Ajeng harus pergi dari desa untuk menyembuhkan hatinya yang terluka, sebab calon suaminya harus menikahi sang sepupu karena Elis sudah hamil duluan.
Bibiknya memberi pekerjaan untuk menjadi pengasuh seorang bocah 6 tahun dari keluarga kaya raya di Jakarta.
Ajeng iya iya saja, tidak tahu jika dia adalah pengasuh ke 100 dari bocah licik itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lunoxs, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 12 - Kesepakatan
Ajeng belum sempat menjawab pertanyaan Sean, tapi di wajah gadis cantik itu sudah dihinggapi oleh nyamuk, bahkan langsung mengigit hingga Ajeng merasa gatal.
Dia usir menggunakan punggung tangan yang masih bersih, sementara telapak tangannya sudah kotor dengan lumpur.
Ajeng saat ini berjongkok di pinggiran kubangan itu, hanya Sean yang masuk ke dalam sana.
"Aduh Sen gatel, mbak Ajeng cuci tangan dulu ya."
"Jangan mbak, tanggung, kan mau 15 menit disini, sekarang masih 10 menit, 5 menit lagi ya."
"Tapi pipi mbak Ajeng gatel."
"Sini aku garuk."
"Nggak mau! tangan mu juga kotor Sen."
Rambut panjang dan lebat milik Ajeng juga lupa di ikat, makin membuat gadis itu merasa tak nyaman. Jadi semakin membuat wajahnya terasa gatal.
"Kalau begitu biar Om saja yang garuk," ucap Ryan, yang entah Sejak kapan datang ke sini namun tiba-tiba sudah berada di belakang tubuh Ajeng.
Hari ini memang hari Minggu, jadi semua orang berada di rumah.
Ryan kemudian merapikan rambut Ajeng ke belakang dan mengikatnya secara sederhana menggunakan karet gelang yang dia dapatkan di dapur.
Sejak tadi Ryan sudah memperhatikan Ajeng dari pintu belakang, melihat berulang kali wanita ini yang merasa tidak nyaman dengan rambut panjangnya, yang maju ke depan menutupi wajah, apalagi saat gadis ini menggaruk pipinya.
"Om jangan Om, biar aku cuci tangan saja."
"Sstt diamlah, masa kamu mau meninggalkan Sean."
Ajeng merasa geli, namun kemudian tersenyum saat Ryan benar-benar berhasil mengikat rambutnya.
Sean juga tersenyum, lucu saja melihat om Ryan dan mbak Ajeng bersama.
"Yang mana yang gatal?" tanya Ryan.
"Sudah tidak lagi, aku masih bisa menggaruknya sendiri," balas Ajeng, dia kembali menggosok wajah kirinya mengunakan punggung tangan, namun yang kali ini Ajeng kurang hati-hati hingga ada sedikit lumpur yang menempel disana, 2 garis hingga mirip kumis kucing.
Sean langsung tertawa terbahak melihat itu, sementara Ryan hanya mengulum senyum.
Lalu membersihkan wajah Ajeng menggunakan tangannya langsung.
Deg! jantung Ajeng berdebar, diluar kendalinya kini kedua pipi itu jadi merah merona.
Senyum Ryan jadi semakin berkembang.
"Sean berhentilah tertawa, sekarang keluar dari kubangan itu," titah Ryan.
Ajeng yang sedang berdebar jadi kikuk sendiri.
"Baik Om," jawab Sean patuh.
Karena terlalu sering mendengar Mbak Ajeng berucap Baik, Baik dan Baik, kini Sean jadi ikut-ikutan juga.
Dan saat Sean keluar dari kubangan itu, Ajeng pun ikut berdiri juga. Lalu mengantar Sean untuk membersihkan tubuhnya di pancuran yang tak jauh dari sana.
Sementara Ryan pergi lebih dulu meninggalkan mereka berdua.
"Mbak Ajeng, Bagaimana dengan permintaanku tadi? Mbak Ajeng mau menurutinya atau tidak?" tanya Sean.
Dia diam saja saat Ajeng mengguyur tubuhnya menggunakan air untuk membersihkan semua Lumpur.
"Kenapa minta tolong sama Mbak Ajeng sih Sen? kenapa tidak minta tolong dengan Papa? dengan Oma? dengan kakek? dengan om Ryan? atau kak Rilly? kenapa harus mbak Ajeeeng?" rengek gadis itu.
"Mbak Ajeng lo nggak tau apa-apa disini," timpal Ajeng lagi.
"Pertanyaan Mbak Ajeng banyak sekali, aku jadi bingung mau jawab yang mana dulu," keluh Sean pula.
Sean dan Ajeng sama-sama mau mengerucutkan bibirnya, sama-sama merasa kesal satu sama lain.
"Mau tidak? Kalau tidak mau berarti Mbak Ajeng memang ingin jadi musuhku terus!"
"Iya iya mau!" Jawab aja mesti dengan terpaksa.
"Tapi Mbak Ajeng juga punya syarat," tambah Ajeng.
"Apa?"
"Sean harus mulai bersikap baik pada semua orang, bukan hanya pada mbak Ajeng."
"Oke deal, sepakat ya?"
"Sepakat!" balas Ajeng dengan mantap, mereka berdua bahkan saling menjabat tangan seolah benar-benar membuat sebuah kesepakatan yang serius.