"Terimakasih karena telah memberiku banyak cinta.
Terimakasih juga karena telah membuka mataku tentang sebuah arti dari pengorbanan yang sesungguhnya, semoga kamu selalu bahagia."
~YUMINZO NISIYAKI
"Tetaplah jadi gadis yang ceria,jangan pernah menyalahkan dirimu sendiri atas apa yang menimpa orang lain jadikanlah masa lalu sebagai bekal di masa depan."
"TETAP SELALU BAHAGIA LITTLE STAR KU♡"
~ LANGIT ALASKA PUTRA
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon leaaa_lvnisy7, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
KEMBALI DROP
Di kediaman Algara. Tuan besar Arga Algara, yang sudah menerima kabar tentang sang putra, sangat khawatir. Ini bukan hanya menyangkut tentang hidup dan mati sang putra, tapi akan ada seorang gadis yang akan merasakan kesedihan yang mendalam.
"Kenapa bisa begini" geram Arga.
"..."
"Ck, sudah kuduga, dia lebih licik dari Ayahnya" decak Arga kesal.
"..."
"Selamat Lio apapun caranya, mengerti. Aku tidak ingin cucuku kembali drop dengan berita buruk ini."
Nisya, gadis itu yang hendak meminta izin untuk keluar sebentar, samar-samar mendengar pembicaraan sang Kakek dengan seseorang diseberang sana.
Nisya membulatkan matanya, saat nama sang Ayah disebut. Karena rasa keingintahuannya yang sangat besar, Nisya memberanikan diri untuk menguping apa saja yang sedang mereka bicarakan.
"Apapun itu, keluar kan racunnya. Aku hanya ingin kabar baik setelah ini. Jika tidak maka aku sendiri yang akan turun tangan" desis Arga dengan wajah yang memerah akibat ia memendam amarah nya.
Nisya membekap mulutnya, shock. Satu kata 'racun' yang keluar dari mulut sang kakek, membuat ia beranggapan bahwa disana sang Daddy pasti tidak sedang baik-baik saja.
"Daddy" lirihnya
Nisya segera kembali ke kamarnya, ia mengambil ponsel yang sempat tertinggal di atas nakas, ia langsung menghubungi sang Daddy. Nisya tidak mau langsung mengambil kesimpulan sebelum memastikannya.
Lama tak ada jawaban sang Daddy, hingga pikiran-pikiran buruk mengenai kondisi sang Daddy terus saja berputar dalam kepalanya.
"No, ga mungkin. Ga mungkin Daddy kan. Aku pasti salah dengar." Nisya kembali meyakinkan dirinya bahwa ia salah dengar.
Tapi seolah semua sudah membuktikan, panggilan yang ia lakukan hampir dua puluh kali itu, tak pernah di angkat, bahkan kini nomor nya sudah tidak aktif.
Air mata yang sedari tadi sudah ditahan-tahan, akhirnya luruh. Nisya sudah tidak dapat membendung lagi rasa sedihnya. Sesak, ia merasa sangat hancur, kenapa orang yang ia sayangi harus terluka.
"Kenapa..!" teriaknya seorang diri didalam kamar yang kedap suara.
"Kenapa orang yang gue sayang harus menderita!" lirih nya bahkan nyaris tak terdengar.
Rasa takut memenuhi seluruh pemikirannya, ia tidak tahu harus bagaimana. Satu-satunya cara agar fobia yang dideritanya tidak kambuh adalah mencari ketenangan. Nisya meraih kunci mobilnya, dan melangkah keluar kamar nya menuju garasi mobil.
Bahkan panggilan sang Kakek yang menanyakan ia ingin kemana pun tak dihiraukan, yang ada didalam pikiran Nisya sekarang, ia harus menenangkan diri, lalu mencoba lagi untuk menghubungi Daddy nya.
"Semoga ini bohong" gumamnya dengan air mata yang masih tak berhenti mengalir.
Mobil Nisya melesat membelah jalanan kota Surabaya yang ramai pada malam hari. Nisya melaju kan mobilnya tak tentu arah, ia hanya ingin mencari ketenangan.
Disisi lain, Langit yang baru saja keluar dari basecamp ingin pulang ke rumahnya, tidak sengaja melihat mobil Nisya melintas dengan kecepatan tinggi. Firasat buruk langsung memenuhi isi pikirannya. Ia menduga bahwa Nisya pasti sudah tau tentang keadaan sang Daddy.
"Gawat, gue harus susul dia" gumam Langit, melajukan motornya dengan kecepatan tinggi agar bisa menyusul mobil Nisya.
Nisya yang berada didalam mobil, masih menangis sesenggukan. Ia mencoba untuk tetap tenang, agar fobia nya tidak kambuh, tapi pikiran-pikiran buruk itu seolah tak ada hentinya menghampiri hatinya.
Nisya tidak sadar bahwa dibelakang mobil nya ada Langit yang terus saja mengikutinya. Merasa bahwa pandangannya mulai buram, Nisya segera menghentikan mobilnya, ia tak ingin sampai dirinya terluka.
Nisya mencoba mengingat instruksi yang diberikan oleh psikiater pribadinya. Tapi rasanya tak berhasil, ia kembali menangis histeris, saat teringat dengan pembicaraan kakeknya dengan seseorang didalam telpon.
"Aargghh" teriaknya memukul setir mobil, hingga tangan nya jadi memar.
"Tuhan....!, kenapa ini terjadi sama Nisya." teriaknya menatap kearah langit mobil. "Apa ga ada manusia lain, selain Nisya. Kenapa harus Daddy, Nisya cuma Daddy, Nisya ga punya siapa-siapa" Raung nya dalam mobil.
Diluar, Langit terus saja mengetuk kaca pintu mobil, tapi tak kunjung terbuka. Dibalik kaca itu, Langit dapat melihat bahwa fobia Nisya seperti nya kambuh kembali.
"Nisya!" panggil Langit
"Buka..!, ini aku, Langit." teriaknya tak menyerah
Nisya yang sedang menangis sambil memejamkan mata dapat mendengar panggilan dari Langit, tapi entah mengapa ia rasanya sangat malas.
Karena melihat Langit yang masih berteriak-teriak memanggil namanya, mau tak mau Nisya akhirnya membuka pintu mobilnya dan keluar.
Langit yang melihat Nisya keluar dari dalam mobil, merasa sakit. Gadis yang dicintainya terlihat sangat kacau. Langit segera membawa Nisya kedalam pelukannya, ia mendekap Nisya dengan erat. Seolah agar rasa sakit yang dialami oleh Nisya dapat berkurang.
Nisya hanya pasrah saat dirinya di peluk oleh Langit. Dalam pelukan yang nyaman itu, Nisya menumpahkan segala kesedihan. Ia bergumam, namun Langit tak bisa mendengar apa yang Nisya gumamkan karena suaranya yang tercekat akibat menangis.
Langit membawa Nisya duduk di kursi halte yang berada tak jauh dari mereka. Pelukan Langit tak pernah terlepas barang sedikitpun, seolah itu adalah sebuah kekuatan yang mampu membuat Nisya tenang.
Meskipun monofobia Nisya tak kambuh seperti biasanya, tapi Langit tetap merasa khawatir, ia bahkan dapat merasakan sakit sama seperti yang dialami oleh Nisya.
"Kak..!" panggil Nisya lirih
"Apa, hmm.." sahut Langit lembut
"Kenapa tuhan ga adil" tanya Nisya yang masih terisak pelan.
"Tuhan adil Nisya" jawab Langit mengelus pelan punggung Nisya yang masih terisak.
"Apa buktinya" tanya Nisya lagi
"Tuhan masih kasih kesempatan untuk kita menghirup oksigen, tanpa minta bayaran." jawab Langit
"Itu bukan jawaban" balas Nisya
"Terus" tanya Langit yang tidak mengerti
"Kenapa tuhan selalu sakitin orang yang Nisya sayang" ujarnya dengan tatapan kosong.
"Terkadang tuhan itu kasih ujian untuk kita, dengan cara yang tidak dapat kita duga. Tapi tuhan tau, kalo kita itu mampu untuk melewati semuanya. Tuhan itu adil Nisya." jelas Langit
"Tapi kenapa harus Daddy, kak.." isak nya
"Tuhan tau, kalo Daddy adalah orang yang kuat. Dan tuhan tau kalo putri dari Daddy juga gadis yang kuat" ucap Langit sambil menyeka air mata Nisya.
"Percaya sama tuhan, kalo tuhan itu ga bakal nguji hambanya itu diluar batasan orang itu sendiri" ujar nya lagi.
"Aku percaya, tapi aku sakit" ucap Nisya lirih
"Semua orang punya rasa sakit, Nisya. Tapi dari rasa sakit itu kita dapat belajar bagaimana caranya untuk menjadi lebih kuat." balas Langit.
Kini keduanya terdiam, mereka hanyut dalam lamunannya masing-masing. Merasa bahwa dirinya sudah lebih baik, Nisya memutuskan untuk segera pulang sebelum malam semakin larut.
"Kak, aku pulang dulu ya, makasih untuk nasehat kakak" ujar Nisya tulus.
"Aku anterin" balas Langit yang masih terlihat khawatir
"Ga perlu, aku bisa pulang sendiri kok, kak." tolak Nisya
"no rejection" tegas Langit.
Nisya hanya berdecak kesal, ternyata sikap keras kepala Langit tak pernah berubah, meskipun ia sudah dewasa.
Di dalam mobil, seperti biasa, Nisya akan kembali mengoceh tak jelas. Ia menceritakan bagaimana hari-harinya bersekolah, bahkan sampai kejadian dimana ia menghajar Nero.
Langit hanya menjadi pendengar yang budiman, ia sama sekali tak menyela atau menanyakan kenapa Nisya menghajar Nero. Sedangkan Nisya yang sudah berhenti mengoceh, memandang Langit dengan tatapan yang sulit diartikan.
"Aku tau aku ganteng, ga usah ditatap terus. Nanti kamu cinta" seloroh Langit sambil tersenyum.
Nisya yang mendengar perkataan Langit, langsung membuat ekspresi seperti hampir muntah. Dan itu tak luput dari perhatian Langit.
"Narsis bener" balas Nisya
"Ya, abisnya kamu natap-natap terus dari tadi"
"Aku natap, karena aku heran. Kenapa kak Aska ga tanyain kenapa aku hajar si Nero-Nero itu." ujar Nisya sambil melipat kedua tangannya.
"Emang dia pantes buat dapatin itu" balas Langit santai.
Nisya memutar bola matanya malas, "Percuma ngomong sama benua Antartika" gumamnya yang masih dapat didengar oleh Langit.
Diperjalanan pulang Nisya meminta untuk berhenti didepan sebuah gerobak sate. Nisya memutuskan untuk membeli sate khas Surabaya sebagai menu makan malamnya, karena tadi ia tak sempat untuk makan malam.
"Kak Aska mau?" tawar Nisya sebelum turun dari mobil
"Ga, kamu aja" tolak Langit halus
Nisya hanya mengangguk samar, lalu segera turun dari mobil. Para pembeli yang lumayan ramai membuat Nisya harus menunggu sedikit lebih lama.
Sedangkan Langit didalam mobil, mencoba menghubungi Jonathan agar menjemputnya nanti dikediaman Algara.
"Pak, sate nya satu, dibungkus ya" pinta Nisya.
"Siap Neng, silahkan duduk dulu" penjual sate tersebut mempersilahkan Nisya untuk duduk. Setelah menunggu untuk beberapa saat, akhirnya pesanan Nisya telah terbungkus.
"Berapa pak" tanya Nisya lembut
"Dua puluh lima ribu, Neng" Nisya segera meraih lembar duit biru dan menyerahkannya pada pedagang sate itu.
"Neng, kembalian nya" teriak pedagang sate saat melihat Nisya sudah memasuki mobil
"Buat bapak aja" balas Nisya
"Banyak amet, satenya" ujar Langit.
"Yakan aku lapar" balas Nisya cuek.
Meskipun hanya satu bungkus, tapi sate yang dibeli Nisya lumayan banyak. Wangi harum bercampur gurih dari sate tersebut memenuhi indra penciuman Nisya, mata Nisya begitu berbinar saat sate yang dibeli nya tadi masuk kedalam mulutnya.
"Eemm.., enak banget" ujarnya antusias
"Kak Aska yakin ga mau, nih." tawar nya sekali lagi.
"Ga, aku udah kenyang" tolak Langit
"Oke, deh." Nisya langsung memakan sate nya dengan lahap tanpa rasa malu sedikit pun, jika biasanya para gadis-gadis akan jaga image saat makan dihadapan para pria, maka itu sama sekali tidak berlaku untuk Nisya.
Saat melewati sebuah jembatan yang mulai sepi dengan para pengendara, mata tajam Langit tak sengaja melihat seorang gadis yang hampir saja melompat ke bawah.
Langit segera turun dari mobil dan berlari menghampiri gadis itu, tanpa diketahui oleh sang gadis, Langit mencengkal tangan sang gadis dan menarik nya turun. Pemandangan itu tak luput dari mata Nisya, Nisya yang tadinya ingin bertanya, segera ia urungkan. Ia tak menyangka, bahwa didunia ini masih ada orang yang ingin bunuh diri untuk menyelesaikan masalah.
Nisya segera turun dan berjalan kearah Langit dan gadis itu. Perlahan namun pasti, Nisya menyentuh bahu gadis itu, hingga sang empu mendongak.
"Hei, ada apa" tanya Nisya lembut.
Gadis itu tak menjawab, ia hanya menangis tersedu-sedu, memerhatikan kearah Nisya. Nisya jadi iba melihat kondisi sang gadis yang sangat berantakan, mungkin lebih berantakan daripada dirinya.
"Yuk pulang" ajak Langit
Langit hanya acuh pada gadis tersebut, karena merasa tidak berhak untuk ikut campur. Yang penting baginya, ia tadi sudah mencegah aksi bundir. Ia tak suka melihat orang yang menyelesaikan masalah dengan cara bunuh diri. Maka dari itu Langit berusaha mencegah nya, dan selebihnya Langit tak mau tau.
"Kak, tolongin dulu dia" bujuk Nisya saat Langit hendak berbalik pergi.
Langit menghembuskan napas pelan, "Tanyain dimana rumahnya, biar kita antar pulang" balas Langit cuek.
"Ya ampun.., Antartika satu ini" batin Nisya gemas dengan sikap Langit.
"Hei, dimana rumah mu" tanya Nisya lembut. Sedangkan sang gadis hanya menggeleng pelan. Langit dan Nisya untuk sesaat saling melirik satu sama lain dan terdiam, hingga pada akhirnya Nisya memutuskan untuk membawa gadis ini ke kediaman Algara.
"Kamu yakin sama keputusan kamu" tanya Langit.
Bukan apa-apa, Langit hanya khawatir bahwa gadis ini adalah mata-mata dari musuh mereka. Namun begitu, Langit tak ingin memberi tahu Nisya, agar masalah tak jadi lebih runyam. Nisya tak boleh tau masalah ini, biarkan mereka saja yang harus menghadapi pertikaian ini walau nyawa mereka mungkin saja jadi taruhannya.
"Iya, aku bakalan coba bujuk Kakek. Lagian aku dirumah ga ada temen" jelas Nisya dan Langit hanya bisa mengangguk patuh.
"Oke" balasnya.
🥰🥰 HAPPY READING 🥰 🥰
JANGAN LUPA TINGGALKAN JEJAK READER 🤗
MAAF AUTHOR KEMARIN GA UP, AUTHOR SIBUK JADI GA SEMPET UP DEH.
TAPI KALI INI AUTHOR BAKALAN DOUBLE UP. JADI JANGAN SEDIH.
BIG LOVE FOR READERS 💙
kamu benar Nisya, harus ada harga mahal yang dibayar kalo pengen hidup enak, semua nya ga instan
Nisya kewarasannya setipis helaian rambutnya ugo🤭😁
Nisya kamu harus bisa pahami perasaan kamu sendiri. biar nanti perhatian-perhatian yang kamu kasih ke Langit itu ga mengecewakan dia, pastiin dulu perasaan kamu ke dia jangan buat anak orang berharap.
dan buat Langit terus berusaha untuk menyadarkan Nisya ya tentang perasaan nya
soalnya susah tingkat kepekaan Nisya kayaknya minim deh🤏🏻
ya jelas lah dia cemberut orang kamu ngajak dinner nya dia masih pakek seragam sekolah😭😭
Dan thanks ya thour udah mau mengingatkan para readers untuk menjaga kesehatan ❤️
semoga cepet sembuh
peluk jauh dari aku buat author 🫂🫂🫂
Pantes tega jual Ayleen ke om¹. Ternyata cuma anak tiri. edan memang tuh bapak¹😡😡
Ratu mood swing lagi mode on🤭🙏🏻
lanjut up kak author 💋💋🫂
💀💀😊
Nah, Vegar kenapa tuh?🙄