Wanita tegar dan nampak kuat itu ternyata memiliki luka dan beban yang luar biasa, kehidupan nya yang indah dan bahagia tak lagi ada setelah ia kehilangan Ayah nya akibat kecelakaan 10 tahun lalu dan Ibunya yang mengidap Demensia sekitar 7 tahun lalu. Luci dipaksa harus bertahan hidup seorang diri dari kejinya kehidupan hingga pada suatu hari ia bertemu seorang pria yang usianya hampir seusia Ayahnya. maka kehidupan Luci yang baru segera dimulai.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rahayu Dewi Astuti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Empat Pasang Mata
Melihat keadaan yang kikuk serta canggung, membuat William mengambil langkah.
"Lanjutkan makan malam kalian, aku dan Luci akan mencari meja lain." William menggenggam tangan Luci untuk menjauh dari Simon dan Sabrina.
Sebenarnya sikap Simon sudah terbaca oleh William dari pertama ia bertemu dengan Sabrina, namun selama tidak mengganggu kualitas pekerjaannya Simon, ia tidak mau terlalu ikut campur urusan pribadi orang lain.
"Dad... mengapa bisa Sabrina dan Simon bersama? bahkan aku tak bisa menghubungi Sabrina sejak kemarin." Luci masih saja mengoceh karena masih tak mengerti dengan situasi yang baru saja terjadi.
"Luci...Luci! tenanglah, coba kamu berpikir lebih jauh mengapa seorang wanita dan seorang pria bisa bersama?" William melayangkan pertanyaan supaya Luci bisa lebih tenang.
Saat William menghampiri pelayan untuk mengganti meja makan mereka, Luci justru terdiam sembari menutup mulutnya yang terbuka karena ia baru saja menemukan jawaban dari pertanyaan yang William layangkan padanya.
Tidak mungkin Sabrina dan Simon menjalin hubungan, bahkan pertemuan mereka sangat buruk. Mana bisa secepat itu.
William menarik lembut tangan Luci, "Jangan terlalu dipikirkan, aku ingin malam ini menjadi malam kita berdua." Ujar William
"Maaf Daddy, aku hanya terkejut dengan situasi yang baru saja terjadi." Ujar Luci dengan tatapan sendunya.
William tersenyum, kini mereka sedang berjalan kelantai dua, disana ada satu meja kosong yang tersisa. William menarikan kursi untuk diduduki Luci sebelum akhirnya ia duduk.
Alunan musik klasik sangat nyaman sebagai teman makan romantis malam ini antara Luci dan William. William bersulang dengan Luci mereka sangat menikmati wine yang manis dan hangat.
"Daddy, aku sudah mendaftar untuk Baking Class bersama Sabrina, kelasnya akan dimulai hari senin pagi."
"Bagus kalau begitu, sebelum berangkat ke kantor aku akan mengantarkanmu ke kelas kursus itu." Ujar William.
"Thanks Dad, ahh rasanya aku sangat bahagia sekali malam ini." Ujar Luci sembari menggenggam tangan William.
Tak lama makanan mereka sampai, sebuah steak sapi yang terlihat sangat menggiurkan ditambah tambahan pasta bersaus kental kesukaan Luci.
William berkali-kali menatap Luci lekat, bahkan saat sedang mengunyah saja ia tetap fokus melihat Luci. Bagi William Luci selalu cantik saat bangun tidur ataupun sedang makan.
William melihat saus putih mengotori bibir Luci, dengan refleks William menyeka saus itu dengan ibu jarinya dan menjilatnya. Hal yang baru saja William lakukan membuat perasaan Luci menjadi tak karuan.
"Dad, mengapa kau menjilatnya?" Luci sangat malu dan khawatir pengunjung disekitarnya melihat sikap William.
"Saus yang tersisa dibibirmu ternyata jauh lebih enak." Ujar William sembari tersenyum nakal.
"Daddy, jangan menggodaku." Luci terlihat salah tingkah dan itu sangat menggemaskan.
Selesai makan, tiba-tiba musik berbunyi mesra. Setiap pasangan mulai berjalan menuju lantai dansa untuk menari. William bangkit dari duduknya, mengasongkan tangan mengajak Luci untuk menari dengannya.
"Aku tidak bisa berdansa." Luci menolak tawaran William.
"Aku akan mengajarimu." Ujar William sembari berbisik.
Luci akhirnya mau, kini mereka mulai berpelukan, Luci mengaitkan kedua tangannya di leher William, dan William memegang pinggang Luci sembari melangkah kesamping kiri dan kanan serta melangkan kedepan dan kebelakang dengan tempo yang santai.
"Apa kau menyukainya?" Bisik William.
"Tentu saja, aku menyukai semua hal jika dilakukan denganmu." Jawab Luci.
William tersenyum, kemudian ia menenggelamkan wajahnya dipundak Luci dan juga mencoba mencium aroma di leher Luci. Hembusan nafas William membuat Luci semakin kencang berpegangan pada tangannya karena itu sangat aneh.
Sekitar lima menit berdansa, Lampu terang kembali dan musik pun berhenti. William melihat Luci yang nampak berkeringat saat itu.
"Apa kau kelelahan, mengapa wajahmu berkeringat?" Tanya William.
"Tidak apa-apa Dad." Luci segera mengambil tasnya, kemudian ia segera pergi keluar meninggalkan William.
Akhir-akhir ini tubuh Luci selalu bereaksi aneh jika dekat dengan William, padahal sebelumnya ia tidak pernah merasakannya. Luci berdiri didepan mobil milik William sembari menarik napas berkali-kali supaya suasana hatinya menjadi lebih stabil.
****
Keesokan harinya, sekitar pukul satu siang, William, Luci, Sandra dan juga Simon bertemu dirumah pribadi William. Mereka akan membahas seluruh rencana Lusi yang akan menggaet Sabrina sebagai partner kerjanya saat Luci membuka toko cake and bakery.
Empat pasang mata itu nampak canggung dan bingung apalagi Sabrina dan Simon.
"Sabrina, mengapa pergelangan tanganmu?" Luci melihat jika pergelangan tangan Sabrina seperti bekas terluka.
"Ah tidak apa-apa ini... hanya alergi." Sabrina nampak gugup, ia juga menurunkan tangannya yang semula berada diatas meja.
"Kalian tinggal bersama?" William bertanya pada Sabrina dan Simon dengan nada yang datar.
mendengar pertanyaan menembak seperti itu membuat Luci refleks mencubit sedikit paha William. Seharusnya ia tak bertanya hal yang bersifat terlalu pribadi.
"Ya Tuan, aku dan Sabrina tinggal bersama." Jawab Simon dengan tegas.
William mengangguk-anggukkan kepalanya, "Tinggallah dengan tenang, jangan terlalu kasar."
Mendengar wejangan dari William membuat Sabrina yang biasa terlihat berani dan suka menantang kini hanya bungkam begitupun dengan Simon. Karena nampaknya William tau luka apa yang berada pada pergelangan tangan Sabrina.
Setelah Ema menghidangkan seluruh menu makan siang, mereka berempat mulai makan bersama sembari membicarakan rencana kedepannya.
"Sepertinya aku tidak bisa mempekerjakanmu, karena bisa saja suatu saat Luci akan cemburu padamu dan Simon akan marah padaku, namun sepertinya Luci memiliki rencana lain." Ujar William.
Simon dan Sabrina terlihat begitu penasaran apa sebenarnya rencana gadis lugu dan polos itu.
"Aku berencana membuka toko kue dan roti, Sabrina bukankah waktu kecil kita sering makan kue bersama. Aku ingin membuka bisnis ini bersamamu." Luci dengan wajah polosnya begitu senang merencanakan bisnis ini kedepannya.
"Tapi aku hanya bisa memakannya, kemampuanku nol dalam membuat kue atau roti." Ujar Sabrina.
"Aku sudah mendaftarkan diri untuk ikut kursus dan itu akan dimulai hari senin besok."
Simon sedikit tersenyum, ia merasa bersyukur karena William menyerahkan semua kepada Luci karena jika saja hubungannya dengan William tidak mungkin Sabrina akan diberi pekerjaan seaman ini.
Sembari makan siang, mereka sembari berdiskusi hingga akhirnya Sabrina setuju dengan rencana Luci. Sabrina berfikir jika kini dia harus hidup lebih baik, ia harus bisa keluar dari dunia gelap karena kini ia sudah bersama dengan Simon meskipun hubungan mereka belum secara resmi menjadi kekasih.
"Simon jika kau sudah selesai makan mari kita merokok di halaman belakang." William memberi kode yang artinya ada hal yang perlu mereka bicarakan berdua.
"Baik Tuan, aku akan segera menyusul."
Setelah selesai makan siang, kini Sabrina berada diruang tamu untuk membahas rencana bisnis mereka dan para pria juga sedang berbincang diarea belakang.
"Apa kehidupanmu jauh lebih baik sekarang?" Tanya Sabrina pada sahabatnya.
Luci mengangguk, "aku tidak pernah membayangkan akan bertemu dengan William, dia sangat baik." Luci terkesima jika mengingat seluruh kebaikan William padanya.
"Apa kau kini resmi menjadi kekasihnya?" Tanya Sabrina semakin penasaran.
"Tentu saja tidak, dia sepertinya hanya menganggapku sebagai anaknya, bahkan aku memanggil dia Daddy." Jawab Luci dengan wajah polosnya. Tentu saja hal itu menarik Sabrina untuk tertawa.
"Hahaha, rupanya kau masih tetap saja polos. Berarti selama ini kau belum pernah ditiduri olehnya?"
"Tentu saja tidak, hmm dan mungkin tidak akan pernah." Luci gugup kenapa Sabrina tiba-tiba berbicara seperti itu.
"Apa jangan-jangan kau masih virgin diusia mu sekarang?" Sabrina lebih serius menanyakan hal yang lebih sensitif kepada Luci.
"Sabrina stop!! itu sangat memalukan." Luci menutup wajahnya yang mulai memerah.
"Luci lihat aku," Sabrina menyingkirkan kedua tangan Luci dari wajahnya dan ia menatap Luci begitu dalam. "Kau harus segera merayu William jika tidak ingin kehilangannya."