masa sih? tapi kok saya suka lihat mobil box suka bolak balik malam hari," ucap ibu warung membuat bara semakin penasaran mengorek informasi lebih dalam.
"Memang iya, Bu." tanya Bara sambil semakin mendekat.
"Lah, iya mas bara cuman kadang kadang sih kaya hari sabtu atau minggu aja," mendengar itu membuat bara dan Sutrisno saling berpandangan heran.
paksa hancurkan pernikahan anaknya..