Satria Barra Kukuh atau lebih dikenal dengan Barra adalah seorang mantan mafia kejam pada masanya. Sejak kecil dia hidup dengan bergelimang harta namun haus akan kasih sayang orangtuanya sehingga membuat Barra mencari jati diri di dunia baru yang sangat bebas. Barra adalah pria yang tidak tersentuh wanita dan tidak pernah merasakan jatuh cinta sejak muda. Namun ketika usia nya telah matang dan dewasa dia bertemu dengan seorang gadis kecil yang tengil dan bar bar.
Alina, gadis kecil berusia dua belas tahun lebih muda dari Barra yang mampu membuatnya jatuh cinta layaknya seorang abege yang baru saja masuk masa puber.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Chococino, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Terjebak
Sapto mendengus kasar kala melihat ke samping dan mendapati Anisa yang telah terlelap. Gadis itu bahkan sedikit mendengkur halus dengan nafas beraturan yang membuat dadanya sedikit naik turun.
Sapto sedikit membenarkan pakaian Anisa yang robek dan menampilkan belahan dadanya. Pemuda itu menahan nafas dan berkali kali menghembuskannya dengan kasar.
"Entahlah? Aku harus bersyukur atau harus mengumpat. Gini amat yaa cobaan hidup." gumam Sapto seorang diri sambil sesekali matanya melirik ke arah Anisa yang masih terlelap.
Bohong jika Sapto tidak tergoda dengan gadis cantik yang duduk di sampingnya itu.Apalagi gadis cantik itu kini seakan 'menantang' dengan menampakkan belahan dadanya dan sebelahnya lagi bahkan nyaris terlihat menyembul.
"Ah shit!!" rutuknya sambil memukul kemudinya.
Sapto merogoh ponselnya setelah mendengar nada notifikasi. Ia menggeser layarnya dan betapa terkejutnya dirinya mendapati pesan masuk dari M Banking miliknya. Setelah membukanya, mulut pria itu kembali menganga setelah melihat digit nominal yang tertera.
"Masya Allah.. Banyak sekali Pak Barra kirim uangnya, Ini sih bisa buat ngontrak enam bulan. Ck Ck Ck. Sultan emang beda ya," gumamnya tersenyum senang
Tak lama ponsel Sapto kembali berbunyi dan dilihatnya sebuah pesan dari Barra.
'Pakai uang itu untuk sewa hotel jangan yang abal abal, ingat kalian tidak mempunyai buku nikah. Mau di gerebek kalau nekat di hotel kelas melati. Hemm?' -Barra
'Baik Pak. Tapi ini uangnya kebanyakan,' -Sapto
'Besok pagi kamu carikan kontrakan sementara untuknya tinggal barang satu atau dua bulan. Sekalian penuhi semua kebutuhan nya. Tenang saja, aku akan bilang pada Pak Kyai kalau kamu sedang aku tugaskan. Jadi jangan cemas,' -Barra
'Baik Pak Barra.' -Sapto
Sapto membelokkan mobil bak nya ke dalam hotel yang cukup terkenal dan pelayanan nya memuaskan. Setelah memesan sebuah kamar pria itu membawa tubuh Anisa yang masih terlelap dalam gendongannya. Seorang pegawai hotel tampak membantunya sampai ke dalam kamar.
Tak lupa Sapto meminta di carikan pakaian ganti untuk Anisa. Tak lupa Sapto pun memberikan tips pada pegawai hotel tersebut.
Jarum jam sudah menunjukkan pukul tiga dini hari. Sapto tentu saja tak dapat memejamkan matanya. Bagaimana mungkin ia dapat tidur sedang di samping nya, tubuh Anisa menempel padanya dengan tangan yang memeluk perutnya erat.
"Astaghfirullah hal adzim.. Dosa besar ini.. Nggak nggak.. Saya nggak boleh khilaf," gumamnya pada diri sendiri
Perlahan tangan pria itu pun mengusap lembut rambut Anisa yang masih terlelap. Melihat Anisa yang masih tidak bereaksi, pria itu malah semakin iseng menyentuh wajahnya, pipinya dan terakhir.... bibirnya.
Jantung Sapto seakan hendak melompat keluar, ia merasakan darahnya mengalir lebih cepat dari biasanya. Bahkan kini nafas pemuda itu kian memburu dan ia merasakan sesuatu yang memberontak membuat celananya terasa sesak.
Dengan susah payah Sapto berusaha meredam gejolak yang tiba tiba menderanya. Pria itu tak henti hentinya ber istighfar dan lama kelamaan ia pun terpejam dengan posisi saling memeluk.
*****
Mentari pagi sudah menyapa dengan kicauan burung burung yang mulai berlomba meninggalkan sarangnya. Tetes tetes embun masih terlihat pada ujung ujung rerumputan yang terhampar indah menambah sejuknya suasana pagi ini.
Sepasang muda mudi masih bergelung didalam selimut dan saling memeluk.
Anisa membuka matanya perlahan ketika merasakan sebuah tangan berat yang melingkar di atas perutnya. Anisa melirik kepada pria yang masih terlelap di sampingnya dan sama sekali tidak terganggu dengan pergerakan Anisa.
Gadis itu perlahan turun dari tempat tidurnya dan bergegas membersihkan dirinya di dalam kamar mandi.
Ia hanya mengenakan handuk kimono untuk menutupi tubuhnya setelah mandi. Anisa merasa bingung, tak mungkin rasanya gadis itu pulang dengan pakaian yang telah terkoyak dengan lebarnya.
"Masa gue pulang pake handuk gini sih?" gumamnya sambil mematut dirinya didepan meja rias.
Anisa menatap pria berwajah lelah yang tengah tertidur pulas dengan tersenyum tipis. Dalam hati ia bersyukur karena di pertemukan dengan pria yang baik. Jika bukan Sapto , mungkin saja nasibnya akan berubah cerita malam tadi.
Anisa membuka pintu ketika terdengar suara layanan kamar yang mengantarkan sarapan. Dengan sigap gadis itu pun menerima nya dan segera menghabiskan jatah sarapannya.
Tak lama kemudian, Sapto pun terbangun dan pria itu tersenyum malu malu melihat Anisa yang juga tengah menatapnya.
"Maaf ya mbak. Saya terpaksa membawa mbak Anisa kemari. Saya bingung mau bawa kemana sedang mbak sudah tidur lelap," cicit pria itu merasa tak enak hati
"Tidak apa apa mas. Saya justru berterima kasih, maaf merepotkan,"ucap Anisa sedikit sungkan.
Setelah mandi, Anisa menemani Sapto sarapan dan setelahnya Sapto memberikan sebuah paperbag yang berisi pakaian.
"Maaf kalo tidak sesuai selera mbak Anisa. Saya tidak tau harus beli pakaian yang bagaimana." ucapnya sambil menyerahkan paperbag ke tangan Anisa
Gadis itu pun menerima nya dengan mata berkaca-kaca.
"Terimakasih mas. Ini lebih dari cukup bagi saya." ucapnya dan gadis itu menghambur memeluk pria yang berdiri mematung setelahnya.
Anisa terisak isak di pelukan Sapto dan pria itu pun mengusap lembut rambutnya.
"Terimakasih mas... Terimakasih, Saya ngga tau bakal gimana kalo ngga ada mas,"
"Sudahlah mbak jangan nangis terus. Mungkin ini memang sudah menjadi jalan takdir yang author tuliskan untuk kita,"
"Iya mas."
"Oh ya setelah mengganti pakaian, ayo temani saya mencari kontrakan atau kos kosan" ujar Pria berkulit sawo matang itu.
"Kontrakan buat siapa mas?" tanya Anisa dengan wajah bingung
"Buat kamu mbak. Kamu butuh tempat tinggal sementara kan? Ayolah jangan menolak, daripada kamu harus tidur di kafe atau nginap di rumah mbak Alina.... Lebih baik nge kos saja mbak."
"Eh nggak nggak mas. Ngga usah, saya ngga mau ngerepotin terus,"
"Saya ngga mungkin ninggalin mbak Anisa sendirian ngga jelas kaya gini. Mbak itu perempuan, ayolah menurut saja. Itu demi kebaikan dan keamanan mbak Anisa sendiri," cerca Sapto setengah memaksa
"Tapi saya ngga punya uang untuk...."
Sapto dengan gerakan cepat meletakkan jari telunjuknya di bibir Anisa hingga gadis itu pun terdiam.
Ia merasakan darahnya berdesir dengan jantung yang berdetak lebih cepat.
"Aku tidak mungkin membiarkan kamu berkeliaran seorang diri mbak, kali ini menurut lah padaku,"ucap Sapto dan kini pria itu mengangkat dagu Anisa yang tengah menatapnya dengan sendu.
Cup
Satu kecupan mendarat mulus di bibir Anisa yang penuh.
Cup
Melihat Anisa yang tidak menolak, Sapto pun melumat bibir ranum gadis itu dengan lembut. Rupanya Anisa pun menyambutnya hingga mereka pun saling berpagutan denga penuh damba.
Keduanya seolah saling menyalurkan rasa yang mendalam. Hingga tatapan keduanya bertemu.
"Maukah mbak Anisa jadi pendamping hidup ku? Jadi kekasih ku?" tanya Sapto memberanikan diri dan dibalas anggukan kecil dari Anisa.
*****
itumah nglunjak pk olh" mita mobil