Menceritakan tentang dimana nilai dan martabat wanita tak jauh lebih berharga dari segenggam uang, dimana seorang gadis lugu yang baru berusia 17 tahun menikahi pria kaya berusia 28 tahun. Jika kau berfikir ini tentang cinta maka lebih baik buang fikiran itu jauh - jauh karena ini kisah yang mengambil banyak sisi realita dalam kehidupan perempuan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Just story, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 15
Beberapa hari telah berlalu, Yeon Ji berdiri di depan pintu kamar yang baru saja dibukakan oleh salah satu pelayan. Cahaya redup dari lampu gantung menerangi ruangan luas dengan dinding abu-abu tua dan perabotan kayu gelap. Sepasang koper besar yang dikenalnya tergeletak di sudut, membuat napasnya tercekat sesaat.
Do hyun : Mulai hari ini dan seterusnya, kau akan tinggal dikamar ini bersama suami mu mingyu
Yeon ji : mingyu ??? Maksudnya tuan muda ?
Do hyun : Kau tidak perlu memanggil nya begitu, kini dia suami mu. Panggil saja namanya
Yeon ji : Tapi apakah itu sopan tuan ? Tuan muda jauh lebih tua dari ku
Do hyun : Nak, sekarang kau adalah menantu keluarga ini yang berarti kau telah menjadi bagian dari keluarga, kau tidak perlu memanggil ku tuan panggil saja aku kakek
Yeon ji : Maafkan saya tuan, maksudnya kakek tapi untuk memanggil tuan muda dengan namanya?
Yeon Ji berdiri canggung di tengah kamar yang asing. Matanya berputar menelusuri setiap sudut ruangan, berusaha mengabaikan perasaan tidak nyaman yang merayap di dadanya. Namun, bayangan tentang siapa pemilik kamar ini tak bisa diusir dari pikirannya.
Do Hyun menyadari kegelisahan itu. Dengan langkah santai, ia mendekati Yeon Ji, lalu berhenti tepat di sisinya.
Do hyun : Nak sekarang kau adalah istri nya, jadi kau tidak perlu khawatir karena tidak ada lagi batasan diantara kalian
Yeon ji : Baiklah kalau begitu tuan, maksudnya kakek. Oh ya kakek dikamar seluas ini dimana nanti aku dan ayah akan tidur ?
Do hyun : Nak, ayah mu tidak akan ikut pindah kesini. Kini kau sudah menikah kau akan tidur bersama mingyu dalam satu ranjang yang sama
Senyum kecil tersungging di bibir pria itu. Ia memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana, posturnya tetap rileks seolah situasi ini bukan masalah besar.
Yeon Ji menatapnya lama, mencoba menafsirkan kata-kata itu. Namun, rasa tidak percaya yang bercampur dengan keraguan membuatnya menggeleng kecil.
Yeon ji : Tapi kenapa begitu ? Bagaimana mungkin aku bisa saat tidur saat ada pria asing dikamar ku kek ?
Do hyun : mingyu bukan pria asing, dia adalah suami sudah tugas mu untuk melayani dan melakukan segala keinginan nya
Yeon ji : Segala keinginan nya ? Tapi kenapa ?
Do hyun : Karena kebahagiaan seorang istri terletak pada kebahagiaan suaminya, dan tidak lah seorang istri bisa bahagia jika suaminya tak bahagia
Do Hyun memperhatikan ekspresi Yeon Ji yang dipenuhi kebingungan. Matanya menatapnya lekat-lekat, seolah mencari jawaban di balik ketidakpastian gadis itu. Ia menghela napas pelan sebelum akhirnya kembali membuka suara.
Do hyun : kau harus menjaga mingyu, dan mengurus nya. Perhatikan makan juga tidur nya, temani dan coba pahami perasaan nya. Dia telah mengalami banyak hal karena kematian ayah nya
Do hyun : Karena itu kakek sangat berharap pada mu untuk bisa menyembuhkan luka hati nya, dan membuat nya menjadi pribadi yang lebih baik
Yeon Ji menatapnya tanpa berkata-kata. Ada sesuatu di mata Do Hyun yang membuatnya ingin percaya, meski sebagian kecil dari dirinya tetap merasa waspada.
Yeon ji : Kakek, aku tau tidak tau apa yang bisa ku lakukan untuk membantu nya. Tapi sebagai seseorang yang tumbuh tanpa ibu sedikit nya aku memahami kesepian nya
Do hyun : Nak seorang pria akan menjadi dewasa saat dia mulai memiliki seorang keturunan terlebih jika anaknya seorang laki-laki
Yeon ji : anak laki-laki ?
Do hyun : mingyu akan belajar menjadi dewasa dan bertanggung jawab untuk pewaris nya nanti
Yeon ji : pewaris ???
Do hyun : Ya nak, karena hanya dengan memiliki anak laki-laki maka kau dan dia akan menjadi pemilik seluruh yang ku miliki saat ini
Wang He bersandar di ambang pintu ruang baca, matanya tertuju pada sosok Gae Yeong yang duduk diam di kursi dekat jendela. Gadis itu menatap kosong ke luar, sementara sinar matahari sore menyapu wajahnya yang pucat. Mata sembab dan lingkaran gelap di bawahnya memberi tahu Wang He bahwa Gae Yeong belum berhenti menangis dalam beberapa hari terakhir.
Ia melangkah masuk, sepatu kulitnya berdecit pelan di atas lantai kayu. Namun, Gae Yeong tidak bergerak, seolah tenggelam dalam pikirannya sendiri.
Wang He merogoh saku jasnya dan mengeluarkan sapu tangan putih bersih. Ia menyodorkannya ke arah Gae Yeong tanpa berkata apa-apa, hanya menatap wanita itu dengan sorot mata yang sulit ditebak.
Namun, Gae Yeong hanya menatap sapu tangan itu sekilas sebelum akhirnya bicara.
Gae yeong : Wang he, bagaimana mungkin kau masih bisa berada disini ?
Wang he : Tuan bersedia memberikan ku kesempatan kedua, karena dia merasa aku sudah cukup mendapat kan hukuman
Wang He terdiam sejenak, lalu menarik kembali sapu tangannya. Ia melipatnya perlahan sebelum memasukkannya kembali ke dalam saku.
Gae yeong : Ntah kenapa hati putra ku bisa begitu keras nya, dia bahkan bisa berpesta setelah semua yang terjadi
Wang he : jangan terus salahkan dirimu, sudah ku katakan apa yang terjadi pada putra ku itu murni karena kesalahan ku
Gae yeong : Ku mohon, kau jangan bersikap baik pada ku wang he. Karena kenyataan nya jika bukan karena rencana yang ku buat kau pasti tidak akan kehilangan seperti yang kau alami hari ini
Wang he : kau pun tau ini bukan kehilangan pertama ku. Sebelum nya aku pernah merasakan yang lebih buruk namun dengan bersedih, melawan atau pun berdiam diri tidak akan memperbaiki apa pun kedepannya
Wang he : saat aku menyetujui rencana ini, aku sudah tau pasti akan ada yang di korban kan jika bukan putra ku maka diantara kita mungkin tidak ada yang selamat hari ini
Wang he : Nyonya lebih dari kepedihan yang ku dapatkan, kini hidup seorang anak dalam bahaya. Segala sesuatu mungkin bisa terjadi padanya sementara ayah nya tak memiliki kekuatan untuk bisa menyelamatkan hidup anak itu
Wang he : hanya kau yang tersisa untuk nya, mungkin nyonya telah gagal menyelamatkan putra ku tapi aku masih sangat berharap nyonya mampu menyelamatkan yeon ji
Gae yeong : tapi kenapa kau begitu peduli pada nyawa anak itu ?
Wang he : "Aku tidak bisa mengatakan nya pada mu nyonya, karena jika aku berhutang nyawa pada nya, jika yeon ji tidak memaksa ku untuk kembali. Mungkin kau pun telah tiada di dunia ini "
####################################